Raperda RTRW Harus Maju ke Pusat Dulu
Terbentur reses, pertemuan Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali dengan para bupati/walikota se-Bali molor
Tamba Dukung Sikap Giri Prasta Soal Ketinggian Bangunan
DENPASAR, NusaBali
Draft Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali semakin panjang prosesnya. Masalahnya, draft Ranperda RTRW---yang merupakan Revisi Perda Nomor 16 Tahun 2009---lebih dulu harus disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebelum dibahas Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Bali bersama para bupati/walikota se-Bali.
Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, mengatakan draft Ranperda yang kini sedang digodok, wajib disampaikan dulu ke pusat sebelum dibahas tunas. Selain disampaikan ke Kemendagri, draft Ranperda RTRW Provinsi Bali juga harus disodorkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Pasalnya, penyusunan Ranperda tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang di atasnya.
“Pusat meminta draft Ranperda RTRW disampaikan dulu, walaupun masih dalam pembahasan, supaya tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Ini juga menjadikan prosesnya makin panjang,” ujar Kariyasa Adnyana di Denpasar, Jumat (22/2).
Menurut Kariyasa, Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali pun tidak akan buru-buru ketok palu. Sebab, proses penyusunan Perda RTRW Provinsi Bali ini harus cermat, serta mengakomodasi aspirasi dan keinginan masyarakat dengan substansi-substansi yang pokok. Kalau substansinya tidak prinsip, bisa dilakukan diskusi ringan.
“Kita tetap mendengar aspirasi kabupaten/kota. Sebenarnya, pekan ini kami mau undang para bupati/walikota se-Bali untuk bahas draft Ranperda RTRW. Tetapi, terbentur reses (penyerapan aspirasi) anggota DPRD Bali, sehingga harus tertunda lagi,” tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng yang sudah tiga kali periode duduk di DPRD Bali Dapil Buleleng ini.
Terkait masalah ketinggian bangunan dalam draft Ranperda RTRW, kata Kariyasa, nanti bisa dibahas lagi dengan para bupati/walikota. Beberapa bupati dan walikota masih berbeda-beda aspirasinya soal ketinggian bangunan ini.
Misalnya, Kabupaten Badung melalui Bupati Nyoman Giri Prasta bersikukuh ketinggian bangunan titak boleh melebihi batas 15 meter. Artinya, Badung ingin ketinggian bangunan ini tetap sebagaimana telah dituangkan dalam Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali.
Sedangkan tiga kabupaten: Buleleng, Karangasem, dan Klungkung usulkan ketinggian bangunan maksimal 25 meter. Sementara Kabupaten Tabanan ajukan aspirasi ketinggian bangunan maksimal 20 meter. Namun, usulan tambah ketinggian itu hanya untuk kawasan tertentu saja.
Sebaliknya, dari Kota Denpasar muncul aspirasi agar ketinggian bangunan bisa ditambah (dari ketentuan awal maksimal 15 meter) di beberapa kawasan. Tapi, tidak disebutkan angka maksimal ketinggian bangunan. Sedangkan Bangli dan Jembrana, tidak memunculkan aspirasi soal ketinggian bangunan. Terakhir, Kabupaten Gianyar juga tidak ada mengusulkan ketinggian baginan. Intinya, Gianyar menyerahkan keputusan kepada Pansus ranperda RTRW DPRD Bali.
“Masalah aspirasi ketinggian bagunan ini yang kita mau bahas lagi dalam rapat gabungan nanti (yang melibatkan para bupatiu/walikota, Red). Didahului dengan rapat internal dulu,” beber Kariyasa yang akan maju tarung berebut kursi DPR RI dari PDIP Dapil Bali dalam Pileg 2019.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali, I Nengah Tamba, mengapresiasi sikap Bupati Badung Nyoman Giri Prasta yang menolak perubahan ketinggian bangunan. Menurut Nengah Tamba, Bupati Giri Prasta justru memberikan solusi atas kebutuhan lahan saat ini.
“Saya kaget ketika sosialisasi di Badung, Bupati Giri Prasta malah menolak adanya perubahan ketinggian bangunan. Badung tetap inginkan ketinggian bangunan maksimal 15 meter, sesuai Perda RTRWP 16 Tahun 2009. Bupati Giri Prasta juga memberikan solusi atas kebutuhan lahan, tanpa perlu meninggikan bangunan,” ujar Tamba secara terpisah di Denpasar, Jumat kemarin.
Misalnya, kata Tamba, Giri Prasta memberikan solusi terkait keberadaan RSUP Sanglah, Denpasar melalui subsidi silang. Giri Prasta siap membantu rumah sakit di kabupaten/kota yang selama ini masuk Kelas III dan Kelas II, sepuya kelasnya ditingkatkan menjadi Kelas I, dengan membenahi fasilitas. Dengan begitu, pasien dari seluruh Bali tidak berduyun-duyun datang ke RSUP Sanglah yang saat ini kesulitan lahan parkir. Jadi, tidak perlu meninggikan bagunan RSUP Sanglah, sebagaimana aspirasi yang berkembang belakangan.
“Solusi subsidi silang Bupati Giri Prasta ini kita apresiasi. Artinya, solusi soal membangun tata ruang itu bukan hanya karena masalah lahan. Kualitas pelayanan ternyata bisa menjadi sebuah solusi. Ini satu kecerdasan,” tandas politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana yang juga menjabat Ketua Komisi III DPRD Bali ini.
Menurut Tamba, masalah ketinggian bangunan memang tidak boleh diabaikan. Kalau memang masih ada perbedaan pendapat antar kabupaten, maka bupati/walikota se-Bali harus diajak duduk bersama lagi.
“Sejak awal saya duga masalah ketinggian bangunan ini akan menjadi persoalan krusial. Kita sepakat dilakukan rapat dengan bupati/walikota se-Bali. Kita tetap dengarkan mereka. Orang-orang luar menilai Bali tidak perlu mengangkat ketinggian bangunan. Bali sudah sangat bagus, metaksu dengan kondisi sekarang,” kata Tamba. *nat
DENPASAR, NusaBali
Draft Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Bali semakin panjang prosesnya. Masalahnya, draft Ranperda RTRW---yang merupakan Revisi Perda Nomor 16 Tahun 2009---lebih dulu harus disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sebelum dibahas Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Bali bersama para bupati/walikota se-Bali.
Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali, I Ketut Kariyasa Adnyana, mengatakan draft Ranperda yang kini sedang digodok, wajib disampaikan dulu ke pusat sebelum dibahas tunas. Selain disampaikan ke Kemendagri, draft Ranperda RTRW Provinsi Bali juga harus disodorkan kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Pasalnya, penyusunan Ranperda tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang di atasnya.
“Pusat meminta draft Ranperda RTRW disampaikan dulu, walaupun masih dalam pembahasan, supaya tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Ini juga menjadikan prosesnya makin panjang,” ujar Kariyasa Adnyana di Denpasar, Jumat (22/2).
Menurut Kariyasa, Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali pun tidak akan buru-buru ketok palu. Sebab, proses penyusunan Perda RTRW Provinsi Bali ini harus cermat, serta mengakomodasi aspirasi dan keinginan masyarakat dengan substansi-substansi yang pokok. Kalau substansinya tidak prinsip, bisa dilakukan diskusi ringan.
“Kita tetap mendengar aspirasi kabupaten/kota. Sebenarnya, pekan ini kami mau undang para bupati/walikota se-Bali untuk bahas draft Ranperda RTRW. Tetapi, terbentur reses (penyerapan aspirasi) anggota DPRD Bali, sehingga harus tertunda lagi,” tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng yang sudah tiga kali periode duduk di DPRD Bali Dapil Buleleng ini.
Terkait masalah ketinggian bangunan dalam draft Ranperda RTRW, kata Kariyasa, nanti bisa dibahas lagi dengan para bupati/walikota. Beberapa bupati dan walikota masih berbeda-beda aspirasinya soal ketinggian bangunan ini.
Misalnya, Kabupaten Badung melalui Bupati Nyoman Giri Prasta bersikukuh ketinggian bangunan titak boleh melebihi batas 15 meter. Artinya, Badung ingin ketinggian bangunan ini tetap sebagaimana telah dituangkan dalam Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali.
Sedangkan tiga kabupaten: Buleleng, Karangasem, dan Klungkung usulkan ketinggian bangunan maksimal 25 meter. Sementara Kabupaten Tabanan ajukan aspirasi ketinggian bangunan maksimal 20 meter. Namun, usulan tambah ketinggian itu hanya untuk kawasan tertentu saja.
Sebaliknya, dari Kota Denpasar muncul aspirasi agar ketinggian bangunan bisa ditambah (dari ketentuan awal maksimal 15 meter) di beberapa kawasan. Tapi, tidak disebutkan angka maksimal ketinggian bangunan. Sedangkan Bangli dan Jembrana, tidak memunculkan aspirasi soal ketinggian bangunan. Terakhir, Kabupaten Gianyar juga tidak ada mengusulkan ketinggian baginan. Intinya, Gianyar menyerahkan keputusan kepada Pansus ranperda RTRW DPRD Bali.
“Masalah aspirasi ketinggian bagunan ini yang kita mau bahas lagi dalam rapat gabungan nanti (yang melibatkan para bupatiu/walikota, Red). Didahului dengan rapat internal dulu,” beber Kariyasa yang akan maju tarung berebut kursi DPR RI dari PDIP Dapil Bali dalam Pileg 2019.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus Ranperda RTRW DPRD Bali, I Nengah Tamba, mengapresiasi sikap Bupati Badung Nyoman Giri Prasta yang menolak perubahan ketinggian bangunan. Menurut Nengah Tamba, Bupati Giri Prasta justru memberikan solusi atas kebutuhan lahan saat ini.
“Saya kaget ketika sosialisasi di Badung, Bupati Giri Prasta malah menolak adanya perubahan ketinggian bangunan. Badung tetap inginkan ketinggian bangunan maksimal 15 meter, sesuai Perda RTRWP 16 Tahun 2009. Bupati Giri Prasta juga memberikan solusi atas kebutuhan lahan, tanpa perlu meninggikan bangunan,” ujar Tamba secara terpisah di Denpasar, Jumat kemarin.
Misalnya, kata Tamba, Giri Prasta memberikan solusi terkait keberadaan RSUP Sanglah, Denpasar melalui subsidi silang. Giri Prasta siap membantu rumah sakit di kabupaten/kota yang selama ini masuk Kelas III dan Kelas II, sepuya kelasnya ditingkatkan menjadi Kelas I, dengan membenahi fasilitas. Dengan begitu, pasien dari seluruh Bali tidak berduyun-duyun datang ke RSUP Sanglah yang saat ini kesulitan lahan parkir. Jadi, tidak perlu meninggikan bagunan RSUP Sanglah, sebagaimana aspirasi yang berkembang belakangan.
“Solusi subsidi silang Bupati Giri Prasta ini kita apresiasi. Artinya, solusi soal membangun tata ruang itu bukan hanya karena masalah lahan. Kualitas pelayanan ternyata bisa menjadi sebuah solusi. Ini satu kecerdasan,” tandas politisi Demokrat asal Desa Kaliakah, Kecamatan Negara, Jembrana yang juga menjabat Ketua Komisi III DPRD Bali ini.
Menurut Tamba, masalah ketinggian bangunan memang tidak boleh diabaikan. Kalau memang masih ada perbedaan pendapat antar kabupaten, maka bupati/walikota se-Bali harus diajak duduk bersama lagi.
“Sejak awal saya duga masalah ketinggian bangunan ini akan menjadi persoalan krusial. Kita sepakat dilakukan rapat dengan bupati/walikota se-Bali. Kita tetap dengarkan mereka. Orang-orang luar menilai Bali tidak perlu mengangkat ketinggian bangunan. Bali sudah sangat bagus, metaksu dengan kondisi sekarang,” kata Tamba. *nat
Komentar