nusabali

Hukuman Penjahat Seksual Diperberat

  • www.nusabali.com-hukuman-penjahat-seksual-diperberat

Kekerasan seksual disertai pembunuhan yang belakangan ini marak terjadi pada anak-anak membuat Pemerintah berpikir keras mencari formula hukum yang bisa memberikan efek jera pada mereka.

JAKARTA, NusaBali
Mulai dari hukuman kebiri, pemasangan chip hingga memperberat vonis hukuman.
 
Presiden Jokowi segera menerbitkan Perppu untuk memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan seksual. Keputusan memperberat hukuman itu didasari pada kebanyakan pelaku ternyata adalah residivis.

"Faktor penyebab terjadinya tindak kekerasan seksual terhadap anak, salah satunya tidak adanya mekanisme penjeraan. Hal itu didasarkan pada kesimpulan dari analisis data KPAI atas profil pelaku, rata-rata mereka residivis, bukan pidana pertama," ucap ketua KPAI Asrorun Niam seperti dilansir detik.

Hal itu disampaikan Asrorun dalam diskusi tentang kejahatan seksual pada anak di ruang wartawan gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (12/5).

Asrorun mengatakan, lantaran hukumannya dianggap belum maksimal, maka banyak dari pelaku kejahatan seksual itu mengulang kejahatannya, sehingga dia berulangkali masuk penjara alias tidak ada efek jera.

"Salah satu fungsi hukum itu penjeraan dan pencegahan. Jera untuk yang sudah melakukan karena ancaman hukuman tinggi dan cegah agar tak berbuat kejahatan serupa. Endingnya tertib hukum dan masyarakat," paparnya.

Hal itulah yang menjadi bahasan dalam rapat terbatas di Kantor Presiden pada Rabu (11/5) kemarin yang juga dihadiri Asrorun Niam. Rapat itu memutuskan Presiden akan menerbitkan Perppu untuk memperberat hukuman bagi pelaku.

"Pilihannya pidana pokok dan tambahan atau pengganti. Yang pokok dinaikan penjaranya seumur hidup atau hukuman mati. Kita sudah berdebat soal HAM dan sebagainya kemarin. Ketika terjadi kepentingan korban dan pelaku, maka kita prioritaskan kepentingan korban," tegas Niam.

40 % Berhenti di Polisi
Terpisah, Komnas Perempuan sejak 2012 telah menegaskan darurat kekerasan seksual mengacu pada meningkatnya pelaporan kasus kekerasan seksual. Mayoritas korban yang disasar adalah perempuan belia.
 
Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni menuturkan, sejumlah temuan dan kajian tentang kekerasan seksual menunjukkan bahwa perlu adanya perhatian terhadap proses hukum untuk menghentikan kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan dewasa.
 
"Dari kasus yang dilaporkan, 40 persen berhenti di Kepolisian dan 10 persen lanjut ke pengadilan," kata Budi dalam acara deklarasi Indonesia Melawan Kekerasan Seksual di Jakarta, Kamis (12/5) dilansir kompas.
Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partaunan Daulay berpendapat, selain hukuman diperberat, perlu diberikan alternatif hukuman lain agar pelaku jera. Caranya dengan memberikan denda kepada pelaku.
 
Denda bisa dikenakan sebesar Rp. 100 juta sekali esekusi atau lebih. Bila pelaku
melakukan lagi, bisa didenda dua kali lipat. Uang denda, kata Saleh, bisa digunakan
korban untuk biaya konseling korban atau menata hidup. Kalau pelaku tidak sanggup
membayar, negara harus hadir. "Jadi korban harus benar-benar mendapat perhatian lebih,"katanya. Soal hukuman kebiri, kata Saleh, bisa memakan biaya besar. Sekali potong bisa menghabiskan puluhan juta. K22 7.

Komentar