nusabali

Bulan Bahasa Bali 2019: Momentum dan Langkah Nyata Pelestarian Bahasa dan Aksara Bali

  • www.nusabali.com-bulan-bahasa-bali-2019-momentum-dan-langkah-nyata-pelestarian-bahasa-dan-aksara-bali

Tak cukup dengan pakaian adat Bali dan penggunaan tulisan/aksara Bali di kawasan pemerintahan dan publik, Pemerintah Provinsi Bali juga menggalakkan penggunaan Bahasa Bali dengan dicetuskannya Bulan Bahasa Bali yang untuk pertama kalinya akan dilaksanakan pada bulan Februari 2019 dengan tema ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali Malarapan Antuk Ngrajegang Bahasa, Aksara lan Sastra Bali’.

DENPASAR, NusaBali

“ Kegiatan ini mengacu pada Peraturan Gubernur Bali Nomor 80 tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali,” Demikian disampaikan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Bali, I Dewa Gede Mahendra Putra, SH., MH., dalam siaran pers-nya Rabu (23/1).

Lebih lanjut Dewa Mahendra menjelaskan, bahwa kegiatan Bulan Bahasa Bali yang baru pertama kali digelar ini bakal diisi dengan berbagai kegiatan terkait dengan pengembangan dan pelestarian Bahasa Bali seperti festival, lomba, pameran, pertunjukan, seminar dan kegiatan lain. “Pelaksanaan Bulan Bahasa ini akan dilaksanakan secara menyeluruh di Kabupaten/Kota se-Bali bahkan hingga ke tingkat desa. Setelah pembukaan pada tanggal 1 Februari mendatang, maka dimulai pula beragam kegiatan untuk mendukung pelaksanaan bulan bahasa tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Panitia Bulan Bahasa Bali Prof. Dr. Drs. I Nyoman Suarka, M.Hum menyatakan kegiatan Bulan Bahasa Bali ini merupakan momentum yang sangat strategis dan langkah konkrit dalam usaha pelestarian dan pengembangan Bahasa Bali oleh pemerintah provinsi. “Kegiatan ini sebagai bentuk komitmen Pemprov Bali, dimana Bali merupakan pilot project kemajuan dan pembangunan kebudayaan seperti yang selama ini didengungkan,” kata akademisi dari Universitas Udayana ini.

Prof Suarka juga tak lupa menghimbau tiap kabupaten/Kota tidak perlu khawatir dengan kendala yang mungkin ditemui di lapangan seperti rasa takut salah saat menggunakan Bahasa Bali. “Bulan Bahasa ini, tidak perlu takut untuk berbahasa Bali. Jangan takut salah karena tidak akan ada yang menyalahkan. Kita semua sama-sama belajar di sini, perlu pembiasaan diri apalagi ini baru pertama kali dilaksanakan. Saya yakin pasti bisa dan terbiasa. Di luar itu, saya bersyukur meski dalam keterbatasan semua kabupaten/kota punya komitmen yang sama. Saya juga punya keyakinan pelaksanaan ini meskipun yang pertama, tapi bukan yang terakhir,” tutur Prof Suarka yang dalam pelaksanaan kali ini sudah bergerak bersama tim sejak Bulan November 2018 lalu.

Bahasa Bali menurut Prof Suarka, tetap eksis dan ajeg dalam perjalanannya mulai dari jaman Bali kuno hingga di jaman modern seperti saat ini. “Kenapa demikian? Karena Bahasa Bali ini punya keunggulan selain bahasa, juga ada aksara dan sastranya. Pun demikian Bahasa Bali juga punya fungsi integral dalam kehidupan sosial, budaya dan agama orang Bali. Yang dikhawatirkan menurut saya, bukan Bahasa Bali secara umum tapi bagaimana berbahasa Bali yang sesuai anggah-ungguh,” jelasnya. Optimisme dengan eksistensi Bahasa Bali menurut Suarka tak lepas dari ‘sifat’ Bahasa Bali yang terbuka terhadap kata-kata serapan asing sehingga dia senantiasa berkembang. “Ini disebut kruna mider, kata yang berlaku untuk semua tanpa peduli sor singgih,” tambahnya.

Terkait Bulan Bahasa Bali Februari mendatang, Prof Suarka menyebut gelaran tersebut jadi momentum luar biasa untuk melihat sejarah Bahasa Bali sehingga tidak terputus generasi, selalu ada pewarisan dan penerusan antar generasi. “Di sana pentingnya Bulan Bahasa Bali menurut saya,” tandasnya.

Di sisi lain, Ketua Tim Ahli/Penilai Bulan Bahasa Bali Drs. I Gede Nala Antara berharap jajaran OPD dan pegawai pemerintahan mampu menjadi contoh untuk penggunaan Bahasa Bali di bulan Februari mendatang. “Hal tersebut agar Bulan Bahasa Bali ini benar-benar punya dampak di tengah masyarakat, di kehidupan sehari-hari dan terutama bagi generasi muda agar bisa turut serta,” imbau Dosen Sastra Bali Universitas Udayana tersebut. “Para akademisi pun saya imbau untuk menyertakan para mahasiswanya untuk menyukseskan Bulan Bahasa Bali ini, contohnya dengan turut berkompetisi di berbagai lomba yang diadakan terutama di media-media sosial seperti lomba membuat srtatus, lomba membuat meme dan sebagainya,” imbuh Nala Antara.

Plt Kepala Dinas Kebudayaan Putu Astawa yang bertindak selaku pelaksana mengutarakan kegembiraannya setelah mendengarkan kesiapan seluruh Kabupaten/Kota se-Bali yang berkomitmen untuk mengikuti ragam acara dan lomba dalam rangka Bulan bahsa Bali yang baru pertama kali digelar ini. “Saya bersyukur seluruh kabupaten/kota kompak dan antusias untuk turut serta, mengirimkan wakilnya serta melaksanakan berbagai acara di tingkat daerah di Bulan Bahasa Bali,” katanya.

Menurut Astawa, diluar kendala-kendala yang ditemui di lapangan ia meyakini kabupaten dan kota seluruh Bali yang dimotori penyuluh Bahasa Bali dan Dinas Kebudayaan di tiap-tiap kabupaten punya komitmen yang sama dalam hal ini. “ Kita semua saya lihat punya pandangan yang sama untuk aksi nyata pelestarian dan pengembangan Bahasa dan Aksara Bali, sesuai dengan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali No. 80 Tahun 2018 tentang Perlindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali,” tukas Astawa.

Pernyataan tersebut didukung Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Bulan Bahasa Bali, Made Mahesa Yuma Putra yang menyebut peserta berbagai lomba seperti festival nyurat lontar massal yang dilaksanakan serangkaian pembukaan Bulan Bahasa juga telah dipastikan keikutsertaannya. “Peserta sudah dipastikan, 1.000 orang dari kalangan siswa SMP sampai mahasiswa hingga masyarakat umum akan berpartisipasi,” tandasnya. “Demikian pula dengan kegiatan-kegiatan lain seperti lomba komik online berbasis bahasa, aksara dan sastra Bali, lomba pembuatan meme berbasis bahasa, aksara, dan sastra Bali, lomba postingan status berbahasa Bali di media sosial, serta lomba vlog berbahasa Bali. Selain lomba, juga akan diadakan seminar, pameran, pertunjukan, serta penganugerahan. “Intinya dalam bulan Bahasa Bali yang meskipun pertama kali digelar kita rancang agar semarak dan yang paling penting mampu memberikan kontribusi bagi pengembangan dan pemeliharaan Bahasa Bali,” ujarnya lagi.

Para penyuluh Bahasa Bali pun seperti mendapatkan momentum dan wadah bagi mereka untuk menunjukkan hasil kerja dan program yang telah disusun. Seperti yang dituturkan Wayan Suarmaja, koordinator penyuluh Bahasa Bali.  “Bulan Bahasa Bali kami anggap tempat yang sangat baik bagi kami untuk eksistensi para penyuluh dan anak didiknya untuk mendapatkan ‘panggung’. Kami sangat antusias dan mendukung, contohnya dengan pengerahan penyuluh untuk turut serta nyurat lontar, pameran atau yang lain sesuai dengan kebijakan daerah dan desa masing-masing,” kata Suarmaja. Untuk tingkat kabupaten/kota, pihaknya juga telah melakukan koordinasi bahkan hingga ke desa-desa dengan peran penyuluh Bahasa Bali sebagai ujung tombak utama sosialisasi program anyar Pemprov Bali ini.

Di tingkat kabupaten/kota diwajibkan mengadakan festival, lomba ngenter paruman antar OPD, lomba nyurat akasara Bali anak-anak, ngwacen aksara Bali daha atau truna, nyatua Bali krama istri (PKK), sambrama wacana antar OPD, debat bahasa Bali dan pameran serta pertunjukan. Sedangkan sebagai penutup Bulan Bahasa juga akan dilaksanakan penyerahan penghargaan Bali Kerthi Nugraha Mahottama terhadap insan masyarakat yang berjasa terhadap pelestarian dan pengembangan Bahasa, aksara dan Sastra Bali. Untuk kompetisi berbasis media sosial saya mengajak semua kalangan untuk turut berpartisipasi karena pendaftarannya masih terbuka hingga tanggal 10 Februari 2019 dan memperebutkan hadiah jutaan rupiah. *

Komentar