Marmar Herayukti Bocorkan Karya Ogoh-ogoh Terbarunya
Dikenal sebagai seniman Ogoh-ogoh dengan segudang karya memukau, Putu Marmar Herayukti, 36, kembali mencetuskan karya baru untuk Pangerupukan pada Nyepi Tahun Baru Saka 1941.
DENPASAR, NusaBali
Pria yang sebelumnya tenar dengan karya Ogoh-ogoh bertajuk Salitarsa Subali Sugriwa (2016), Taru Pule (2017), dan Paksi Ireng (2018) ini pun membeberkan bahwa karyanya selanjutnya akan lebih banyak berbicara tentang ‘eksistensi manusia.’
Kepada NusaBali, pria asal Banjar Gemeh, Dauh Puri Kangin, Denpasar, ini pun memaparkan bahwa tujuan yang ingin ia sisipkan dari karya ini adalah untuk membangkitkan kesadaran, bahwa ada beberapa hal yang terbalik dalam pikiran manusia. Bahwa sebenarnya, jika manusia mengenali dirinya sendiri, banyak hal yang bisa digali dari diri manusia itu sendiri. Jika terbalik, orang cenderung mempelajari orang lain dan ingin dirinya seperti orang lain.
“Kemarin saya sudah bicara tentang ‘komunikasi’ yang harus dibangun di ‘Taru Pule’. Pada ‘Paksi Ireng’, saya bicara tentang ‘instrospeksi diri.’ Yang sekarang, saya ingin berbicara tentang sebuah kesadaran ‘kita ini siapa?’ Saya lihat orang-orang sekarang berpikir bahwa dirinya makhluk fisik, mereka adalah manusia yang dalam taraf tertentu mengalami keadaan spiritual. Menurut saya itu terbalik. Kita adalah makhluk spiritual yang mengalami pengalaman manusia,” ungkap Marmar, Kamis (24/1) lalu di studio tattoo miliknya.
Diketahui, bapak satu anak itu menggeluti dunia Ogoh-ogoh sejak duduk di bangku Sekolah Dasar. Hingga kini, tercatat sekitar 40 karya Ogoh-ogoh telah diciptakannya. Dari banyak karya tersebut, tidak sedikit pula yang berakhir sebagai juara di ajang-ajang perlombaan Ogoh-ogoh se-Kota Denpasar sekira tahun 2004, sampai-sampai ia dan timnya rehat selama 2 tahun (2017-2018) berkat peraturan yang mengharuskan penyabet juara berturut-turut sementara tidak boleh mengikuti perlombaan selama 2 tahun. Namun, di tahun 2019 ini, timnya diizinkan ikut kembali.
Selain aktif membuat Ogoh-ogoh untuk banjar dan juga dijual untuk acara-acara dan permintaan tertentu, Marmar yang juga menggeluti hobi di bidang musik, seni patung, dan olahraga ekstrem ini, pernah didaulat menjadi juri dalam perlombaan Ogoh-ogoh di berbagai kota di Bali, kecuali di tempat tinggalnya. Tidak mau meninggi, ia juga tampak ringan tangan membantu kerabatnya di banjar-banjar lain untuk membuat pernak-pernik untuk Ogoh-ogoh mereka. Baginya, meski berbeda banjar, persaudaraan harus tetap dijaga.
Berangkat dari alasan kesehatan dan lingkungan, Marmar juga menjadi pelopor Ogoh-ogoh kembali berbahan bambu dengan prinsip ‘ogoh-ogoh kembali ngulat’ sejak tahun tahun 2014. Hal itu disadarinya kembali pasca dirinya pernah membuat Ogoh-ogoh berbahan styrofoam hingga memakan 40 kantong plastik untuk mewadahi sampah-sampah yang ditinggalkan. Maka, berbergegaslah ia membuat pertemuan dengan sekaa teruna-teruni di Denpasar untuk membicarakan masalah tersebut. Akhirnya, kesepakatan Ogoh-ogoh kembali ngulat mencapai mufakat.
“Dari situ saya mulai aktif dalam hal Ogoh-ogoh kembali ke ulatan dan itu sudah tahun kelima sekarang. Saya datang ke desa-desa, saya kumpulin satu desa yang ada beberapa STT, kita bikin seminar kecil tentang Ogoh-ogoh. Nah, di situ mereka cerita, kesulitan mereka adalah membuat kepala ogoh-ogoh. Di situ, saya juga bikin workshop tentang bagaimana caranya bikin teknik membuat kepala ogoh-ogoh dengan ulatan bambu versi saya,” tutur pria lulusan SMA itu.
Meski kerap melahirkan karya-karya yang digandrungi setiap momen-momen Pangerupukan, pria yang mengaku selalu didukung istri tercintanya ini menegaskan, bahwa ia tidak pernah menyimpan Ogoh-ogohnya usai diarak. Sebagus apa pun, Ogoh-ogohnya selalu dipralina (dimusnahkan) dengan cara dibakar karena menurutnya, tugas Ogoh-ogoh itu telah selesai. “Oya, saya tidak pernah menyimpan Ogoh-ogoh saya. Ogoh-ogoh yang telah dipakai pasti dipralina atau dibakar karena dia lahir cuma sekali. Lahir, hidup, dan mati,” tutup Marmar penuh makna. *cr41
1
Komentar