Jokowi 8, Prabowo Dapatkan Angka 6
LSI Denny JA sebut 6 faktor keunggulan Jokowi, termasuk lebih menguasai lapangan dan sistematis soal solusi
Lembaga Survei Sebut Jokowi Unggul
JAKARTA, NusaBali
Founder Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, menilai Jokowi (Capres nomor urut 01 yang diusung PDIP-Golkar-PKB-PPP-NasDem-Hanura-PKPI-Perindo-PSI) unggul atas Prabowo Subianto (Capres nomor urut 02 yang diusung Gerindra-Demokrat-PAN-PKS-Partai Berkarya) dalam debat publik seri II, Minggu (17/2) malam. Selain LSI, lembaga survei Para Syndicate juga menyatakan Jokowi unggul atas Prabowo, dengan nilai 8 banding 6.
Denny JA menyebut Jokowi unggul atas Prabowo dalam debat seri II, karena lebih menguasai lapangan. Menurut Denny, setidaknya ada 6 hal yang membuat Jokowi memenangkan debat Capres kali ini. Pertama, Jokowi lebih tahu lapangan. “Ketika Prabowo menyatakan akan membuat BUMN untuk memberdayakan nelayan, dengan enteng Jokowi menjawab mungkin Prabowo belum tahu kita sudah punya BUMN itu bernama Perindo dan Perinus," jelas Denny dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (18/2).
Kedua, Jokowi lebih sistematis soal solusi dibanding Prabowo. Disebutkan, Prabowo cenderung masih normatif dan umum saja soal rencana mendorong industri digital. "Jokowi dalam debat memaparkan data dari 7 startup unicorn usaha digital ASEAN, 4 ada di Indonesia. Sudah disiapkan Palapa Ring, 4G, dan deregulasi," papar Denny.
Ketiga, Jokowi dinilai lebih realistis soal program. Misalnya, Jokowi mencontoh-kan impor jagung pada 2018 hanya tinggal 180.000 ton dari semula 3,5 juta ton di tahun 2014. Keempat, Jokowi lebih berpengalaman. “Kata Jokowi, jam 12.00 malam (pukul 24.00 WIB) dia pernah berkunjung berdua saja dengan sopir ke permukiman nelayan untuk memastikan kondisi mereka. Itu biasa dilakukan sejak memimpin kota, provinsi, dan kini negara," tegas Denny.
Faktor kelima, kata Denny, Prabowo justru menghentikan pembahasan dalam debat. Padahal, moderator terus memberi waktu pada kedua Capres untuk adu argumentasi terkait isu energi. Keenam, Jokowi melepaskan upper cut. Saat itu, Prabowo menyinggung betapa segelintir orang kaya di Indonesia menguasai mayoritas sumber daya.
“Jokowi menjawab, ‘Tapi Prabowo punya 220.000 hektare lahan di Kalimantan dan 120.000 hektare di Aceh’," sergah Denny. "Jadi, Jokowi menang debat karena menguasai bahan, sementara Prabowo menguasai lahan," imbuhnya.
Lain lagi analisis Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun. Menurut Rico, saat debat Capres malam itu, Jokowi kuat di konten dan detail dalam menyampaikan paparan. Sedangkan Prabowo unggul dalam bahasa tubuh.
"Ada dua indikator: gaya dan content. Prabowo unggul di gaya dan body langu-ange (bahasa tubuh), sedangkan Jokowi kuat di content dan detail," ujar Rico di-lansir detikcom secara terpisah di Jakarta.
Rico mengungkapkan, saat debat malam itu, dirinya beberapa kali melihat bahasa tubuh Jokowi negatif terhadap kritik Prabowo. "Seperti agak melotot atau agak mengerutkan bibirnya," kata Rico. Sedangkan bahasa tubuh Prabowo lebih bersahabat saat debat. Salah satunya, Prabowo mengatakan 'siap' dan setuju dengan Jokowi. "Bahkan menolak untuk dibenturkan lebih lanjut," katanya.
Dari sisi konten, Rico melihat Prabowo fokus pada visi, namun lemah untuk me-maparkannya dengan lebih detail. "Sementara Jokowi sangat ready (siap) membahas detail setiap pertanyaan. Bahkan, mungkin terlalu detail," tandas Rico.
Sementara, lembaga survei Para Syndicate memberi nilai 8 untuk Jokowi dan nilai 6 untuk Prabowo dalam debat Capres yang tanpa didampingi para Cawapres, Minggu malam. "Saya tidak bisa memberi kalah mutlak, ya lulus-lah. Saya beri nilai 8 untuk 01 atau B+lah, lalu nilai 6 atau C untuk 02," ujar Direktur Eksekutif Para Syndicate, Ari Nurcahyo, saat diskusi di Rumah Para Syndicate kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin kemarin.
Ari Nurcahyo menjelaskan keunggulan Jokowi atas Prabowo lantaran Capres nomor uru 01 lebih memiliki kebijakan program yang matang. Sedangkan Prabowo kebijakannya belum jelas. Ari menggunakan analaogi makanan dalam penilaian Jokowi vs Prabowo dalam debat malam itu.
"Saya analisa ke strategi kebijakan, kalau kita bicara restoran, 01 sudah sediakan menu yang siap disantap, makanan pembuka, makan utama, dan dessert. Paslon 02 belum jelas, belum hidangan yang riil," tandas Ari.
Prabowo dapat nilai rendah, juga karena terlalu banyak menyetujui apa yang disampaikan Jokowi. Padahal, menurut Ari, Prabowo bisa lebih diplomatif menanggapi pernyataan Jokowi, dibanding harus menyetujui atau mengapresiasi.
"Karena memang kontras, argumentatif dari 02 kepada 01 tidak nampak, justru banyak afirmatif yang harusnya dihindari dalam debat. Itu opsi, lawan harusnya dilakukan diplomatif, bukan secara frontal mengafirmasi, setuju sependapat dan apresiasi. Forum luar nggak apa-apa, tapi di forum debat, argumen yang harus terjadi, dan argumen masing-masing bukan afirmasi argumen lawan," paparnya.
Ari menyayangkan ketika Prabowo lebih mengedepankan afirmatif daripada ber-adu argumen dengan Jokowi saat debat. Padahal, visi misi 'Indonesia Menang' itu sebetulnya sudah mengcounter kebijakan dan capaian Jokowi. "Banyak sebenarnya dari 01 yang jadi kelemahan kebijakan kalau mau dieksplorasi. Yang sebenarnya sudah muncul di visi misi ‘Indonesia Menang’, tidak muncul sebagai counter dari Prabowo."
Ari juga menyoroti kekalahan Prabowo di debat kemarin karena belum menjelas-kan kebijakan apa saja yang akan dibuat dalam pemerintahan. Prabowo seharusnya mampu menjabarkan visi misi yang kontras dengan kebijakan Jokowi. "Bukan hanya mengatakan berbeda falsafah dan strategi. Iya berbeda, tapi turunannya seperti apa?" katanya.
Ari menyimpulkan Jokowi sebagai programatik solutif, sementara Prabowo propaganda janji. "Paparan Pak Jokowi gamblang saja, lebih programatik menawarkan solusi kebijakan yang memang argumentasi menjadi policy-policy. Akan tetapi, konter dari 02, Pak Prabowo, hanya berisi propaganda," tandas Ari.
Menurut Ari, dalam debat publik malam itu, Jokowi menyampaikan program-program yang memberikan solusi kebijakan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, Prabowo lebih pada propaganda dan janji. Prabowo bicara falsafah dan strategi dalam debat, namun tidak memaparkan programnya. "Sementara 02, karena berbicara pada ranah, 'Oke, kami berbeda dalam sisi falsafah dan strategi', tapi tidak didukung turunan-turunan sampai ke sifatnya programatik dan kebijakan. Jadi, Prabowo cenderung hanya propaganda janji," katanya.
Ari mencontohkan saat Jokowi menyinggung soal tanah 340.000 hektare milik Prabowo. Counter Jokowi ini dilakukan setelah Prabowo memberi keterangan soal strategi falsafah didasari Pasal 33 UUD 1945. Ari mengatakan, kebijakan yang tidak konkret dari Prabowo mendasari blunder ini.
"Pasal 33, bumi, air, dan tanah milik negara, akhirnya tidak diaplikasikan jadi program kebijakan riil, cenderung jadi propaganda dan janji, karena tidak ada kebijakan konkretnya. Sehingga tampak sekali 01 fokus pada solusi, tapi 02 hanya memaparkan masalahnya dan tidak muncul sampai ke ranah kebijakan konkret." *
JAKARTA, NusaBali
Founder Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA, menilai Jokowi (Capres nomor urut 01 yang diusung PDIP-Golkar-PKB-PPP-NasDem-Hanura-PKPI-Perindo-PSI) unggul atas Prabowo Subianto (Capres nomor urut 02 yang diusung Gerindra-Demokrat-PAN-PKS-Partai Berkarya) dalam debat publik seri II, Minggu (17/2) malam. Selain LSI, lembaga survei Para Syndicate juga menyatakan Jokowi unggul atas Prabowo, dengan nilai 8 banding 6.
Denny JA menyebut Jokowi unggul atas Prabowo dalam debat seri II, karena lebih menguasai lapangan. Menurut Denny, setidaknya ada 6 hal yang membuat Jokowi memenangkan debat Capres kali ini. Pertama, Jokowi lebih tahu lapangan. “Ketika Prabowo menyatakan akan membuat BUMN untuk memberdayakan nelayan, dengan enteng Jokowi menjawab mungkin Prabowo belum tahu kita sudah punya BUMN itu bernama Perindo dan Perinus," jelas Denny dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (18/2).
Kedua, Jokowi lebih sistematis soal solusi dibanding Prabowo. Disebutkan, Prabowo cenderung masih normatif dan umum saja soal rencana mendorong industri digital. "Jokowi dalam debat memaparkan data dari 7 startup unicorn usaha digital ASEAN, 4 ada di Indonesia. Sudah disiapkan Palapa Ring, 4G, dan deregulasi," papar Denny.
Ketiga, Jokowi dinilai lebih realistis soal program. Misalnya, Jokowi mencontoh-kan impor jagung pada 2018 hanya tinggal 180.000 ton dari semula 3,5 juta ton di tahun 2014. Keempat, Jokowi lebih berpengalaman. “Kata Jokowi, jam 12.00 malam (pukul 24.00 WIB) dia pernah berkunjung berdua saja dengan sopir ke permukiman nelayan untuk memastikan kondisi mereka. Itu biasa dilakukan sejak memimpin kota, provinsi, dan kini negara," tegas Denny.
Faktor kelima, kata Denny, Prabowo justru menghentikan pembahasan dalam debat. Padahal, moderator terus memberi waktu pada kedua Capres untuk adu argumentasi terkait isu energi. Keenam, Jokowi melepaskan upper cut. Saat itu, Prabowo menyinggung betapa segelintir orang kaya di Indonesia menguasai mayoritas sumber daya.
“Jokowi menjawab, ‘Tapi Prabowo punya 220.000 hektare lahan di Kalimantan dan 120.000 hektare di Aceh’," sergah Denny. "Jadi, Jokowi menang debat karena menguasai bahan, sementara Prabowo menguasai lahan," imbuhnya.
Lain lagi analisis Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun. Menurut Rico, saat debat Capres malam itu, Jokowi kuat di konten dan detail dalam menyampaikan paparan. Sedangkan Prabowo unggul dalam bahasa tubuh.
"Ada dua indikator: gaya dan content. Prabowo unggul di gaya dan body langu-ange (bahasa tubuh), sedangkan Jokowi kuat di content dan detail," ujar Rico di-lansir detikcom secara terpisah di Jakarta.
Rico mengungkapkan, saat debat malam itu, dirinya beberapa kali melihat bahasa tubuh Jokowi negatif terhadap kritik Prabowo. "Seperti agak melotot atau agak mengerutkan bibirnya," kata Rico. Sedangkan bahasa tubuh Prabowo lebih bersahabat saat debat. Salah satunya, Prabowo mengatakan 'siap' dan setuju dengan Jokowi. "Bahkan menolak untuk dibenturkan lebih lanjut," katanya.
Dari sisi konten, Rico melihat Prabowo fokus pada visi, namun lemah untuk me-maparkannya dengan lebih detail. "Sementara Jokowi sangat ready (siap) membahas detail setiap pertanyaan. Bahkan, mungkin terlalu detail," tandas Rico.
Sementara, lembaga survei Para Syndicate memberi nilai 8 untuk Jokowi dan nilai 6 untuk Prabowo dalam debat Capres yang tanpa didampingi para Cawapres, Minggu malam. "Saya tidak bisa memberi kalah mutlak, ya lulus-lah. Saya beri nilai 8 untuk 01 atau B+lah, lalu nilai 6 atau C untuk 02," ujar Direktur Eksekutif Para Syndicate, Ari Nurcahyo, saat diskusi di Rumah Para Syndicate kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin kemarin.
Ari Nurcahyo menjelaskan keunggulan Jokowi atas Prabowo lantaran Capres nomor uru 01 lebih memiliki kebijakan program yang matang. Sedangkan Prabowo kebijakannya belum jelas. Ari menggunakan analaogi makanan dalam penilaian Jokowi vs Prabowo dalam debat malam itu.
"Saya analisa ke strategi kebijakan, kalau kita bicara restoran, 01 sudah sediakan menu yang siap disantap, makanan pembuka, makan utama, dan dessert. Paslon 02 belum jelas, belum hidangan yang riil," tandas Ari.
Prabowo dapat nilai rendah, juga karena terlalu banyak menyetujui apa yang disampaikan Jokowi. Padahal, menurut Ari, Prabowo bisa lebih diplomatif menanggapi pernyataan Jokowi, dibanding harus menyetujui atau mengapresiasi.
"Karena memang kontras, argumentatif dari 02 kepada 01 tidak nampak, justru banyak afirmatif yang harusnya dihindari dalam debat. Itu opsi, lawan harusnya dilakukan diplomatif, bukan secara frontal mengafirmasi, setuju sependapat dan apresiasi. Forum luar nggak apa-apa, tapi di forum debat, argumen yang harus terjadi, dan argumen masing-masing bukan afirmasi argumen lawan," paparnya.
Ari menyayangkan ketika Prabowo lebih mengedepankan afirmatif daripada ber-adu argumen dengan Jokowi saat debat. Padahal, visi misi 'Indonesia Menang' itu sebetulnya sudah mengcounter kebijakan dan capaian Jokowi. "Banyak sebenarnya dari 01 yang jadi kelemahan kebijakan kalau mau dieksplorasi. Yang sebenarnya sudah muncul di visi misi ‘Indonesia Menang’, tidak muncul sebagai counter dari Prabowo."
Ari juga menyoroti kekalahan Prabowo di debat kemarin karena belum menjelas-kan kebijakan apa saja yang akan dibuat dalam pemerintahan. Prabowo seharusnya mampu menjabarkan visi misi yang kontras dengan kebijakan Jokowi. "Bukan hanya mengatakan berbeda falsafah dan strategi. Iya berbeda, tapi turunannya seperti apa?" katanya.
Ari menyimpulkan Jokowi sebagai programatik solutif, sementara Prabowo propaganda janji. "Paparan Pak Jokowi gamblang saja, lebih programatik menawarkan solusi kebijakan yang memang argumentasi menjadi policy-policy. Akan tetapi, konter dari 02, Pak Prabowo, hanya berisi propaganda," tandas Ari.
Menurut Ari, dalam debat publik malam itu, Jokowi menyampaikan program-program yang memberikan solusi kebijakan menyelesaikan masalah. Sebaliknya, Prabowo lebih pada propaganda dan janji. Prabowo bicara falsafah dan strategi dalam debat, namun tidak memaparkan programnya. "Sementara 02, karena berbicara pada ranah, 'Oke, kami berbeda dalam sisi falsafah dan strategi', tapi tidak didukung turunan-turunan sampai ke sifatnya programatik dan kebijakan. Jadi, Prabowo cenderung hanya propaganda janji," katanya.
Ari mencontohkan saat Jokowi menyinggung soal tanah 340.000 hektare milik Prabowo. Counter Jokowi ini dilakukan setelah Prabowo memberi keterangan soal strategi falsafah didasari Pasal 33 UUD 1945. Ari mengatakan, kebijakan yang tidak konkret dari Prabowo mendasari blunder ini.
"Pasal 33, bumi, air, dan tanah milik negara, akhirnya tidak diaplikasikan jadi program kebijakan riil, cenderung jadi propaganda dan janji, karena tidak ada kebijakan konkretnya. Sehingga tampak sekali 01 fokus pada solusi, tapi 02 hanya memaparkan masalahnya dan tidak muncul sampai ke ranah kebijakan konkret." *
1
Komentar