Multitasking Otak dan Global Positioning System Saat Berkendara
Pusat kegiatan tubuh dikelola oleh otak. Otak merupakan organ yang mempunyai beban kerja yang berat. Multitasking otak dapat dimiliki oleh orang-orang tertentu.
Penulis: Bayu Susena, S.H., M.H.
Staf Department of Quality Assurance Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Kemampuan multitasking otak di dunia kerja biasanya lebih mudah memperoleh pekerjaan. Dunia kerja umumnya mencari orang yang mempunyai kemampuan multitasking otak.
Multitasking otak keunggulannya yaitu dapat mengerjakan beberapa pekerjaan dalam waktu yang bersamaan. Efek kurang baik multitasking otak menurut Jurnal Current Biology yaitu menurunnya fungsi otak dalam bekerja dan memproses informasi. Hampir 40 % menurunnya fungsi otak, ketika orang tersebut melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu.
Menurunnya fungsi otak ini karena otak harus bergantian mengganti fokus dan ingatan yang ada. Di otak akan ada bersaingan ingatan ketika melakukan multitasking otak yaitu ingatan pekerjaan pertama dan ingatan pekerjaan kedua. Saat multitasking otak dilakukan bisa saja terjadi tabrakan sinyal di otak sehingga berakibat respon otak bisa salah. Maka fokus orang tersebut mudah teralihkan dan rentan melakukan kesalahan di pekerjaan yang dilakukan.
Contoh multitasking otak yaitu menerima telepon atau mengetik pesan singkat atau mengoperasionalkan Global Positioning System (GPS) ketika sedang berkendara. Kedua pekerjaan itu dapat dilakukan secara bersamaan yaitu mengoperasionalkan GPS dan berkendara, tetapi peluang untuk terjadi kecelakaan juga lebih besar. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) sudah mengatur larangan penggunaan telepon saat sedang berkendara. UU LLAJ mewajibkan pengendara konsentrasi atau perhatian penuh ketika berkendara. Tidak diperbolehkan multitasking ketika berkendara, jika melanggar ada sanksi pidana.
Pasal 106 ayat (1) dan Pasal 283 UU LLAJ diuji materi ke Mahkamah Konstitusi. Pemohon merasa aktivitas mencari nafkah telah dirugikan secara konstitusional terutama dalam penjelasan penggunaan GPS di smartphone ketika berkendara. Dalam amar putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 23/PUU-XVI/2018 menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Sehingga penggunaan GPS ketika berkendara tetap dilarang dan membahayakan serta dapat menimbulkan kecelakaan berlalu lintas.
Mahkamah Konsitusi dalam pertimbangannya menyebutkan penggunaan GPS di smartphone dapat mengganggu konsentrasi dan dapat dikenakan sanksi pidana penjara maksmal 3 bulan atau denda Rp 750.000,- namun penggunaan GPS yang sudah terpasang (build in) di mobil tidak dikenakan sanksi pidana. Menggunakan GPS secara aktif yang dilarang. Aktif disini maksudnya aktif menelepon, sms, chat yang sifatnya dua arah. Seperti driver atau taxi online yang sering kali ketika berkendara sambal berkirim pesan dengan pengguna jasanya, hal ini yang dilarang dan dapat dikenai sanksi. Beda ketika penggunaan GPS yang pasif, artinya disetting dari awal sebelum berkendara arah tujuan dan dimatikan setelah sampai pada tujuan.
Penggunaan GPS harus dilihat kasuistis. Tidak setiap pengendara yang menggunakan GPS serta-merta dapat dinilai mengganggu konsentrasi, karena multitasking otak berbeda-beda tiap orang. Jika ingin multitasking berkendara dan menggunakan GPS, bijaksanalah dan sesuaikan kebutuhan penggunaan GPS serta pertimbangkan risiko yang besar andai harus melakukan secara bersamaan dalam satu waktu.
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Komentar