Satpol PP Bali Tutup 3 Lokasi Galian C
Tiga lokasi galian C di Banjar Sangging, Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Tabanan, belum berizin. Hari ini pemilik dimintai keterangan di kantor Satpol PP Bali.
TABANAN, NusaBali
Sebanyak 12 orang personel Satpol PP Provinsi Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) di tiga lokasi galian C di Banjar Sangging, Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan pada Senin (11/2). Hasilnya, seluruh galian C yang disidak ternyata ilegal. Oleh karena itu Satpol PP Bali menutup operasional galian C sekaligus mengamankan barang bukti berupa mesin dan bongkahan batu padas.
Pantauan di lapangan, Satpol PP Provinsi Bali datang sekitar pukul 10.00 Wita dipimpin oleh Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Provinsi Bali I Gusti Ngurah Adnyana. Kedatangan tim tersebut sempat membuat para pekerja galian C yang sedang beraktivitas, kaget dan kabur hingga motor dan mesin yang digunakan untuk mengangkut batu padas ditinggal.
Saat dilakukan pengecekan izin terhadap pelaku usaha penambangan, seluruhnya tidak bisa menunjukkan perizinan. Bahkan pekerja dari pelaku usaha ada yang tidak mempunyai KTP maupun Kipem. Dengan kondisi tersebut seluruhnya dikumpulkan oleh Satpol PP Tabanan untuk dimintai keterangan. Dan pelaku penambangan akan dipanggil ke kantor Satpol PP Provinsi Bali untuk dimintai keterangan.
Untuk diketahui lokasi galian C ini tergolong baru dan letaknya tersembunyi. Tidak banyak warga yang mengetahui karena lokasi berada dekat dengan setra Banjar Sangging, Desa Kelating. Namun warga tidak asing dengan aktivitas di galian C tersebut karena suara mesin pemotong batu padas sangat bising terdengar dari kejauhan.
Kabid Trantib Satpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Darmadi, menjelaskan sesuai dengan hasil pengecekan ada tiga lokasi tempat penambangan yang dimiliki oleh tiga orang. Ketiga pemilik galian C adalah I Made Suada, I Made Ginawa Duarsa, dan I Wayan Surata. Ketiganya adalah warga Banjar Sangging, Desa Kelating. “Tiga lokasi galian C luasnya berbeda-beda, dimiliki oleh tiga orang,” ujarnya.
Namun sayang saat dilakukan pengecekan dokumen terkait izin, tiga pelaku penambang tidak bisa menunjukkan. Dengan kondisi tersebut mereka dipanggil ke Kantor Satpol PP Provinsi Bali pada Selasa (12/2) untuk dimintai keterangan. “Sekaligus kami tutup galian C ini sembari menunggu keputusan lebih lanjut,” tegas Dewa Darmadi.
Ditambahkan Dewa Darmadi, meskipun pelaku penambangan sudah dipanggil, pihaknya tetap akan melakukan pemantauan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui luas perusakan lingkungan akibat galian C tersebut. “Keputusan tetap ada di tangan pimpinan, apakah nanti dibawa ke jalur hukum atau seperti apa. Sekarang kami panggil dulu dan minta keterangan lebih lanjut,” tandasnya.
Ditambahkan Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Provinsi Bali I Gusti Ngurah Adnyana, bahwa untuk proses pengurusan izin harus ada rekomendasi tentang kajian lingkungan dan informasi tata ruang dari kabupaten. Sehingga rekomendasi itulah yang dipakai acuan provinsi apakah bisa diterbitkan izin atau tidak. “Di provinsi kan memang tugasnya mengeluarkan izin, tetapi harus ada rekomendasi jelas dari kabupaten,” tuturnya.
Sementara itu, salah seorang pelaku penambangan I Made Suada mengaku sudah sempat mengurus izin ke Pemerintah Kabupaten Tabanan namun sampai saat ini belum ada rekomendasi. “Sejujurnya saya tidak mau bekerja seperti ini, rasanya saya seperti kriminal. Kalau besok (hari ini) saya dipanggil, akan datang menjelaskan biar dapat solusi,” ucapnya.
Dia menjelaskan lahan galian C yang sedang dicari batu padasnya seluas 1 are adalah milik orang. Dia sifatnya mengontrak dengan perjanjian satu tahun Rp 20 juta. “Kalau kedalaman galian C di sini hanya 10 meter saja, lepas itu kwalitas batunya sudah tidak bagus,” jelasnya.
Suada mengaku sudah melakukan penggalian sekitar 2 tahun. Dia membawa 4 orang pekerja dengan upah borongan. Per biji batu padas dihargai Rp 250 bagi yang tugas memotong. Sementara yang bertugas membelah atau dinamakan ngupak per biji berikan upah Rp 500.
Hal serupa disampaikan oleh I Made Ginawa Duarsa. Dia mengaku melakukan usaha penambangan baru 8 bulan di tanah miliknya sendiri dengan luas 1 are. “Baru saya, baru 8 bulan dan saya hanya mempekerjakan tiga orang,” akunya.
Diterangkan batu padas yang dihasilkan biasanya ada yang mencari ke lokasi. Dijual dengan harga Rp 3.000 per biji. “Ada yang mencari ke sini, dan biasanya orang lokal digunakan untuk pondasi,” jelasnya. *de
Sebanyak 12 orang personel Satpol PP Provinsi Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) di tiga lokasi galian C di Banjar Sangging, Desa Kelating, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan pada Senin (11/2). Hasilnya, seluruh galian C yang disidak ternyata ilegal. Oleh karena itu Satpol PP Bali menutup operasional galian C sekaligus mengamankan barang bukti berupa mesin dan bongkahan batu padas.
Pantauan di lapangan, Satpol PP Provinsi Bali datang sekitar pukul 10.00 Wita dipimpin oleh Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Provinsi Bali I Gusti Ngurah Adnyana. Kedatangan tim tersebut sempat membuat para pekerja galian C yang sedang beraktivitas, kaget dan kabur hingga motor dan mesin yang digunakan untuk mengangkut batu padas ditinggal.
Saat dilakukan pengecekan izin terhadap pelaku usaha penambangan, seluruhnya tidak bisa menunjukkan perizinan. Bahkan pekerja dari pelaku usaha ada yang tidak mempunyai KTP maupun Kipem. Dengan kondisi tersebut seluruhnya dikumpulkan oleh Satpol PP Tabanan untuk dimintai keterangan. Dan pelaku penambangan akan dipanggil ke kantor Satpol PP Provinsi Bali untuk dimintai keterangan.
Untuk diketahui lokasi galian C ini tergolong baru dan letaknya tersembunyi. Tidak banyak warga yang mengetahui karena lokasi berada dekat dengan setra Banjar Sangging, Desa Kelating. Namun warga tidak asing dengan aktivitas di galian C tersebut karena suara mesin pemotong batu padas sangat bising terdengar dari kejauhan.
Kabid Trantib Satpol PP Provinsi Bali Dewa Nyoman Rai Darmadi, menjelaskan sesuai dengan hasil pengecekan ada tiga lokasi tempat penambangan yang dimiliki oleh tiga orang. Ketiga pemilik galian C adalah I Made Suada, I Made Ginawa Duarsa, dan I Wayan Surata. Ketiganya adalah warga Banjar Sangging, Desa Kelating. “Tiga lokasi galian C luasnya berbeda-beda, dimiliki oleh tiga orang,” ujarnya.
Namun sayang saat dilakukan pengecekan dokumen terkait izin, tiga pelaku penambang tidak bisa menunjukkan. Dengan kondisi tersebut mereka dipanggil ke Kantor Satpol PP Provinsi Bali pada Selasa (12/2) untuk dimintai keterangan. “Sekaligus kami tutup galian C ini sembari menunggu keputusan lebih lanjut,” tegas Dewa Darmadi.
Ditambahkan Dewa Darmadi, meskipun pelaku penambangan sudah dipanggil, pihaknya tetap akan melakukan pemantauan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui luas perusakan lingkungan akibat galian C tersebut. “Keputusan tetap ada di tangan pimpinan, apakah nanti dibawa ke jalur hukum atau seperti apa. Sekarang kami panggil dulu dan minta keterangan lebih lanjut,” tandasnya.
Ditambahkan Kasi Penyelidikan dan Penyidikan Satpol PP Provinsi Bali I Gusti Ngurah Adnyana, bahwa untuk proses pengurusan izin harus ada rekomendasi tentang kajian lingkungan dan informasi tata ruang dari kabupaten. Sehingga rekomendasi itulah yang dipakai acuan provinsi apakah bisa diterbitkan izin atau tidak. “Di provinsi kan memang tugasnya mengeluarkan izin, tetapi harus ada rekomendasi jelas dari kabupaten,” tuturnya.
Sementara itu, salah seorang pelaku penambangan I Made Suada mengaku sudah sempat mengurus izin ke Pemerintah Kabupaten Tabanan namun sampai saat ini belum ada rekomendasi. “Sejujurnya saya tidak mau bekerja seperti ini, rasanya saya seperti kriminal. Kalau besok (hari ini) saya dipanggil, akan datang menjelaskan biar dapat solusi,” ucapnya.
Dia menjelaskan lahan galian C yang sedang dicari batu padasnya seluas 1 are adalah milik orang. Dia sifatnya mengontrak dengan perjanjian satu tahun Rp 20 juta. “Kalau kedalaman galian C di sini hanya 10 meter saja, lepas itu kwalitas batunya sudah tidak bagus,” jelasnya.
Suada mengaku sudah melakukan penggalian sekitar 2 tahun. Dia membawa 4 orang pekerja dengan upah borongan. Per biji batu padas dihargai Rp 250 bagi yang tugas memotong. Sementara yang bertugas membelah atau dinamakan ngupak per biji berikan upah Rp 500.
Hal serupa disampaikan oleh I Made Ginawa Duarsa. Dia mengaku melakukan usaha penambangan baru 8 bulan di tanah miliknya sendiri dengan luas 1 are. “Baru saya, baru 8 bulan dan saya hanya mempekerjakan tiga orang,” akunya.
Diterangkan batu padas yang dihasilkan biasanya ada yang mencari ke lokasi. Dijual dengan harga Rp 3.000 per biji. “Ada yang mencari ke sini, dan biasanya orang lokal digunakan untuk pondasi,” jelasnya. *de
1
Komentar