Intrusi Air Laut Ganggu Kualitas Air di Bali
“Indikasi intrusi air laut cukup banyak terjadi di Badung. Kemungkinan penyebabnya karena banyak eksplorasi yang dilakukan...”
DENPASAR, NusaBali
Intrusi air laut atau menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung di dalamnya jadi permasalahan air bersih di Bali. Hampir sebagian besar pesisir Bali terancam intrusi air laut. Hal ini terungkap dalam diskusi hasil penelitian tentang air di Bali oleh tim peneliti dari Politeknik Negeri Bali dan Yayasan Idep Selaras Alam di Hotel Werdhpura Sanur, Jumat (15/2).
Penelitian yang dilakukan selama tahun 2018 ini mengungkapkan, di Kabupaten Badung seperti daerah Legian, Kuta, Seminyak, Nusa Dua, Jimbaran dan Tanjung Benoa sudah mengalami intrusi air laut. Indikator yang dianggap menunjukkan terindikasi intrusi air laut adalah kandungan klor dengan kategori tinggi dan di atas ambang batas. Kandungan klor dalam air dengan kategori tinggi akan menyebabkan terganggunya kualitas air tanah sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
“Indikasi intrusi air laut cukup banyak terjadi di Badung. Kemungkinan penyebabnya karena banyak eksplorasi yang dilakukan. Namun penelitian ini belum seberapa, karena masih membutuhkan penelitian yang lebih massif untuk menyimpulkan apakah Bali krisis air atau tidak,” ungkap Ketua Tim Peneliti dari Politeknik Negeri Bali, Surya Negara.
Tidak hanya Badung, sejumlah daerah di Bali juga terindikasi mengalami intrusi air laut. Seperti di Kabupaten Jembrana terindikasi di daerah Prancak, Cupel, Pengambengan, dan Gilimanuk. Indikasi intrusi air laut juga terlihat di Tabanan yakni daerah Suraberata, Buleleng di daerah Gondol dan Pemuteran, serta Karangasem terindikasi di daerah Manggis, Amed, dan Tulamben. Hanya Gianyar dan Klungkung yang dalam uji kadar klornya masih kategori rendah.
Selain itu, berdasarkan sampel data, di seluruh wilayah Bali telah mencapai 400 meter dari tepi laut. Bahkan tingkat intrusi di Bali wilayah selatan sudah mencapai 1 hingga 3 km. “Data terjauh yang kami punya itu 400 meter dari tepi pantai. Sampel terindikasi intrusi. Namun ini belum bisa dijadikan kesimpulan secara umum,” katanya.
Dalam penelitian tersebut juga dipaparkan mengenai kebutuhan air di Bali mencapai 7558,79 juta meter kubik per tahun (m3/tahun) atau 239,69 meter kubik per detik (m3/detik). Sumber air tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di berbagai sektor, seperti untuk rumah tangga, perkotaan, dan industri (sebesar 10.752 m3/detik), kebutuhan air non domestik seperti fasilitas pendidikan (TK hingga perguruan tinggi); fasilitas kesehatan (Rumah sakit, puskesmas, klinik); fasilitas hotel dan restoran; fasilitas pelabuhan dan bandara; fasilitas olahraga; peternakan dan perikanan darat yaitu sebesar 38.258 juta m3/tahun atau 1,225 m3/detik.
Serta kebutuhan air irigasi untuk memenuhi air sawah, yang dihitung berdasarkan luas daerah irigasi per DAS (daerah aliran sungai) sebesar 1421,247 juta m3/tahun atau 45,067 m3/detik. Bahkan disebutkan, kebutuhan air untuk pariwisata disebut 15 kali lebih besar dari konsumsi masyarakat lokal.
Sementara ketersediaan air yang ada di Bali, menurut hasil penelitian itu mencapai 6831,11 juta m3/tahun atau 216,61 m3/detik. Ketersediaan air ini terdiri dari air permukaan (air hujan yang mengalir dan terdapat di sungai, mata air, danau serta waduk) sebesar 6545,96 juta m3/tahun atau 207,57 m3/detik; dan air bawah tanah (air yang terdapat di bawah permukaan tanah) sebesar 285,15 juta m3 per tahun atau sebesar 9,04 m3/detik.
Sementara itu, I Ketut Ariantana, Kepala Seksi Air Tanah, Disnaker ESDM Provinsi Bali, mengatakan potensi air tanah di Bali sebenarnya cukup besar. Air tanah pun cukup banyak dimanfaatkan karena dianggap cara termudah dan paling ekonomis. Namun bila ini terus dilakukan, dalam jangka panjang, kualitas dan kuantitas atau debit air akan menjadi turun.
Menurutnya, satu-satunya cara untuk mengurangi penurunan kualitas air tanah ini adalah konservasi dengan membuat sumur resapan serta biopori. “Dalam waktu dekat ini akan dibangun banyak bendungan di Bali. PDAM nanti akan mengambil dari air permukaan, dan jika dimanfaatkan optimal, air tanah akan dikurangi penggunaannya dan bila perlu hanya sebagai cadangan,” jelasnya.
Dijelaskan, terdapat 2.795 perizinan untuk menggunakan air tanah berdasarkan data yang ia pegang. Dari jumlah tersebut, 80 persennya adalah hotel. Jumlah perizinan dari Badung mencapai 1.541 izin, Gianyar 333 izin, dan Denpasar dengan jumlah 317 izin. Sementara Klungkung paling sedikit mengajukan izin air tanah yakni hanya delapan izin.
Lebih jauh diungkapkan, masih ada sekitar 1.284 tempat usaha yang belum memiliki izin air tanah, karena ternyata dari wajib pajak air tanah yang ternyata sebanyak 4.079 tempat. Sebagian besar yang belum berizin tersebut adalah usaha-usaha kecil meliputi sablon, vila, pertokoan, perkantoran, supermarket, dan stasiun pengisian bahan bakar. *ind
Intrusi air laut atau menyusupnya air laut ke dalam pori-pori batuan dan mencemari air tanah yang terkandung di dalamnya jadi permasalahan air bersih di Bali. Hampir sebagian besar pesisir Bali terancam intrusi air laut. Hal ini terungkap dalam diskusi hasil penelitian tentang air di Bali oleh tim peneliti dari Politeknik Negeri Bali dan Yayasan Idep Selaras Alam di Hotel Werdhpura Sanur, Jumat (15/2).
Penelitian yang dilakukan selama tahun 2018 ini mengungkapkan, di Kabupaten Badung seperti daerah Legian, Kuta, Seminyak, Nusa Dua, Jimbaran dan Tanjung Benoa sudah mengalami intrusi air laut. Indikator yang dianggap menunjukkan terindikasi intrusi air laut adalah kandungan klor dengan kategori tinggi dan di atas ambang batas. Kandungan klor dalam air dengan kategori tinggi akan menyebabkan terganggunya kualitas air tanah sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.
“Indikasi intrusi air laut cukup banyak terjadi di Badung. Kemungkinan penyebabnya karena banyak eksplorasi yang dilakukan. Namun penelitian ini belum seberapa, karena masih membutuhkan penelitian yang lebih massif untuk menyimpulkan apakah Bali krisis air atau tidak,” ungkap Ketua Tim Peneliti dari Politeknik Negeri Bali, Surya Negara.
Tidak hanya Badung, sejumlah daerah di Bali juga terindikasi mengalami intrusi air laut. Seperti di Kabupaten Jembrana terindikasi di daerah Prancak, Cupel, Pengambengan, dan Gilimanuk. Indikasi intrusi air laut juga terlihat di Tabanan yakni daerah Suraberata, Buleleng di daerah Gondol dan Pemuteran, serta Karangasem terindikasi di daerah Manggis, Amed, dan Tulamben. Hanya Gianyar dan Klungkung yang dalam uji kadar klornya masih kategori rendah.
Selain itu, berdasarkan sampel data, di seluruh wilayah Bali telah mencapai 400 meter dari tepi laut. Bahkan tingkat intrusi di Bali wilayah selatan sudah mencapai 1 hingga 3 km. “Data terjauh yang kami punya itu 400 meter dari tepi pantai. Sampel terindikasi intrusi. Namun ini belum bisa dijadikan kesimpulan secara umum,” katanya.
Dalam penelitian tersebut juga dipaparkan mengenai kebutuhan air di Bali mencapai 7558,79 juta meter kubik per tahun (m3/tahun) atau 239,69 meter kubik per detik (m3/detik). Sumber air tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan air di berbagai sektor, seperti untuk rumah tangga, perkotaan, dan industri (sebesar 10.752 m3/detik), kebutuhan air non domestik seperti fasilitas pendidikan (TK hingga perguruan tinggi); fasilitas kesehatan (Rumah sakit, puskesmas, klinik); fasilitas hotel dan restoran; fasilitas pelabuhan dan bandara; fasilitas olahraga; peternakan dan perikanan darat yaitu sebesar 38.258 juta m3/tahun atau 1,225 m3/detik.
Serta kebutuhan air irigasi untuk memenuhi air sawah, yang dihitung berdasarkan luas daerah irigasi per DAS (daerah aliran sungai) sebesar 1421,247 juta m3/tahun atau 45,067 m3/detik. Bahkan disebutkan, kebutuhan air untuk pariwisata disebut 15 kali lebih besar dari konsumsi masyarakat lokal.
Sementara ketersediaan air yang ada di Bali, menurut hasil penelitian itu mencapai 6831,11 juta m3/tahun atau 216,61 m3/detik. Ketersediaan air ini terdiri dari air permukaan (air hujan yang mengalir dan terdapat di sungai, mata air, danau serta waduk) sebesar 6545,96 juta m3/tahun atau 207,57 m3/detik; dan air bawah tanah (air yang terdapat di bawah permukaan tanah) sebesar 285,15 juta m3 per tahun atau sebesar 9,04 m3/detik.
Sementara itu, I Ketut Ariantana, Kepala Seksi Air Tanah, Disnaker ESDM Provinsi Bali, mengatakan potensi air tanah di Bali sebenarnya cukup besar. Air tanah pun cukup banyak dimanfaatkan karena dianggap cara termudah dan paling ekonomis. Namun bila ini terus dilakukan, dalam jangka panjang, kualitas dan kuantitas atau debit air akan menjadi turun.
Menurutnya, satu-satunya cara untuk mengurangi penurunan kualitas air tanah ini adalah konservasi dengan membuat sumur resapan serta biopori. “Dalam waktu dekat ini akan dibangun banyak bendungan di Bali. PDAM nanti akan mengambil dari air permukaan, dan jika dimanfaatkan optimal, air tanah akan dikurangi penggunaannya dan bila perlu hanya sebagai cadangan,” jelasnya.
Dijelaskan, terdapat 2.795 perizinan untuk menggunakan air tanah berdasarkan data yang ia pegang. Dari jumlah tersebut, 80 persennya adalah hotel. Jumlah perizinan dari Badung mencapai 1.541 izin, Gianyar 333 izin, dan Denpasar dengan jumlah 317 izin. Sementara Klungkung paling sedikit mengajukan izin air tanah yakni hanya delapan izin.
Lebih jauh diungkapkan, masih ada sekitar 1.284 tempat usaha yang belum memiliki izin air tanah, karena ternyata dari wajib pajak air tanah yang ternyata sebanyak 4.079 tempat. Sebagian besar yang belum berizin tersebut adalah usaha-usaha kecil meliputi sablon, vila, pertokoan, perkantoran, supermarket, dan stasiun pengisian bahan bakar. *ind
1
Komentar