BMKG Mengkaji Pemasangan Alat Deteksi Banjir Rob di Legian
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika berencana memasang alat pendeteksi banjir rob di Muara Tukad Mati, Legian, Kecamatan Kuta, Badung.
MANGUPURA, NusaBali
Pemasangan alat pendeteksi tersebut sebagai bentuk antisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Pasalnya, selain kawasan wisata dan kawasan padat penduduk, dimungkinkan lagi adanya penurunan permukaan tanah akibat penggunaan air tanah berlebihan. Pendeteksi dini ini bisa mendeteksi tiga jam sebelum kejadian banjir rob.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo, menerangkan sebagai negara maritim, Indonesia memiliki bentangan garis pantai terpanjang ketiga di dunia. Dengan bentangan 99.093 kilometer, tentu sangat rentan dengan terjadinya banjir rob. Atas dasar itu, BMKG bekerjasama dengan World Meteorological Organization (WMO) melakukan upaya penanganan adanya banjir rob dengan memasang alat peringatan dini. Pemasangan alat peringatan dini itu sudah diuji coba di Jakarta dan Semarang. Diakuinya, peringatan dini yang ditangkap oleh alat tersebut terjadi tiga jam sebelum kejadian. Dengan demikian, peringatan itu langsung diterima masyarakat sekitar dan bisa mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. “Pilot projectnya sudah dilakukan di Jakarta dan Semarang. Diharapkan, kami akan melakukan pemasangan di kawasan pantai padat penduduk dan tentunya juga Bali sebagai destinasi wisata,” katanya ditemui di sela-sela acara Coastal Inundation Forcasting Demonstration Project Indonesia (CIFDP-I) di Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Senin (28/1) siang.
Diakuinya, bicara soal potensi banjir rob, Bali memang masuk, karena merupakan wilayah kota pinggiran pantai yang notabene banyak dihuni oleh masyarakat serta wisatawan. Di sisi lain, penggunaan air tanah yang berlebihan juga memicu turunnya permukaan tanah. Hal ini pula dapat mempercepat kondisi pesisir rawan akan banjir rob, tidak terkecuali kawasan Muara Tukad Mati, Legian, Kecamatan Kuta, Badung. Sehingga, ke depannya BMKG akan melakukan pengkajian lebih dalam untuk pemasangan alat tersebut. “Bicara masalah Bali, tentu juga menjadi fokus kami. Kami harapkan, dengan keberhasilan project ini bisa diimplementasikan di Bali khususnya di Kuta dan Legian (Muara Tukad Mati) ini. Di sisi lain, kami juga akan lakukan penelitian terlebih dahulu terhadap potensi-potensi yang ada seperti potensi hujan, banjir kiriman dari hulu dan lainnya,” urai Mulyono Prabowo.
Sistem peringatan dini banjir rob (coastal inundation) tersebut melibatkan lima kementerian atau lembaga, yaitu Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial, dan Direktorat Kesiapsiagaan BNPB.
Dalam sistem itu, masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban dalam pelaksanaan kegiatan ini demi tercapainya tujuan pembangunan sistem peringatan dini banjir pesisir yang diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat pesisir.
“Secara teknis BMKG akan memberikan informasi cuaca baik di darat maupun di laut. Kemudian informasi cuaca tersebut akan dikombinasikan dengan berbagai data lain seperti pasang surut laut dan sensitifitas daerah terhadap banjir kiriman,” ujar Mulyono Prabowo. *dar, ant
Pemasangan alat pendeteksi tersebut sebagai bentuk antisipasi kejadian yang tidak diinginkan. Pasalnya, selain kawasan wisata dan kawasan padat penduduk, dimungkinkan lagi adanya penurunan permukaan tanah akibat penggunaan air tanah berlebihan. Pendeteksi dini ini bisa mendeteksi tiga jam sebelum kejadian banjir rob.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Mulyono Rahadi Prabowo, menerangkan sebagai negara maritim, Indonesia memiliki bentangan garis pantai terpanjang ketiga di dunia. Dengan bentangan 99.093 kilometer, tentu sangat rentan dengan terjadinya banjir rob. Atas dasar itu, BMKG bekerjasama dengan World Meteorological Organization (WMO) melakukan upaya penanganan adanya banjir rob dengan memasang alat peringatan dini. Pemasangan alat peringatan dini itu sudah diuji coba di Jakarta dan Semarang. Diakuinya, peringatan dini yang ditangkap oleh alat tersebut terjadi tiga jam sebelum kejadian. Dengan demikian, peringatan itu langsung diterima masyarakat sekitar dan bisa mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan. “Pilot projectnya sudah dilakukan di Jakarta dan Semarang. Diharapkan, kami akan melakukan pemasangan di kawasan pantai padat penduduk dan tentunya juga Bali sebagai destinasi wisata,” katanya ditemui di sela-sela acara Coastal Inundation Forcasting Demonstration Project Indonesia (CIFDP-I) di Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung, Senin (28/1) siang.
Diakuinya, bicara soal potensi banjir rob, Bali memang masuk, karena merupakan wilayah kota pinggiran pantai yang notabene banyak dihuni oleh masyarakat serta wisatawan. Di sisi lain, penggunaan air tanah yang berlebihan juga memicu turunnya permukaan tanah. Hal ini pula dapat mempercepat kondisi pesisir rawan akan banjir rob, tidak terkecuali kawasan Muara Tukad Mati, Legian, Kecamatan Kuta, Badung. Sehingga, ke depannya BMKG akan melakukan pengkajian lebih dalam untuk pemasangan alat tersebut. “Bicara masalah Bali, tentu juga menjadi fokus kami. Kami harapkan, dengan keberhasilan project ini bisa diimplementasikan di Bali khususnya di Kuta dan Legian (Muara Tukad Mati) ini. Di sisi lain, kami juga akan lakukan penelitian terlebih dahulu terhadap potensi-potensi yang ada seperti potensi hujan, banjir kiriman dari hulu dan lainnya,” urai Mulyono Prabowo.
Sistem peringatan dini banjir rob (coastal inundation) tersebut melibatkan lima kementerian atau lembaga, yaitu Pusat Meteorologi Maritim BMKG, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air Kementerian PUPR, Direktorat Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Pusat Jaring Kontrol Geodesi dan Geodinamika Badan Informasi Geospasial, dan Direktorat Kesiapsiagaan BNPB.
Dalam sistem itu, masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban dalam pelaksanaan kegiatan ini demi tercapainya tujuan pembangunan sistem peringatan dini banjir pesisir yang diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap masyarakat pesisir.
“Secara teknis BMKG akan memberikan informasi cuaca baik di darat maupun di laut. Kemudian informasi cuaca tersebut akan dikombinasikan dengan berbagai data lain seperti pasang surut laut dan sensitifitas daerah terhadap banjir kiriman,” ujar Mulyono Prabowo. *dar, ant
Komentar