Madiksa di Usia 23, Sempat Didatangi Sosok Ida Batara Jogor Manik
Ida Mas Dalem Segara sejak kecil sudah melik dan mampu melihat sosok-sosok yang tidak kasat mata, bahkan sampai bisa mengingat dan merasakan proses bagaimana dia dilahirkan.
Ida Mas Dalem Segara, Sulinggih dari Generasi Milenial Asal Desa Sading, Kecamatan Mengwi
MANGUPURA, NusaBali
Ida Mas Dalem Segara, 24, boleh jadi merupakan sulinggih termuda di Bali saat ini. Sulinggih asal Griya Mas Dalem Segara di Banjar Negara, Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Badung ini didiksa (diupacarai penobatan sebagai sulinggih) pada Maret 2018 lalu, saat usianya menginjak 23 tahun. Sulinggih yang semasa walaka bernama Andika Putra ini pernah mati suri hingga didatangi sosok mirip Ida Bhatara Jogor Manik.
MANGUPURA, NusaBali
Ida Mas Dalem Segara, 24, boleh jadi merupakan sulinggih termuda di Bali saat ini. Sulinggih asal Griya Mas Dalem Segara di Banjar Negara, Desa Sading, Kecamatan Mengwi, Badung ini didiksa (diupacarai penobatan sebagai sulinggih) pada Maret 2018 lalu, saat usianya menginjak 23 tahun. Sulinggih yang semasa walaka bernama Andika Putra ini pernah mati suri hingga didatangi sosok mirip Ida Bhatara Jogor Manik.
Guru nabe dari Ida Mas Dalem Segara adalah Ida Pandita Mpu Nabe Giri Natha, sulinggih asal Griya Gede Penida, Bangli. Gelar Ida Mas Dalem Segara diperolehnya dari panugerahan Tuhan. Mas berarti kemakmuran (kebahagiaan), Dalem merupakan gelar di mana semua perilaku atau pikiran datangnya dari hati (Tri Kaya Parisudha). Sedangkan Segara berarti di mana pun seseorang berada di Bali, pasti selalu dikelilingi oleh segara/laut sebagai simbol pembersihan.
“Jadi, arti nama tersebut secara keseluruhan adalah ketika seseorang ingin menjadi mas atau bersinar, semua itu ada dalam diri, melalui proses-proses pelukatan atau pembersihan terlebih dulu,” ungkap Ida Mas Dalem Segara saat ditemui NusaBali di kediamannya yakni Griya Mas Dalem Segara yang berlokasi di Jalan Cangkupan Desa Sading, Rabu (30/1) lalu.
Ida Mas Dalem Segara mengisahkan, semula dirinya sama sekali tidak punya bayangan akan menjadi seorang sulinggih. Menurut anak sulung dari dua bersaudara ini, tidak satu pun dari keluarganya yang melik. Namun, Ida Mas Dalem Segara---yang mengaku bahwa leluhurnya adalah Mpu Sidhi Mantra---sejak kecil sudah melik. Ida Mas Dalem Segara sejak kecil mampu melihat sosok-sosok yang tidak kasat mata, bahkan sampai bisa mengingat dan merasakan proses bagaimana dia dilahirkan.
Ketika usianya menginjak 16 tahun, Ida Mas Dalem Segara telah menggemari hal-hal yang berbau budaya dan mistis. Kecintaannya terhadap budaya dan hal berbau mistis tersebut kemudian disalurkannya melalui hobi pada benda-benda spiritual, seperti keris. “Bahkan, saya tertarik mempelajari isi dan makna daripada keris tersebut,” kenang sulinggih yang menempuh pendidikan formal di SD 3 Saraswati Denpasar, SMP 1 Saraswati Denpasar, dan SMA Santo Yoseph Denpasar ini.
Tanpa disangka, masalah demi masalah mulai datang menghampiri Ida Mas Dalem Segara. Dia sempat jatuh sakit hingga mati suri. Beberapa bagian tubuhnya seperti mata, telinga, dan hidung sampai mengeluarkan darah. Ida Mas Dalem Segara pun dirujuk ke rumah sakit untuk menjalani perawatan intensif, dengan ditangani 4 dokter.
Namun, dokter yang menanganinya tidak bisa mendiagnose penyakit apa yang diderita Ida Mas Dalem Segara. “Sempat saya dikira kena HIV/Aids, tapi saya marah. HIV dari mana? Sebenarnya saya merasakan tubuh saya normal, malahan saya nyanyi-nyanyi di ruang isolasi,” tutur Ida Mas Dalem Segara.
Nah, selama dirawat di rumah sakit itulah, setiap malam Ida Mas Dalem Segara didatangi sosok yang digambarkan mirip Ida Batara Jogor Manik, yang ingin mencabut nyawanya. Ida Mas Dalem Segara juga sempat berkomunikasi dengan sosok Ida Batara Jogor Manik tersebut. Dalam komunikasi tersebut, dia meminta waktu tetap hidup agar bisa ngayah melayani umat dan meninggalkan kesan yang baik.
“Kepada sosok mirip Ida Batara Jogor Manik, saya memang minta waktu untuk ngayah. Masa saya hidup tidak pernah berbuat baik? Ketika ditanya Sang Suratma nanti, setidaknya saya bisa menjawab kebaikan apa yang telah saya lakukan di dunia dan berguna untuk masyarakat saya,” jelas sulinggih yang bercita-cita ingin menjadi Presiden ini.
Pasca sembuh dari sakit anehnya, saat usia 18 tahu, Ida Mas Dalem Segara kemudian ngayah di Griya Anyar Tanah Kilap, Kecamatan Kuta, Badung, menjadi pamangku hingga usianya menginjak 22 tahun. Setelah ngayah sebagai pamangku itulah, Ida Mas Dalem Segara baru mulai mengerti mengenai sesuhunan, barong, rangda, dan petapakan-petapakan lainnya. Dia juga mulai memahami diri dan siapa yang disungsungnya. Ida Mas Dalem Segara nyungsung Pelawatan Ratu Ayu pada saat itu.
Ida Mas Dalem Segara kemudian membuat perjanjian dalam dirinya, bahwa dia harus menikah sebelum upacara madiksa sebagai sulinggih. Dia pun menikahi wanita pujaannya di usia 23 tahun pada 2017 silam, hingga dikaruniai seorang putra yang rupawan.
Setelah menikah dan memiliki anak, barulah Ida Mas Dalem Segara menjalani tahap menjadi Jro Gede selama 6 bulan, sebelum akhirnya didiksa oleh Ida Pandita Mpu Nabe Giri Natha, sulinggih dari Griya Gede Penida, Bangli. Ida Mas Dalem Segara memiliki penyungsung yang tersebar di berbagai daerah di Bali dan Lombok (NTB).
Berbekal prinsip ngayah kepada umat dan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Ida Mas Dalem Segara rutin membuatkan upacara matatah massal setiap beberapa minggu atau bulan secara gratis untuk umat yang terbentur biaya. “Untuk yang tidak mampu secara ekonomi, tidak saya bebani biaya, hanya seikhlas dan semampunya saja, bahkan digratiskan. Yang penting, intinya asah, asih, asuh,” kata sulinggih kelahiran 24 Oktober 1994 ini.
Menjadi sulinggih di usia yang sangat muda, tidaklah mudah bagi Ida Mas Dalem Segara. Sulinggih dari generasi milenial ini terkadang diterpa berbagai cemoohan. Namun, Ida Mas Dalem Segara tetap berusaha sabar dan fokus dalam dalam menjalankan tugasnya untuk melayani umat.
“Cara untuk mengatasi ketika orang tidak suka dengan kondisi saya seperti niki, sederhana sebenarnya. Ketika kita menuntut orang untuk menjadi orang dewasa, harus dengan cara yang dewasa. Cara dewasa adalah dengan cara kita diam, agar kita bisa membuktikan bahwa prilaku kita adalah dewasa, bukan kekanak-kanakan. Kalau kita mencemooh balik, kita sama saja dengan seperti mereka,” terang Ida Mas Dalem Segara. *cr41
1
Komentar