Waspada, Pemerasan Bermodus 'Video Call Sex'
Polisi mengimbau masyarakat berhati-hati dalam mengunggah foto dan data pribadi di media sosial
JAKARTA, NusaBali
Selain itu, pengguna ponsel juga didorong untuk tak mengangkat panggilan video call dari nomor tak dikenal dengan profil mesumgrafis. Hal itu mengingat maraknya kejahatan bermodus mesumgrafi yang memanfaatkan media sosial.
Kasus terbaru adalah pemerasan dengan menggunakan modus layanan video call sex. Direktorat Siber Bareskrim Polri telah menangkap tersangka berinisial SF dalam kasus tindak pidana pemerasan dengan modus menyediakan layanan panggilan video seks (video call sex online).
Tersangka SF ditangkap oleh pihak kepolisian pada Rabu (6/2) di Sulawesi Selatan. Ia diketahui melakukan aksinya bersama dua tersangka lainnya berinisial AY dan VB. Namun, saat ini dua tersangka tersebut masih buron dan dalam pengejaran polisi.
Kasubbag Opinev Penum Biro Penmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra mengatakan penangkapan terhadap SF dilakukan karena tersangka memeras para korbannya dengan modus memberikan layanan video call sex online lalu mengancam menyebarkan video itu kepada korban.
"Tersangka menawarkan video call sex terhadap korbannya yang tergiur melihat foto perempuan, padahal foto tersebut palsu," kata Pandra di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Jumat (15/2).
Dalam menjalankan aksinya, tersangka SF membuat sejumlah akun palsu di beberapa media sosia sosial. Dengan akun palsu tersebut, yang bersangkutan menawarkan jasa untuk melayani video call sex kepada para korban, yang umumnya adalah laki-laki. Setelah terjadi kesepakatan dengan korban, tersangka SF kemudian melakukan video call sex dengan berpura-pura menjadi seorang wanita.
Dalam video call tersebut, SF sudah menyiapkan sebuah video mesum yang didapat dari situs internet untuk ditunjukkan kepada para korban.
"Bila kemudian korban terperdaya dan ikut memperlihatkan aktivitas seksual, maka SF akan merekam adegan dan menyimpan file tersebut," ujar Pandra seperti dilansir cnnindonesia.
Video yang direkam oleh tersangka SF itulah yang kemudian dijadikan sebagai alat untuk melakukan pemerasan terhadap para korban.
"Mengancam korban dan memaksa korban agar mengirimkan sejumlah uang, bila permintaan tidak dipenuhi maka pelaku akan mengedarkan file video tersebut ke media sosial," tutur Pandra.
Pandra menyebut berdasarkan pengakuan tersangka SF, aksi pemerasan dengan modus layanan video call sex tersebut telah dilakukan sejak bulan Februari 2018.
Selama menjalankan aksinya, tersangka SF telah berhasil mengelabui ratusan korban. Namun, dari ratusan korban itu, hanya dua korban saja yang berani melaporkan ke pihak kepolisian.
"Jumlah kerugian dari pemerasan mencapai Rp30 juta per korban. Uang hasil kejahatan dibelikan barang-barang mewah," ucap Pandra.
Akibat perbuatannya, tersangka SF dijerat pasal berlapis antara lain, Pasal 29 Jo 30 UU 44/2008 tentang mesumgrafi, Pasal 45 ayat 1 dan 4 Jo Pasal 27 ayat 1 dan 4 UU 19/2016 tentang ITE, dan Pasal 369 KUHP, dan Pasal 3,4,5 UU 8/2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. *
Selain itu, pengguna ponsel juga didorong untuk tak mengangkat panggilan video call dari nomor tak dikenal dengan profil mesumgrafis. Hal itu mengingat maraknya kejahatan bermodus mesumgrafi yang memanfaatkan media sosial.
Kasus terbaru adalah pemerasan dengan menggunakan modus layanan video call sex. Direktorat Siber Bareskrim Polri telah menangkap tersangka berinisial SF dalam kasus tindak pidana pemerasan dengan modus menyediakan layanan panggilan video seks (video call sex online).
Tersangka SF ditangkap oleh pihak kepolisian pada Rabu (6/2) di Sulawesi Selatan. Ia diketahui melakukan aksinya bersama dua tersangka lainnya berinisial AY dan VB. Namun, saat ini dua tersangka tersebut masih buron dan dalam pengejaran polisi.
Kasubbag Opinev Penum Biro Penmas Divisi Humas Polri AKBP Zahwani Pandra mengatakan penangkapan terhadap SF dilakukan karena tersangka memeras para korbannya dengan modus memberikan layanan video call sex online lalu mengancam menyebarkan video itu kepada korban.
"Tersangka menawarkan video call sex terhadap korbannya yang tergiur melihat foto perempuan, padahal foto tersebut palsu," kata Pandra di Bareskrim Polri, Jakarta Pusat, Jumat (15/2).
Dalam menjalankan aksinya, tersangka SF membuat sejumlah akun palsu di beberapa media sosia sosial. Dengan akun palsu tersebut, yang bersangkutan menawarkan jasa untuk melayani video call sex kepada para korban, yang umumnya adalah laki-laki. Setelah terjadi kesepakatan dengan korban, tersangka SF kemudian melakukan video call sex dengan berpura-pura menjadi seorang wanita.
Dalam video call tersebut, SF sudah menyiapkan sebuah video mesum yang didapat dari situs internet untuk ditunjukkan kepada para korban.
"Bila kemudian korban terperdaya dan ikut memperlihatkan aktivitas seksual, maka SF akan merekam adegan dan menyimpan file tersebut," ujar Pandra seperti dilansir cnnindonesia.
Video yang direkam oleh tersangka SF itulah yang kemudian dijadikan sebagai alat untuk melakukan pemerasan terhadap para korban.
"Mengancam korban dan memaksa korban agar mengirimkan sejumlah uang, bila permintaan tidak dipenuhi maka pelaku akan mengedarkan file video tersebut ke media sosial," tutur Pandra.
Pandra menyebut berdasarkan pengakuan tersangka SF, aksi pemerasan dengan modus layanan video call sex tersebut telah dilakukan sejak bulan Februari 2018.
Selama menjalankan aksinya, tersangka SF telah berhasil mengelabui ratusan korban. Namun, dari ratusan korban itu, hanya dua korban saja yang berani melaporkan ke pihak kepolisian.
"Jumlah kerugian dari pemerasan mencapai Rp30 juta per korban. Uang hasil kejahatan dibelikan barang-barang mewah," ucap Pandra.
Akibat perbuatannya, tersangka SF dijerat pasal berlapis antara lain, Pasal 29 Jo 30 UU 44/2008 tentang mesumgrafi, Pasal 45 ayat 1 dan 4 Jo Pasal 27 ayat 1 dan 4 UU 19/2016 tentang ITE, dan Pasal 369 KUHP, dan Pasal 3,4,5 UU 8/2010 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. *
Komentar