Korban Penyandang Disabilitas Minta Hukum Ditegakkan
Pemalsuan Sertifikat di Banjar Tarukan, Pejeng, Tampaksiring
GIANYAR, NusaBali
Kasus dugaan pemalsuan sertifikat tanah milik penyandang disabilitas, I Dewa Nyoman Oka, 55, asal Banjar Tarukan, Desa Pejeng Kaja, Kecamatan Tampaksiring bergulir. Dua pemohon sertifikat yang merupakan kakak adik, Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Nyoman Ngurah Swastika sudah dilimpahkan dan ditahan Kejari Gianyar, Rabu (23/1). Sementara tiga tersangka lain, terdiri dari mantan Kepala Desa Pejeng Kaja I Dewa Putu Artha Putra (masa jabatan berakhir 21 Januari 2019, red), Bendesa Adat Tarukan I Wayan Artawan dan Kepala Dusun Tarukan I Nyoman Sujendra dalam berkas terpisah masih dalam pemenuhan P-19 dari Jaksa Penuntut Umum.
Selama berjalannya proses hukum, pemilik tanah I Dewa Nyoman Oka menunjuk kuasa hukum I Made Somya Putra SH MH untuk mendampingi. Menurut Somya, kliennya Dewa Nyoman Oka yang mengalami tuli bisu dan keterbelakangan mental ini minta penegakan hukum yang utuh.
Sebab, penyandang disabilitas rentan sekali menjadi korban atas niat jahat seseorang apalagi dari sikap-sikap diskriminatif dari siapapun. "Hal inilah yang dirasakan oleh I Dewa Nyoman Oka sebagai penyandang disabilitas. Ketika tanah yang dimilikinya telah disertifikatkan atas nama orang lain yaitu oleh tersangka Dewa Ketut Oka Merta dan Dewa Nyoman Ngurah Swastika," jelas Somya, Kamis (24/1).
Dalam penerbitan sertifikat itu, dua tersangka kakak beradik ini diduga dibantu oleh tersangka lainnya yaitu Kepala Desa I Dewa Putu Artha Putra Bendesa Adat I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra, dengan cara membuat surat sporadik yang diduga palsu. Pemalsuan surat secara sporadik itu sudah dilaporkan di Polda Bali. "Informasi yang kami terima untuk tersangka Dewa Ketut Oka Merta dan I Dewa Nyoman Ngurah Swastika telah dilimpahkan berkas yang kemarin ke kejaksaan dan telah ditahan. Namun untuk tersangka lainnya yaitu Perbekel, I Dewa Putu Artha Putra, Bendesa Adat, I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra masih dalam pemenuhan p19 dari Jaksa Penuntut Umum," bebernya.
Menurut Somya, jika dirunut keadaan dan situasi Dewa Nyoman Oka itu sendiri maka dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh para tersangka sangatlah sistematis dan terencana dengan baik. Oleh karenanya diperlukan penegakan hukum yang tegas dan utuh untuk menjerat para tersangka agar tidak lolos dari pertanggungjawaban hukum.
Pihaknya mengapresiasi penyidik dan kejaksaan yang telah melimpahkan dan menahan para tersangka selanjutnya demi utuhnya penegakan hukum tersebut dan mengadili pihak-pihak yang memanfaatkan kondisi disparitas sebagai objek kejahatan. Maka untuk para Tersangka lainnya yaitu Perbekel, I Dewa Putu Artha Putra Bendesa Adat I Wayan Artawan dan Kepala Dusun I Nyoman Sujendra juga harus segera dilengkapi berkas-berkasnya dan dilimpahkan kepada kejaksaan guna sama-sama memperoleh keadilan di muka persidangan.
"Para tersangka ini selain tidak menyadari kesalahannya juga melakukan manuver-manuver hukum guna lolos dari jeratan hukum salah satunya adalah mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan negeri Gianyar dimana para tersangka ini tidak memperhatikan Dewa Nyoman Oka sebagai penyandang disabilitas," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, tiga orang perangkat desa yakni I Nyoman Sujendra sebagai Kepala Dusun Tarukan Kaja, I Wayan Artawan sebagai Bendesa adat Pekraman Tarukan Kaja, dan I Dewa Putu Arta Putra sebagai Perbekel Pejeng Kaja, ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Bali bersama dua orang saudara kandung yakni, I Dewa Ketut Oka Merta dan I Nyoman Ngurah Swastika.
Ini buntut dari laporan seorang disabilitas I Dewa Nyoman Oka pada akhir 2017 lalu terkait adanya Proyek Operasi Nasional Agraria (PRONA) atau muncul sertifikat dari Pelayanan Pendaftaran Tanah Yang Sederhana, Mudah, Cepat Dan Murah Untuk Penerbitan Sertipikat atau Tanda Bukti Hak Atas Tanah. Yang mana, secara diam-diam, tanah korban di sertifikat atas nama dua orang saudara kandung tersebut. *nvi
Komentar