Berisi Kolam untuk Malukat, Pura Cuma Diempon 3 KK
Sebelum malukat ke Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar, pamedek lebih dulu wajib mampir dan menghaturkan canangsari ke pererapan suci di rumah Jro Mangku Ketut Kariasa yang berlokasi sekitar 100 meter di sebelah utara
Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar Banjar di Tebing Desa Jimbaran
MANGUPURA, NusaBali
Tak banyak orang tahu ada pura unik di wilayah Desa Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung, yang disebut Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar. Pura yang hanya diempon 3 kepala keluarga (KK) ini lokasinya tersembuyi di tebing kawasan Banjar Cengiling, Desa Jimbaran. Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar ini kerap digunakan untuk malukat, karena di dalamnya terdapat kolam air bening.
Akses masuk menuju Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar di Jimbaran ini bisa melalui dua jalur. Pertama, melalui jalur utama menuju pura. Kedua, melalui pintu gerbang Hotel Ayana, Jimbaran. Hanya saja, jalur utama menuju pura kini sedang dalam penataan, sehingga alurnya berliku dan penuh batu kapur. Jalurnya cukup berbahaya untuk dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat.
Sedangkan jika masuk melalui pintu gerbang Hotel Ayana, Anda harus melewati petugas keamanan yang berjaga di sana. Dengan menyebut hendak tangkil ke Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar, petugas jaga biasanya langsung mengizinkan masuk. Jika melalui pintu gerbang Hotel Ayana, kendaraan besar seperti bus pariwisata pun bisa melintas.
Sesuai namanya, suasana di dalam Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar sangat gelap. Perlu bantuan cahaya senter sebagai penerang bagi umat yang tangkil. Saat ini, Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar hanya diempon 3 KK dari keluarga Jro Mangku Ketut Kariasa, 80, yang ngayah sebagai pamangku di pura tersebut. Secara turun temurun, pura ini memang diempat keluarga Jro Mangku Ketut Kariasa.
Untuk bisa melakukan persembahyangan dan malukat (mandi suci), pamedek terlebih dulu wajib mampir ke rumah pamangku Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar, Jro Mangku Kariasa, yang berada sekitar 100 meter sebelah utara pura. Setiap hari, pamangku berusia 80 tahun ini selalu stanby di rumahnya untuk melayani pamedek yang hendak tangkil ke Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar. Setiap pamedek (umat yang tangkil) diwajibkan menghaturkan dua buah canangsari di pererepan suci pamangku yang berada di rumahnya. Setelah itu, barulah pamedek didampingi pamangku menuju Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar.
Pantauan NusaBali, ada sejumlah anak tangga menurun yang harus dilalui hingga tiba di pelataran Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar. Di pelataran inilah pemedek menghaturkan banten pejati dan mengucapkan keinginan serta harapan. Jro Mangku Ketut Kariasa pasti akan bertanya, siapa, dari mana, dan untuk apa tangkil ke Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar.
Setelah mengajukan tiga pertanyaan pokok tersebut, dengan gaya bahasanya yang khas, Jro Mangku Kariasa menyampaikan keinginan pamadek ketika menghaturkan banten pejati. Nah, setelah nunas tirta dan bija, barulah pamedek diizinkan untuk turun nmenuju goa petang.
“Kolam panglukatan ada di goa sedalam 30 meter. Pelan-pelan saja saat turun tangga, karena licin dan gelap,” saran Jro Mangku kepada NusaBali yang tangkil ke Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar untuk malukat pada Saniscara Wage Medangsia, Sabtu (19/1) lalu.
Pamangku berusia 80 tahun ini tidak ikut mendampingi NusaBali turun ke tebing Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar. Dia hanya mengutus anak sulungnya, I Wayan Sumadi, untuk memandu NusaBali. Selain Wayan Sumadi, dua cucu perempuan Jro Mangku Kariasa juga ikut turun seraya malukat di kolam dalam Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar.
Tidak ada aturan khusus ketika malukat di Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar. Pamedek bebas berenang, berendam, atau hanya duduk merenung di air kolam nan jernih. Hanya saja, pamedek tidak boleh kencing dalam kolam dan tak dibolehkan mengambil apa pun di dalam goa. “Pamedek bisa melukat sepuasnya. Kalau sudah dirasa cukup, tinggal bilang,” ujar Wayan Sumadi yang memandu NusaBali saat itu.
Kolam berisi air jernih itu sendiri posisinya melingkar, dengan diameter sekitar 4 meter. Saat itu, Wayan Sumadi berjaga di sisi barat kolam, yang konon airnya cukup dalam. Sedangkan sisi lainnya, masih aman untuk berenang. Hanya saja, harus tetap hati-hati karena setiap sisi adalah bebatuan. Salah injak sedikit, kaki bisa terluka. Setelah puas malukat, pamedek pun harus menyiapkan tenaga ekstra untuk menaiki anak tangga.
Menurut Jro Mangku Kariasa, pura di tebing Desa Jimbaran ini sudah ada sejak masa lampau. Pura ini diwarisinya secara turun temurun dari leluhur. Namun, Jro Mangku Kariasa sama sekali tidak tahu sejareah Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar ini. “Kami dapet (warisi) sudah seperti ini,” ungkap Jro Mangku Kariasa didampingi menantunya, Ni Ketut Peni.
Jro Mangku Kariasa mengisahkan, Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar ini hanya terdiri dari satu palinggih di mulut goa. Dulunya, warga sekitar menggunakan sumber air di Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar ini untuk keperluan konsumsi sehari-hari. Ketika belum ada lampu senter, warga mengambil air dengan penerangan nyala api obor.
"Saat ini, masyarakat sudah tidak lagi memanfaatkan goa ini sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Air di dalam goa ini hanya digunakan sebagai tempat malukat atau penyucian diri," jelas Jro Mangku Kariasa.
Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar berasal dari kata goa yang berarti goa, peteng yang berarti gelap, alam berarti terbentuk melalui proses alam, dan tunjung mekar berarti memiliki harapan seperti bunga terartai yang kembang sehingga banyak yang mencari atau menginginkan.
Di lokasi pura ini terdapat sebatang pohon Beringin besar persis di atas mulut goa. Di balik Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar ini terdapat dua goa, yaitu goa yang menuju arah utara untuk lokasi melukat dan goa yang menuju arah selatan untuk memohon air suci. Di dalam goa yang menuju arah selatan terdapat dua sumber air, yang merupakan simbol purusa (laki-laki) dan pradana (perempuan).
Untuk menuju sumber air tersebut, pamedek harus menuruni puluhan anak tangga. Di kedua goa tersebut banyak terdapat populasi kelelawar. Bahkan, kelelawar tersebut diyakini sebagai binatang suci yang menjaga Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar. Selain itu, di sana juga terdapat ular phyton yang diyakini sebagai duwe Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar.
Menurut Jro Mangku Kariasa, piodalan di Pura Goa Peteng Alam Tunjung Mekar dilaksanakan 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Radite Kliwon Madangkungan. Karena pura ini yanga diempon oleh 3 KK dari keluarga Jro Mangku Kariasa, maka hanya merekalah yang melaksanakan piodalan. *nvi
Komentar