Kampanye Pemilu 2019 Dinilai Sepi
Partai politik sebagai peserta pemilu tidak melakukan kampanye untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya.
Bawaslu Bali: Ada Ribuan APK Ditertibkan
DENPASAR, NusaBali
Masa kampanye Pemilu 2019 telah memasuki waktu lima bulan. Hingga waktu tersisa dua bulan, suasana kampanye terasa sepi. Yang justru terjadi adalah ribuan alat peraga kampanye (APK) ditindak karena maraknya pelanggaran.
Hal ini mencuat pada diskusi yang diselenggarakan Komite Demokrasi (KoDe) Bali dengan tema ‘Ambiguitas Kampanye pada Pemilu Tahun 2018’ yang dilaksanakan, Sabtu (16/2). Diskusi yang diselenggarakan KoDe Bali dihadiri oleh Bawaslu, calon DPD dan media.
“Kampanye pemilu 2019 memasuki bulan kelima terasa sepi dan tidak substansif,” kata Sekretaris Kode Bali, Made Kariada yang sekaligus sebagai narasumber dalam diskusi.
Kariada menyampaikan dalam masa kampanye ada tiga hal yang dilaksanakan, yaitu KPU Bali dan jajarannya melakukan sosialisasi peserta Pemilu dengan masif. Para peserta, yaitu partai politik, calon DPD, dan Paslon Presiden/wakil presiden pemilu melakukan kampanye visi misi dan program kerja, serta Bawaslu melakukan pengawasan.
“Namun yang terjadi adalah kurangnya KPU melakukan sosialisasi peserta pemilu dan DCT (daftar calon tetap). KPU hanya menyampaikan DCT sekali di media massa setelah itu hampir tidak ada sosialisasi DCT baik berupa baliho maupun media lainnya di desa-desa," ujar mantan Ketua KPU Kabupaten Klungkung ini.
“Hampir tidak ada sosialisasi oleh KPU tentang partai yang di dalamnya ada daftar caleg di setiap dapil baik berupa baliho atau alat sosialisasi lainnya di setiap desa, padahal masyarakat perlu tahu semua calon legislatif dan DPD yang ada di setiap daerah pemilihannya,” tambah Kariada.
Sementara itu, partai politik sebagai peserta pemilu tidak melakukan kampanye untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya. “Justru yang terjadi adalah kampanye berupa ajang pencitraaan para caleg yang memperkenalkan diri tanpa ada visi misi dan program kerja partai politiknya,” kata Kariada.
Selain itu, kata Kariada, karena kekurangpahaman terkait regulasi marak terjadi pelanggaran APK. Sesuai regulasi, APK itu dipasang dan menjadi tanggungjawab peserta pemilu, yaitu parpol, calon DPD, dan Paslon Presiden/Wakil Presiden. Selain yang dipasang peserta pemilu harusnya ditertibkan. “Pelanggaran pemasangan APK dan penindakan oleh Bawaslu membawa dampak kurang baik kepada masyarakat. Informasi kampanye tidak utuh diterima masyakarat dan berakibat akan apatis,” kata Kariada.
Sementara itu, anggota Bawaslu Bali, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyatakan masa kampanye sangat panjang selama 7 bulan. Bawaslu telah melakukan pengawasan dan penindakan dalam masa kampanye. “Kami melakukan pengawasan sesuai UU dengan melakukan metode seperti sosialisasi, rakor, pencegahan, dan penindakan,” katanya.
“Pada masa kampanye saat ini di Bali ada ribuan APK yang ditertibkan. Bawaslu juga menangani pelanggaran administrasi terkait kampanye, dan tindak pidana pemilu,” ujarnya. Sementara calon anggota DPD RI, I Wayan Adnyana berharap pada masa kampanye yang tersisa dua bulan ini, masyarakat belum mendapatkan informasi siapa saja caleg dan calon DPD yang ada wilayahnya. “Yang jadi fokus adalah masyarakat diberikan informasi siapa saja caleg-caleg dan visi, misi, dan program kerja partai. DCT harus kontinu diinformasikan ke masyarakat. Mohon agar disosialisasikan di desa-desa,” katanya.
Dalam akhir diskusi, Ketua Kode Bali, Gede Suardana, menyampaikan bahwa masa kampanye ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh KPU untuk melakukan sosialisasi peserta pemilu dan calegnya, calon DPD dan capres/cawapres di setiap dapil lebih masif. Peserta pemilu juga agar melakukan kampanye dengan lebih substansif sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang utuh sebagai bekal ke TPS.
Suardana mengingatkan bahwa pelanggaran demi pelanggaran pemasangan APK harusnya tidak dibiarkan terus menerus terjadi. Peserta pemilu dan penyelenggara harus mengevaluasi dan duduk bersama untuk mencari solusi. “Namun, sayangnya perwakilan KPU Bali dan KPU kabupaten/kota tidak hadir dalam diskusi ini sehingga masukan dari masyarakat, civil society, dan peserta pemilu tidak didengar secara langsung. Semoga lain waktu akan menyempatkan untuk hadir,” harapnya. *nat
DENPASAR, NusaBali
Masa kampanye Pemilu 2019 telah memasuki waktu lima bulan. Hingga waktu tersisa dua bulan, suasana kampanye terasa sepi. Yang justru terjadi adalah ribuan alat peraga kampanye (APK) ditindak karena maraknya pelanggaran.
Hal ini mencuat pada diskusi yang diselenggarakan Komite Demokrasi (KoDe) Bali dengan tema ‘Ambiguitas Kampanye pada Pemilu Tahun 2018’ yang dilaksanakan, Sabtu (16/2). Diskusi yang diselenggarakan KoDe Bali dihadiri oleh Bawaslu, calon DPD dan media.
“Kampanye pemilu 2019 memasuki bulan kelima terasa sepi dan tidak substansif,” kata Sekretaris Kode Bali, Made Kariada yang sekaligus sebagai narasumber dalam diskusi.
Kariada menyampaikan dalam masa kampanye ada tiga hal yang dilaksanakan, yaitu KPU Bali dan jajarannya melakukan sosialisasi peserta Pemilu dengan masif. Para peserta, yaitu partai politik, calon DPD, dan Paslon Presiden/wakil presiden pemilu melakukan kampanye visi misi dan program kerja, serta Bawaslu melakukan pengawasan.
“Namun yang terjadi adalah kurangnya KPU melakukan sosialisasi peserta pemilu dan DCT (daftar calon tetap). KPU hanya menyampaikan DCT sekali di media massa setelah itu hampir tidak ada sosialisasi DCT baik berupa baliho maupun media lainnya di desa-desa," ujar mantan Ketua KPU Kabupaten Klungkung ini.
“Hampir tidak ada sosialisasi oleh KPU tentang partai yang di dalamnya ada daftar caleg di setiap dapil baik berupa baliho atau alat sosialisasi lainnya di setiap desa, padahal masyarakat perlu tahu semua calon legislatif dan DPD yang ada di setiap daerah pemilihannya,” tambah Kariada.
Sementara itu, partai politik sebagai peserta pemilu tidak melakukan kampanye untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya. “Justru yang terjadi adalah kampanye berupa ajang pencitraaan para caleg yang memperkenalkan diri tanpa ada visi misi dan program kerja partai politiknya,” kata Kariada.
Selain itu, kata Kariada, karena kekurangpahaman terkait regulasi marak terjadi pelanggaran APK. Sesuai regulasi, APK itu dipasang dan menjadi tanggungjawab peserta pemilu, yaitu parpol, calon DPD, dan Paslon Presiden/Wakil Presiden. Selain yang dipasang peserta pemilu harusnya ditertibkan. “Pelanggaran pemasangan APK dan penindakan oleh Bawaslu membawa dampak kurang baik kepada masyarakat. Informasi kampanye tidak utuh diterima masyakarat dan berakibat akan apatis,” kata Kariada.
Sementara itu, anggota Bawaslu Bali, Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, menyatakan masa kampanye sangat panjang selama 7 bulan. Bawaslu telah melakukan pengawasan dan penindakan dalam masa kampanye. “Kami melakukan pengawasan sesuai UU dengan melakukan metode seperti sosialisasi, rakor, pencegahan, dan penindakan,” katanya.
“Pada masa kampanye saat ini di Bali ada ribuan APK yang ditertibkan. Bawaslu juga menangani pelanggaran administrasi terkait kampanye, dan tindak pidana pemilu,” ujarnya. Sementara calon anggota DPD RI, I Wayan Adnyana berharap pada masa kampanye yang tersisa dua bulan ini, masyarakat belum mendapatkan informasi siapa saja caleg dan calon DPD yang ada wilayahnya. “Yang jadi fokus adalah masyarakat diberikan informasi siapa saja caleg-caleg dan visi, misi, dan program kerja partai. DCT harus kontinu diinformasikan ke masyarakat. Mohon agar disosialisasikan di desa-desa,” katanya.
Dalam akhir diskusi, Ketua Kode Bali, Gede Suardana, menyampaikan bahwa masa kampanye ini harus dimanfaatkan secara maksimal oleh KPU untuk melakukan sosialisasi peserta pemilu dan calegnya, calon DPD dan capres/cawapres di setiap dapil lebih masif. Peserta pemilu juga agar melakukan kampanye dengan lebih substansif sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang utuh sebagai bekal ke TPS.
Suardana mengingatkan bahwa pelanggaran demi pelanggaran pemasangan APK harusnya tidak dibiarkan terus menerus terjadi. Peserta pemilu dan penyelenggara harus mengevaluasi dan duduk bersama untuk mencari solusi. “Namun, sayangnya perwakilan KPU Bali dan KPU kabupaten/kota tidak hadir dalam diskusi ini sehingga masukan dari masyarakat, civil society, dan peserta pemilu tidak didengar secara langsung. Semoga lain waktu akan menyempatkan untuk hadir,” harapnya. *nat
Komentar