Tabanan ‘Miliki’ 590 Penderita ODGJ
Eks ODGJ Diberdayakan di Panti Laras Dinas Sosial
TABANAN, NusaBali
Jumlah pengidap gangguan jiwa atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Tabanan saat ini diklaim menurun. Berdasarkan data tahun 2019 tercatat ODGJ di Tabanan sebanyak 590 orang, dibandingkan tahun 2018 mencapai 602 orang. Meskipun menurun diprediksi jumlah ODGJ di 133 desa di Tabanan masih tercecer alias belum terdata. Dinas Sosial mengimbau desa segera mengurus.
Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Dinas Sosial Tabanan Driana Rika Rona, menjelaskan jumlah ODGJ di tahun 2019 ini menurun. Dari 602 orang di 2018, sekarang di awal tahun 2019 mencapai 590 orang. “Menurunnya ini karena ada yang meninggal dan sudah sembuh,” ucapnya, Minggu (3/2).
Meskipun demikian, diakui Rika Rona masih ada yang tercecer atau belum terdata. Karena masih ada desa di Tabanan yang belum setorkan data terbaru ke Dinas Sosial. Sehingga dia mengimbau desa untuk mengurus dan menyetor data ke Dinas Sosial Tabanan. “Dari jumlah 590 itu, ada yang masih dirawat di RSJ Bangli dan ada yang dirawat di Panti Laras Dinas Sosial Tabanan,” imbuhnya.
Dijelaskan Rika Rona biasanya penyebab ODGJ di Tabanan dominan karena faktor ekonomi. Dan penyebab ODGJ kumat adalah seringnya putus obat, karena pihak keluarga tidka teratur memberikan obat. “Maka dari itu kami imbau kepada keluarga dan desa bila mana ada penderita ODGJ dan belum punya BPJS, segera diurus agar bisa memberikan pengobatan kepada penderita ODGJ. Karena mereka sama dengan kita, wajib ditangani,” tegasnya.
Ditambahkan Rika Rona, di Tabanan untuk membantu merawat ODGJ sudah memiliki Panti Laras berlokasi di Banjar Wanasara, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan. Bangunan yang dimanfaatkan untuk Panti Laras tersebut merupakan sebagian rumah dinas milik Pemkab Tabanan yang selama ini tidak berpenghuni. Di panti ini para eks pengidap gangguan jiwa ini akan diberdayakan lewat bimbingan oleh Dinas Sosial Tabanan agar bisa memberikan perawatan maksimal sehingga tidak rentan kambuh.
“Mereka ini masih punya keluarga, dan dari pihak keluarga mereka sudah memberikan izin agar dirawat oleh kami. Termasuk nanti jika ada eks ODG telantar akan dibawa ke Panti Laras untuk diberdayakan,” tuturnya.
Sedangkan mereka (ODGJ) yang dalam perawatan keluarga, Rika Rona berharap keluarga selalu memberikan perhatian dan tidak sampai putus obat. Menurutnya, pasien dengan gangguan jiwa (ODGJ) dikatakannya sangat membutuhkan penanganan yang komprehensif. Pasalnya, pasien gangguan jiwa menghadapi tantangan sosial di masyarakat yang tidak kalah berat untuk mentalnya, seperti penolakan, pengucilan, dan diskriminasi.
“Perlu kiranya ada keberlanjutan bagi mereka setelah menjalani serangkaian pengobatan, agar mereka bisa mandiri dan diterima di tengah masyarakat lagi. Salah satunya dengan membekali keterampilan, sekaligus untuk terapi kesembuhan. Seperti berkebun, membuat dupa. Dan kami juga ada semacam pelatihan itu,” tandasnya. *de
Jumlah pengidap gangguan jiwa atau orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) di Kabupaten Tabanan saat ini diklaim menurun. Berdasarkan data tahun 2019 tercatat ODGJ di Tabanan sebanyak 590 orang, dibandingkan tahun 2018 mencapai 602 orang. Meskipun menurun diprediksi jumlah ODGJ di 133 desa di Tabanan masih tercecer alias belum terdata. Dinas Sosial mengimbau desa segera mengurus.
Kepala Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Dinas Sosial Tabanan Driana Rika Rona, menjelaskan jumlah ODGJ di tahun 2019 ini menurun. Dari 602 orang di 2018, sekarang di awal tahun 2019 mencapai 590 orang. “Menurunnya ini karena ada yang meninggal dan sudah sembuh,” ucapnya, Minggu (3/2).
Meskipun demikian, diakui Rika Rona masih ada yang tercecer atau belum terdata. Karena masih ada desa di Tabanan yang belum setorkan data terbaru ke Dinas Sosial. Sehingga dia mengimbau desa untuk mengurus dan menyetor data ke Dinas Sosial Tabanan. “Dari jumlah 590 itu, ada yang masih dirawat di RSJ Bangli dan ada yang dirawat di Panti Laras Dinas Sosial Tabanan,” imbuhnya.
Dijelaskan Rika Rona biasanya penyebab ODGJ di Tabanan dominan karena faktor ekonomi. Dan penyebab ODGJ kumat adalah seringnya putus obat, karena pihak keluarga tidka teratur memberikan obat. “Maka dari itu kami imbau kepada keluarga dan desa bila mana ada penderita ODGJ dan belum punya BPJS, segera diurus agar bisa memberikan pengobatan kepada penderita ODGJ. Karena mereka sama dengan kita, wajib ditangani,” tegasnya.
Ditambahkan Rika Rona, di Tabanan untuk membantu merawat ODGJ sudah memiliki Panti Laras berlokasi di Banjar Wanasara, Desa Bongan, Kecamatan Tabanan. Bangunan yang dimanfaatkan untuk Panti Laras tersebut merupakan sebagian rumah dinas milik Pemkab Tabanan yang selama ini tidak berpenghuni. Di panti ini para eks pengidap gangguan jiwa ini akan diberdayakan lewat bimbingan oleh Dinas Sosial Tabanan agar bisa memberikan perawatan maksimal sehingga tidak rentan kambuh.
“Mereka ini masih punya keluarga, dan dari pihak keluarga mereka sudah memberikan izin agar dirawat oleh kami. Termasuk nanti jika ada eks ODG telantar akan dibawa ke Panti Laras untuk diberdayakan,” tuturnya.
Sedangkan mereka (ODGJ) yang dalam perawatan keluarga, Rika Rona berharap keluarga selalu memberikan perhatian dan tidak sampai putus obat. Menurutnya, pasien dengan gangguan jiwa (ODGJ) dikatakannya sangat membutuhkan penanganan yang komprehensif. Pasalnya, pasien gangguan jiwa menghadapi tantangan sosial di masyarakat yang tidak kalah berat untuk mentalnya, seperti penolakan, pengucilan, dan diskriminasi.
“Perlu kiranya ada keberlanjutan bagi mereka setelah menjalani serangkaian pengobatan, agar mereka bisa mandiri dan diterima di tengah masyarakat lagi. Salah satunya dengan membekali keterampilan, sekaligus untuk terapi kesembuhan. Seperti berkebun, membuat dupa. Dan kami juga ada semacam pelatihan itu,” tandasnya. *de
Komentar