Dana Desa di Badung Cair
Desa Pelaga Terbesar, Desa Kuwun Terkecil
MANGUPURA, NusaBali
Dana desa untuk 46 desa se-Kabupaten Badung cair pada Kamis (14/2). Secara simbolis penyerahan dana desa dilakukan oleh Wakil Bupati I Ketut Suiasa, didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Badung I Putu Gede Sridana.
Total dana desa tahun 2019 yang dialokasikan untuk 46 desa se-Kabupaten Badung senilai Rp 675 miliar atau persisnya Rp 675.214.739.785. Meliputi penyisihan 10 persen pajak daerah senilai Rp 561.188.431.928, penyisihan 10 persen retribusi daerah senilai Rp 16.781.015.257, alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari dana perimbangan senilai Rp 44.660.525.600 dan dana desa yang bersumber dari APBN senilai Rp 52.584.767.000.
“Total dana desa tahun 2019 sebesar Rp 675.214.739.785. Dana desa berasal dari empat sumber, yakni penyisihan pajak daerah, penyisihan retribusi daerah, ADD, dan dana desa. Dana dari keempat sumber ini sudah diserahkan ke masing-masing desa,” ungkap Sridana di acara yang digelar di Kantor Inspektorat Badung, kemarin.
Sridana menjelaskan, pembagian dana desa ini telah ditetapkan ke dalam Surat Keputusan Bupati Badung Nomor 115/0419/HK/2019. Ada beberapa indikator sebagai dasar pembagian dana ke desa. Indikator tersebut meliputi jumlah penduduk, jumlah banjar, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, dan indeks kesulitan geografis. “Di Kabupaten Badung, penerima terbesar dana desa adalah Desa Pelaga, Kecamatan Petang dengan nilai Rp 21.758.529.825. Sedangkan desa yang memperoleh dana desa terkecil adalah Desa Kuwum, Kecamatan Mengwi, senilai Rp 11.713.246.302,” ungkapnya.
“Hari ini (kemarin) dana desa diserahkan secara simbolis saja, tujuannya supaya transparan. Tapi nanti dana desa akan masuk ke rekening kas desa masing-masing,” kata pejabat asal Denpasar, itu.
Mengingat dana yang dikelola desa tergolong besar, Sridana menegaskan bakal ikut melakukan pengawasan, supaya penggunaan anggaran tepat guna. Pengawasan akan melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Ada namanya sistem informasi keuangan desa (Sikeudes), aplikasi ini untuk memastikan akuntabilitas dana desa,” ujarnya. Cara lainnya adalah dengan melalui pola verifikasi oleh tim dari Kabupaten Badung yang melibatkan Kejaksaan dan stakeholder terkait.
Berkaca pada kasus yang menjerat mantan Perbekel Baha I Putu Sentana yang tersandung kasus hukum, Sridana berharap pihak terkait ikut melakukan pengawasan penggunaan anggaran, tujuannya supaya transparan. “Lembaga kemasyarakatan perlu berperan turut serta mengawal pemerintahan desa. Karena tidak mungkin kami melakukan pengawasan setiap hari,” tandasnya.
Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa, berpesan supaya desa menggunakan dana desa sesuai dengan peruntukan. Perbekel juga diminta menggunakan prinsip-prinsip anggaran yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kami akui ini menjadi beban tersendiri bagi perbekel dalam mengelola dana besar. Pertanggungjawaban cukup berat. Untuk itu BPD dan perbekel agar bersinergi, supaya alur pemanfaatan dana ini baik secara aturan, penyiapan administrasi, dan tata pelaksanaannya di masyarakat tepat sasaran sesuai aturan yang berlaku,” pesannya.
Selain itu kepada perangkat daerah juga diminta ikut bersama-sama memberikan pendampingan dan tuntunan kepada desa sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Inspektorat juga diharapkan terus melakukan pendampingan, pembinaan, dan pengawasan kepada desa. “Kita menginginkan sejak awal pemerintah desa ada yang memberikan arah yang pasti, sehingga masalah hukum di kemudian hari tidak terjadi,” tandas Wabup Suiasa. *asa
Dana desa untuk 46 desa se-Kabupaten Badung cair pada Kamis (14/2). Secara simbolis penyerahan dana desa dilakukan oleh Wakil Bupati I Ketut Suiasa, didampingi Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Badung I Putu Gede Sridana.
Total dana desa tahun 2019 yang dialokasikan untuk 46 desa se-Kabupaten Badung senilai Rp 675 miliar atau persisnya Rp 675.214.739.785. Meliputi penyisihan 10 persen pajak daerah senilai Rp 561.188.431.928, penyisihan 10 persen retribusi daerah senilai Rp 16.781.015.257, alokasi dana desa (ADD) yang bersumber dari dana perimbangan senilai Rp 44.660.525.600 dan dana desa yang bersumber dari APBN senilai Rp 52.584.767.000.
“Total dana desa tahun 2019 sebesar Rp 675.214.739.785. Dana desa berasal dari empat sumber, yakni penyisihan pajak daerah, penyisihan retribusi daerah, ADD, dan dana desa. Dana dari keempat sumber ini sudah diserahkan ke masing-masing desa,” ungkap Sridana di acara yang digelar di Kantor Inspektorat Badung, kemarin.
Sridana menjelaskan, pembagian dana desa ini telah ditetapkan ke dalam Surat Keputusan Bupati Badung Nomor 115/0419/HK/2019. Ada beberapa indikator sebagai dasar pembagian dana ke desa. Indikator tersebut meliputi jumlah penduduk, jumlah banjar, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, dan indeks kesulitan geografis. “Di Kabupaten Badung, penerima terbesar dana desa adalah Desa Pelaga, Kecamatan Petang dengan nilai Rp 21.758.529.825. Sedangkan desa yang memperoleh dana desa terkecil adalah Desa Kuwum, Kecamatan Mengwi, senilai Rp 11.713.246.302,” ungkapnya.
“Hari ini (kemarin) dana desa diserahkan secara simbolis saja, tujuannya supaya transparan. Tapi nanti dana desa akan masuk ke rekening kas desa masing-masing,” kata pejabat asal Denpasar, itu.
Mengingat dana yang dikelola desa tergolong besar, Sridana menegaskan bakal ikut melakukan pengawasan, supaya penggunaan anggaran tepat guna. Pengawasan akan melibatkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Ada namanya sistem informasi keuangan desa (Sikeudes), aplikasi ini untuk memastikan akuntabilitas dana desa,” ujarnya. Cara lainnya adalah dengan melalui pola verifikasi oleh tim dari Kabupaten Badung yang melibatkan Kejaksaan dan stakeholder terkait.
Berkaca pada kasus yang menjerat mantan Perbekel Baha I Putu Sentana yang tersandung kasus hukum, Sridana berharap pihak terkait ikut melakukan pengawasan penggunaan anggaran, tujuannya supaya transparan. “Lembaga kemasyarakatan perlu berperan turut serta mengawal pemerintahan desa. Karena tidak mungkin kami melakukan pengawasan setiap hari,” tandasnya.
Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa, berpesan supaya desa menggunakan dana desa sesuai dengan peruntukan. Perbekel juga diminta menggunakan prinsip-prinsip anggaran yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Kami akui ini menjadi beban tersendiri bagi perbekel dalam mengelola dana besar. Pertanggungjawaban cukup berat. Untuk itu BPD dan perbekel agar bersinergi, supaya alur pemanfaatan dana ini baik secara aturan, penyiapan administrasi, dan tata pelaksanaannya di masyarakat tepat sasaran sesuai aturan yang berlaku,” pesannya.
Selain itu kepada perangkat daerah juga diminta ikut bersama-sama memberikan pendampingan dan tuntunan kepada desa sesuai dengan fungsi dan tugasnya masing-masing. Inspektorat juga diharapkan terus melakukan pendampingan, pembinaan, dan pengawasan kepada desa. “Kita menginginkan sejak awal pemerintah desa ada yang memberikan arah yang pasti, sehingga masalah hukum di kemudian hari tidak terjadi,” tandas Wabup Suiasa. *asa
Komentar