Telusuri Jejak Mpu Baradah
Pedanda Siwa-Budha Berkumpul di Sanur
DENPASAR, NusaBali
Puluhan sulinggih yang terdiri dari Pedanda Siwa, Pedanda Budha, dan Rsi Agung berkumpul di Pura Tanjung Sari, Sanur, Denpasar Selatan, Minggu (24/2). Dalam pertemuan yang dihadiri pula Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace tersebut, mereka menelusuri jejak perjalanan suci Mpu Baradah di Bali pada abad XI ketika hendak bertemu kakaknya, Mpu Kuturan, di Pura Silayukti, Desa Pakraman Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem.
Pura Tanjung Sari di kawasan Hotel Puri Santrian Sanur merupakan salah satu pura yang dipercaya sempat disinggahi Mpu Baradah ketika datang ke Bali di abad XI. “Dipercaya di tempat ini (Pura Tanjung Sari) Mpu Baradah sempat singgah dan menetap, sebelum melanjutkan perjalanan bersama Mpu Kuturan,” ujar Ida Bagus Gede Sidharta Putra, tokoh spiritual dari Griya Gede Jero Sanur, yang juga menjadi pangempon Pura Tanjung Sari, Minggu kemarin.
Menurut cerita para panglingsir, kata Sidharta Putra, di Pura Tanjung Sari inilah awalnya ditancapkan sebuah tugu meninggalan Mpu Baradah. Tugu tersebut kemudian berkem-bang menjadi Pura Tanjung Sari. “Sebagaimana perjalanan orang suci, setiap tempat pesinggahan beliau (Mpu Baradah) menjadi tempat suci, sebagai bentuk penghormatan masyarakat,” jelasnya.
Paparan senada juga disampaikan Ida Pedanda Wayahan Wanasari, sulinggih dari Griya Wanasari, dalam pertemuan kemarin. “Dalam perjalanan sebelum ke Silayukti untuk bertemu Mpu Kuturan, Mpu Baradah sempat singgah dan bermalam di Pura Tanjung Sari ini,” ujar Ida Pedanda Wayahan Wanasari.
Makanya, kata dia, Mpu Baradah yang merupakan Bhagawanta Raja Airlangga---disthanakan di Pura Tanjung Sari. Sebagaimana tempat suci lainnya di Bali, Pura Tanjung Sari juga tak lepas dari sisi gaib. Menurut Ida Pedanda Wayahan Manasari, unen-unen yang dipercaya menjaga lingkungan Pura Tanjung Sari dan sekitarnya berwujud Naga.
Sementara itu, dalam pertemuan sulinggih di Pura Tanjung Sari kemarin, diungkap kisah kedatangan Mpu Baradah ke Bali pada abad XI. Mpu Baradah datang sebagai utusan Raja Kediri, Airlangga, untuk meminta agar salah seorang putranya bisa naik tahta di Bali.
Raja Airlangga sendiri adalah putra sulung dari Raja Udayana dengan permaisurinya Sri Gunapriya Dharmapatni (Putri Mahendradatta). Pada usia 16 tahun, Airlangga diambil sebagai menantu oleh Raja Teguh Dharmawangsa, yang notabene kakak kandung ibundanya. Namun, saat upacara perkawinan Airlangga, Raja Teguh Dharmawangsa diserang Raja Wurawuri.
Selain menyebabkan Kerajaan Kediri hancur, dalam serangan itu Raja Teguh Dhar-mawangsa juga gugur. Sedangkan Airlangga bersama Narotama berhasil menyelamatkan diri dan menyingkir, sebelum kemudian sukses mengalahkan Raja Wurawuri dan membangun kembali Kerajaan Kediri menjadi Kerajaan Kahuripan.
Singkat cerita, Raja Airlangga mempunyai dua putra, yakni Sri Samarawijaya dan Mapanji Grasakan. Guna menghindari perebutan kekuasaan di antara kedua putranya tersebut, Raja Airlangga mengutus Mpu Baradah ke Bali dengan harapan salah satu dari mereka bisa dinobatkan sebagai penguasa Bali.
“Namun, permintaan Raja Airlangga tidak bisa dipenuhi oleh Mpu Kuturan,” ujar Ida Pedanda Wayahan Bun, sulinggih dari Griya Sanur, Desa Pejeng, Kecamatan Ta-mpaksiring, Gianyar, yang jadi narasumber dalam pertemuan kemarin. Alasannya, karena Bali sendiri sudah punya calon raja yakni Marakatta Pangkaja Utunggadewa, yang notabene adik kedua dari Airlangga. Sedang adiknya yang bungsu, Anak Wungsu, kelak menjadi raja setelah Raja Marakatta Pangkaja Utunggadewa.
Ida Pedanda Wayahan Bun memastikan Mpu Baradah merupakan tokoh nyata. “Karena memang prasasti yang sudah menyebutkan keberadaan beliau,” katanya. Demikian sakti dan wisesanya seorang Mpu Baradah, sehingga ada kayu yang biasanya dipakai tongkat oleh pedanda disebut Kayu Pradah. “Baradah dan Pradah itu sama,” kata Ida Pedanda Wayahan Bun.
Sementara, salah seorang penekun spiritual, Ida Bagus Suamba Bhayangkara, mengatakan Mpu Bradah adalah figur yang luar biasa. “Keturunan-keturunan beliau (Mpu Baradah) berperan besar di Bali,” ujar Suamba Bhaytangkara dalam pertemuan kemarin.
Menurut Suamba Bhayangkara, upaya penelusuran perjalanan suci Mpu Baradah di Bali dimaksudkan untuk menelusuri jatidiri. “Jangan sampai kita kehilangan sejarah,” ujar Suamba Bhayangkara yang bertindak sebagai Ketua Panitia Seminar ‘Menelusuri Jejak Perjalanan Mpu Baradah’ di Sanur kemarin. Sekadar dicatat, dalam cerita Calonarang, Mpu Baradah inilah tokoh sentral di balik kesuksesan menumpas Calonarang. *k17
Puluhan sulinggih yang terdiri dari Pedanda Siwa, Pedanda Budha, dan Rsi Agung berkumpul di Pura Tanjung Sari, Sanur, Denpasar Selatan, Minggu (24/2). Dalam pertemuan yang dihadiri pula Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati alias Cok Ace tersebut, mereka menelusuri jejak perjalanan suci Mpu Baradah di Bali pada abad XI ketika hendak bertemu kakaknya, Mpu Kuturan, di Pura Silayukti, Desa Pakraman Padangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem.
Pura Tanjung Sari di kawasan Hotel Puri Santrian Sanur merupakan salah satu pura yang dipercaya sempat disinggahi Mpu Baradah ketika datang ke Bali di abad XI. “Dipercaya di tempat ini (Pura Tanjung Sari) Mpu Baradah sempat singgah dan menetap, sebelum melanjutkan perjalanan bersama Mpu Kuturan,” ujar Ida Bagus Gede Sidharta Putra, tokoh spiritual dari Griya Gede Jero Sanur, yang juga menjadi pangempon Pura Tanjung Sari, Minggu kemarin.
Menurut cerita para panglingsir, kata Sidharta Putra, di Pura Tanjung Sari inilah awalnya ditancapkan sebuah tugu meninggalan Mpu Baradah. Tugu tersebut kemudian berkem-bang menjadi Pura Tanjung Sari. “Sebagaimana perjalanan orang suci, setiap tempat pesinggahan beliau (Mpu Baradah) menjadi tempat suci, sebagai bentuk penghormatan masyarakat,” jelasnya.
Paparan senada juga disampaikan Ida Pedanda Wayahan Wanasari, sulinggih dari Griya Wanasari, dalam pertemuan kemarin. “Dalam perjalanan sebelum ke Silayukti untuk bertemu Mpu Kuturan, Mpu Baradah sempat singgah dan bermalam di Pura Tanjung Sari ini,” ujar Ida Pedanda Wayahan Wanasari.
Makanya, kata dia, Mpu Baradah yang merupakan Bhagawanta Raja Airlangga---disthanakan di Pura Tanjung Sari. Sebagaimana tempat suci lainnya di Bali, Pura Tanjung Sari juga tak lepas dari sisi gaib. Menurut Ida Pedanda Wayahan Manasari, unen-unen yang dipercaya menjaga lingkungan Pura Tanjung Sari dan sekitarnya berwujud Naga.
Sementara itu, dalam pertemuan sulinggih di Pura Tanjung Sari kemarin, diungkap kisah kedatangan Mpu Baradah ke Bali pada abad XI. Mpu Baradah datang sebagai utusan Raja Kediri, Airlangga, untuk meminta agar salah seorang putranya bisa naik tahta di Bali.
Raja Airlangga sendiri adalah putra sulung dari Raja Udayana dengan permaisurinya Sri Gunapriya Dharmapatni (Putri Mahendradatta). Pada usia 16 tahun, Airlangga diambil sebagai menantu oleh Raja Teguh Dharmawangsa, yang notabene kakak kandung ibundanya. Namun, saat upacara perkawinan Airlangga, Raja Teguh Dharmawangsa diserang Raja Wurawuri.
Selain menyebabkan Kerajaan Kediri hancur, dalam serangan itu Raja Teguh Dhar-mawangsa juga gugur. Sedangkan Airlangga bersama Narotama berhasil menyelamatkan diri dan menyingkir, sebelum kemudian sukses mengalahkan Raja Wurawuri dan membangun kembali Kerajaan Kediri menjadi Kerajaan Kahuripan.
Singkat cerita, Raja Airlangga mempunyai dua putra, yakni Sri Samarawijaya dan Mapanji Grasakan. Guna menghindari perebutan kekuasaan di antara kedua putranya tersebut, Raja Airlangga mengutus Mpu Baradah ke Bali dengan harapan salah satu dari mereka bisa dinobatkan sebagai penguasa Bali.
“Namun, permintaan Raja Airlangga tidak bisa dipenuhi oleh Mpu Kuturan,” ujar Ida Pedanda Wayahan Bun, sulinggih dari Griya Sanur, Desa Pejeng, Kecamatan Ta-mpaksiring, Gianyar, yang jadi narasumber dalam pertemuan kemarin. Alasannya, karena Bali sendiri sudah punya calon raja yakni Marakatta Pangkaja Utunggadewa, yang notabene adik kedua dari Airlangga. Sedang adiknya yang bungsu, Anak Wungsu, kelak menjadi raja setelah Raja Marakatta Pangkaja Utunggadewa.
Ida Pedanda Wayahan Bun memastikan Mpu Baradah merupakan tokoh nyata. “Karena memang prasasti yang sudah menyebutkan keberadaan beliau,” katanya. Demikian sakti dan wisesanya seorang Mpu Baradah, sehingga ada kayu yang biasanya dipakai tongkat oleh pedanda disebut Kayu Pradah. “Baradah dan Pradah itu sama,” kata Ida Pedanda Wayahan Bun.
Sementara, salah seorang penekun spiritual, Ida Bagus Suamba Bhayangkara, mengatakan Mpu Bradah adalah figur yang luar biasa. “Keturunan-keturunan beliau (Mpu Baradah) berperan besar di Bali,” ujar Suamba Bhaytangkara dalam pertemuan kemarin.
Menurut Suamba Bhayangkara, upaya penelusuran perjalanan suci Mpu Baradah di Bali dimaksudkan untuk menelusuri jatidiri. “Jangan sampai kita kehilangan sejarah,” ujar Suamba Bhayangkara yang bertindak sebagai Ketua Panitia Seminar ‘Menelusuri Jejak Perjalanan Mpu Baradah’ di Sanur kemarin. Sekadar dicatat, dalam cerita Calonarang, Mpu Baradah inilah tokoh sentral di balik kesuksesan menumpas Calonarang. *k17
1
Komentar