Korban Penyandang Disabilitas, Pelaku Juga Pernah Setubuhi Sapi
Ayah, Kakak, dan Adik Laki-laki Setubuhi Saudara Kandung Perempuan
LAMPUNG, NusaBali
Polisi menangkap tiga orang, ayah berinisial M, 45, serta kakak-adik berinisial SA, 24, dan YF, 15, di wilayah Pekon Panggungrejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Ketiganya ditetapkan Polres Tanggamus sebagai tersangka kasus persetubuhan sedarah atau incest yang berlangsung selama setahun belakangan. Korbannya adalah AG, 18, anak kandung serta adik dan kakak para pelaku.
“Sudah, ketiganya sudah jadi tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Tanggamus AKP Edi Qorinas saat dihubungi detikcom lewat telepon, Sabtu (23/2).
Para tersangka diringkus di kediaman mereka di Pekon Panggung Rejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, Kamis (21/2) malam.
Penangkapan dilakukan berdasarkan laporan polisi No Pol LP/B-18/II/2019/PLD LPG/RES TGMS/SEK SUKO. Pelapornya adalah Tarseno, 51, anggota Satgas Merah Putih Perlindungan Anak Pekon Panggungrejo.
Ketiganya ditangkap di rumah tanpa perlawanan sekitar pukul 21.00 WIB. Dari lokasi, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa beberapa helai baju serta celana milik terduga pelaku dan korban.
Para terduga pelaku telah dibawa ke Polsek Sukoharjo untuk diperiksa lebih lanjut. Penanganan kasus ini dan para tersangka dilimpahkan ke Unit Perempuan PPA Satreskrim Polres Tanggamus.
Korban sendiri saat ini dalam pengawasan polisi. Korban sudah 1 tahun belakangan menjadi korban pemerkosaan para pelaku secara bergantian di dalam rumah.
“Korban merupakan penyandang disabilitas atau ada keterbelakangan mental,” ujar AKP Edi.
“Perbuatan para pelaku terungkap akibat kecurigaan dari para tetangga sekitar terhadap aktivitas dari keluarga tersebut yang tidak lazim dan pada hari Rabu, 20 Februari 2019, permasalahan tersebut dilaporkan ke Polsek Sukoharjo oleh Satgas Perlindungan Anak Pekon Panggungrejo,” kata AKP Edi.
Menurut AKP Edi, korban sudah dipaksa melakukan hubungan intim sejak 2018 secara bergantian oleh ayah, kakak, dan adiknya. Korban yang merupakan penyandang disabilitas tidak dapat melakukan perlawanan karena takut.
“Masing-masing pelaku menyetubuhi korban rata-rata lebih dari satu kali dalam satu hari,” ujar AKP Edi.
“Saya lihat mereka ini berawal dari kakaknya (SA) sudah pegang HP. Di dalam HP-nya itu banyak video dewasa. Adik kakak ini sering diajak nonton video dewasa,” kata AKP Edi.
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tanggamus Ipda Primadona Laila mengatakan, perilaku SA dan YF yang suka nonton film dewasa itu diketahui dari hasil pemeriksaan dan pengakuan tersangka.
“Nonton film bersama, kemudian dipraktikkan ke korban. Dalam sehari bisa melampiaskan hasratnya ke korban itu ada kalau kakaknya bisa sampai 5 kali, adiknya 3 kali,” kata Ipda Dona saat dihubungi detikcom.
Ipda Dona mengatakan, pengakuan ayahnya M baru lima kali menyetubuhi korban. Sementara yang mencengangkan, SA mengaku sudah sekitar 120 kali menggauli AG dan YF sekitar 60 kali. Perbuatan ini dilakukan berulang kali sejak 2018. AG tak kuasa melawan karena takut. Selama ini, dia juga dikungkung di dalam rumah.
Ipda Dona menyebut, secara visual M dan SA terlihat seperti manusia normal. Tidak ada keanehan perilaku. Namun sosok YF dia nilai sedikit aneh, karena saat diperiksa terlihat santai bahkan tertawa. YF juga mengaku pernah menyetubuhi kambing dan sapi tetangga.
“Kita tanya (kepada YF) ada objek atau korban lain nggak yang disetubuhi selain kakak kandungmu, anak ini jawab ‘nggak ada bu. Tapi pernah sama kambing dan sapi juga’. Itu pun karena melihat video dewasa yang ada di HP. HP-nya rusak. Mereka terinspirasi video dewasa luar negeri yang melakukan hubungan seksual melalui objek binatang,” ucapnya.
Untuk mendalami persoalan ini, ketiga tersangka akan diperiksa kejiwaannya pada Senin (25/2) besok. Polisi ingin mengetahui apakah ketiganya mengalami gangguan kejiwaan.
Ipda Dona menambahkan, polisi juga menaruh perhatian serius pada korban. Apalagi AG diketahui mengalami keterbelakangan mental. Pihaknya akan terus memonitor kondisi AG. AG pada Senin (25/2) besok juga akan diperiksa kesehatan dan kondisi kejiwaannya.
“Sejauh ini belum kita temukan adanya gejala kehamilan, karena korban juga baru mau kita ambil keterangannya Senin besok dengan didampingi ahli bahasa. Korban bukan kategori tunarungu, tunawicara atau tunagrahita tapi dia memang masuk dalam katagori disabilitas karena kalau ditanya harus ada panduan, ada yang mendampingi, jadi bisa jelas,” ujar Ipda Dona.
“Secara visual anaknya sehat. Anaknya putih, cantik malah. Tapi dia keterbelakangan mental. Mungkin karena tidak mengenyam pendidikan. Kurang lebih seperti itu. Kalau kita lihat matanya kosong. Psikisnya sudah kena,” tuturnya.
“Ini lagi coba kita dalami lagi, karena bapaknya tahu anak-anaknya itu menyetubuhi anak kandungnya tapi dibiarkan saja. Saling tahu tapi dibiarkan. Waktu itu adiknya yang bungsu ini melihat kalau saudara perempuannya ditiduri bapaknya, dibiarin. Jadi saling tahu mereka ini,” ujar Ipda Dona.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras kasus incest atau hubungan sedarah yang dilakukan ayah M, SA, serta YF terhadap AG. KPAI meminta para pelaku dihukum maksimal.
“Korban adalah anak perempuan penyandang disabilitas yang ibunya meninggal. Dia menjadi budak seks anggota keluarga yang seharusnya melindunginya. Tiga pelaku yakni ayah, kakak, dan adik korban melakukan eksploitasi seks sejenis dengan memanfaatkan kelemaham korban sebagai penyandang disabilitas mental. Ini perbuatan bejat, pelakunya harus dituntut 15 tahun penjara,” kata Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat, Susianah Affandy, lewat keterangannya, Sabtu(23/2).
Susianah mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Menurut dia, tindakan sadis dari para pelaku harus menjadi atensi dari seluruh pihak.
Susianah akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pringsewu terkait perlindungan dan pemulihan korban. Selain itu, KPAI juga akan melakukan komunikasi dengan kementerian terkait untuk membahas aturan terkait perlindungan korban penyandang disabilitas.
“Peristiwa ini bagi KPAI akan menjadi pintu masuk bagi upaya perlindungan anak penyandang disabilitas. KPAI akan segera melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk membahas RPP tentang UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas,” tuturnya.Para tersangka dipersangkakan Pasal 76D dan Pasal 81 ayat (3) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 8 huruf a jo Pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 285 KUHPidana.
“Ancaman hukuman untuk Pasal 81 ayat 3 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak minimal 5 tahun maksimal 15 tahun ditambah sepertiga dari ancaman maksimal apabila dilakukan oleh orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan darah. Untuk Pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ancaman hukuman paling lama 12 tahun. Untuk Pasal 285 KUHPidana, ancaman hukuman paling lama 12 (dua belas) tahun,” jelas AKP Edi. *
Polisi menangkap tiga orang, ayah berinisial M, 45, serta kakak-adik berinisial SA, 24, dan YF, 15, di wilayah Pekon Panggungrejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung. Ketiganya ditetapkan Polres Tanggamus sebagai tersangka kasus persetubuhan sedarah atau incest yang berlangsung selama setahun belakangan. Korbannya adalah AG, 18, anak kandung serta adik dan kakak para pelaku.
“Sudah, ketiganya sudah jadi tersangka,” kata Kasat Reskrim Polres Tanggamus AKP Edi Qorinas saat dihubungi detikcom lewat telepon, Sabtu (23/2).
Para tersangka diringkus di kediaman mereka di Pekon Panggung Rejo, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Lampung, Kamis (21/2) malam.
Penangkapan dilakukan berdasarkan laporan polisi No Pol LP/B-18/II/2019/PLD LPG/RES TGMS/SEK SUKO. Pelapornya adalah Tarseno, 51, anggota Satgas Merah Putih Perlindungan Anak Pekon Panggungrejo.
Ketiganya ditangkap di rumah tanpa perlawanan sekitar pukul 21.00 WIB. Dari lokasi, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa beberapa helai baju serta celana milik terduga pelaku dan korban.
Para terduga pelaku telah dibawa ke Polsek Sukoharjo untuk diperiksa lebih lanjut. Penanganan kasus ini dan para tersangka dilimpahkan ke Unit Perempuan PPA Satreskrim Polres Tanggamus.
Korban sendiri saat ini dalam pengawasan polisi. Korban sudah 1 tahun belakangan menjadi korban pemerkosaan para pelaku secara bergantian di dalam rumah.
“Korban merupakan penyandang disabilitas atau ada keterbelakangan mental,” ujar AKP Edi.
“Perbuatan para pelaku terungkap akibat kecurigaan dari para tetangga sekitar terhadap aktivitas dari keluarga tersebut yang tidak lazim dan pada hari Rabu, 20 Februari 2019, permasalahan tersebut dilaporkan ke Polsek Sukoharjo oleh Satgas Perlindungan Anak Pekon Panggungrejo,” kata AKP Edi.
Menurut AKP Edi, korban sudah dipaksa melakukan hubungan intim sejak 2018 secara bergantian oleh ayah, kakak, dan adiknya. Korban yang merupakan penyandang disabilitas tidak dapat melakukan perlawanan karena takut.
“Masing-masing pelaku menyetubuhi korban rata-rata lebih dari satu kali dalam satu hari,” ujar AKP Edi.
“Saya lihat mereka ini berawal dari kakaknya (SA) sudah pegang HP. Di dalam HP-nya itu banyak video dewasa. Adik kakak ini sering diajak nonton video dewasa,” kata AKP Edi.
Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Tanggamus Ipda Primadona Laila mengatakan, perilaku SA dan YF yang suka nonton film dewasa itu diketahui dari hasil pemeriksaan dan pengakuan tersangka.
“Nonton film bersama, kemudian dipraktikkan ke korban. Dalam sehari bisa melampiaskan hasratnya ke korban itu ada kalau kakaknya bisa sampai 5 kali, adiknya 3 kali,” kata Ipda Dona saat dihubungi detikcom.
Ipda Dona mengatakan, pengakuan ayahnya M baru lima kali menyetubuhi korban. Sementara yang mencengangkan, SA mengaku sudah sekitar 120 kali menggauli AG dan YF sekitar 60 kali. Perbuatan ini dilakukan berulang kali sejak 2018. AG tak kuasa melawan karena takut. Selama ini, dia juga dikungkung di dalam rumah.
Ipda Dona menyebut, secara visual M dan SA terlihat seperti manusia normal. Tidak ada keanehan perilaku. Namun sosok YF dia nilai sedikit aneh, karena saat diperiksa terlihat santai bahkan tertawa. YF juga mengaku pernah menyetubuhi kambing dan sapi tetangga.
“Kita tanya (kepada YF) ada objek atau korban lain nggak yang disetubuhi selain kakak kandungmu, anak ini jawab ‘nggak ada bu. Tapi pernah sama kambing dan sapi juga’. Itu pun karena melihat video dewasa yang ada di HP. HP-nya rusak. Mereka terinspirasi video dewasa luar negeri yang melakukan hubungan seksual melalui objek binatang,” ucapnya.
Untuk mendalami persoalan ini, ketiga tersangka akan diperiksa kejiwaannya pada Senin (25/2) besok. Polisi ingin mengetahui apakah ketiganya mengalami gangguan kejiwaan.
Ipda Dona menambahkan, polisi juga menaruh perhatian serius pada korban. Apalagi AG diketahui mengalami keterbelakangan mental. Pihaknya akan terus memonitor kondisi AG. AG pada Senin (25/2) besok juga akan diperiksa kesehatan dan kondisi kejiwaannya.
“Sejauh ini belum kita temukan adanya gejala kehamilan, karena korban juga baru mau kita ambil keterangannya Senin besok dengan didampingi ahli bahasa. Korban bukan kategori tunarungu, tunawicara atau tunagrahita tapi dia memang masuk dalam katagori disabilitas karena kalau ditanya harus ada panduan, ada yang mendampingi, jadi bisa jelas,” ujar Ipda Dona.
“Secara visual anaknya sehat. Anaknya putih, cantik malah. Tapi dia keterbelakangan mental. Mungkin karena tidak mengenyam pendidikan. Kurang lebih seperti itu. Kalau kita lihat matanya kosong. Psikisnya sudah kena,” tuturnya.
“Ini lagi coba kita dalami lagi, karena bapaknya tahu anak-anaknya itu menyetubuhi anak kandungnya tapi dibiarkan saja. Saling tahu tapi dibiarkan. Waktu itu adiknya yang bungsu ini melihat kalau saudara perempuannya ditiduri bapaknya, dibiarin. Jadi saling tahu mereka ini,” ujar Ipda Dona.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengutuk keras kasus incest atau hubungan sedarah yang dilakukan ayah M, SA, serta YF terhadap AG. KPAI meminta para pelaku dihukum maksimal.
“Korban adalah anak perempuan penyandang disabilitas yang ibunya meninggal. Dia menjadi budak seks anggota keluarga yang seharusnya melindunginya. Tiga pelaku yakni ayah, kakak, dan adik korban melakukan eksploitasi seks sejenis dengan memanfaatkan kelemaham korban sebagai penyandang disabilitas mental. Ini perbuatan bejat, pelakunya harus dituntut 15 tahun penjara,” kata Komisioner KPAI Bidang Sosial dan Anak Dalam Situasi Darurat, Susianah Affandy, lewat keterangannya, Sabtu(23/2).
Susianah mengaku prihatin atas kejadian tersebut. Menurut dia, tindakan sadis dari para pelaku harus menjadi atensi dari seluruh pihak.
Susianah akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Pringsewu terkait perlindungan dan pemulihan korban. Selain itu, KPAI juga akan melakukan komunikasi dengan kementerian terkait untuk membahas aturan terkait perlindungan korban penyandang disabilitas.
“Peristiwa ini bagi KPAI akan menjadi pintu masuk bagi upaya perlindungan anak penyandang disabilitas. KPAI akan segera melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait untuk membahas RPP tentang UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas,” tuturnya.Para tersangka dipersangkakan Pasal 76D dan Pasal 81 ayat (3) UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 8 huruf a jo Pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga atau Pasal 285 KUHPidana.
“Ancaman hukuman untuk Pasal 81 ayat 3 UU RI No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak minimal 5 tahun maksimal 15 tahun ditambah sepertiga dari ancaman maksimal apabila dilakukan oleh orangtua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan darah. Untuk Pasal 46 UU RI No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ancaman hukuman paling lama 12 tahun. Untuk Pasal 285 KUHPidana, ancaman hukuman paling lama 12 (dua belas) tahun,” jelas AKP Edi. *
1
Komentar