PHDI Badung Gelar Paruman Sulinggih Bahas Tata Cara Pelaksanaan Rahinan Tumpek
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Badung menggelar paruman sulinggih se-Badung, Senin (25/2), di Ruang Kriya Gosana, Puspem Badung.
MANGUPURA, NusaBali
Paruman yang dibuka oleh Bupati Badung I Nyoman Giri Prasta ini khusus membahas tata cara pelaksanaan rahinan tumpek.
Ketua PHDI Badung Gede Rudia Adiputra mengatakan paruman sulinggih dipandang perlu untuk penyamaan persepsi oleh umat Hindu dan meluruskan apa dan bagaimana upacara rerahinan tumpek dilaksanakan. Hasil-hasil paruman itu, nantinya akan dirumuskan dalam bentuk buku pedoman upakara dan upacara perayaan tumpek oleh krama se-dharma.
“Dengan demikian ada pedoman bagi umat dalam melaksanakan upacara khususnya tumpek,” katanya.
Bupati Giri Prasta menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan paruman sulinggih se-Kabupaten Badung yang diprakarsai PHDI Badung itu. Pihaknya berharap, pertemuan para sulinggih itu dapat menuntun umat ke arah yang baik dan benar, berdasarkan Kitab Suci Weda, Sruti, dan Smerti.
Disebutkan, fenomena yang terjadi di masyarakat, umat menghaturkan upacara otonan pada mobil padahal banten otonan/ayaban, mestinya diaturkan (disuguhkan) kepada objek yang bernyawa atau berkekuatan niskala atau berjiwa seperti; manusia, binatang, tumbuhan, Dewa pitara/leluhur maupun Hyang Widhi.
Demikian pula dengan Saniscara Kliwon Kuningan yang merupakan turunnya para dewata diiringi oleh para pitara (leluhur) ke dunia untuk menganugerahi kesucian di dunia serta menikmati upacara haturan nikmatnya. Namun, fakta di masyarakat bisa sedikit berbeda. “Karena itu paruman sulinggih ini dapat menjadikan satu rumusan kebersamaan dalam pelaksanaan upacara tumpek bagi umat se-dharma,” tuturnya.
Dalam acara tersebut Bupati Giri Prasta menerima sebuah buku Dharmatula dari Ketua Panitia Gede Rudia Adiputra. *asa
Ketua PHDI Badung Gede Rudia Adiputra mengatakan paruman sulinggih dipandang perlu untuk penyamaan persepsi oleh umat Hindu dan meluruskan apa dan bagaimana upacara rerahinan tumpek dilaksanakan. Hasil-hasil paruman itu, nantinya akan dirumuskan dalam bentuk buku pedoman upakara dan upacara perayaan tumpek oleh krama se-dharma.
“Dengan demikian ada pedoman bagi umat dalam melaksanakan upacara khususnya tumpek,” katanya.
Bupati Giri Prasta menyambut baik dan mengapresiasi kegiatan paruman sulinggih se-Kabupaten Badung yang diprakarsai PHDI Badung itu. Pihaknya berharap, pertemuan para sulinggih itu dapat menuntun umat ke arah yang baik dan benar, berdasarkan Kitab Suci Weda, Sruti, dan Smerti.
Disebutkan, fenomena yang terjadi di masyarakat, umat menghaturkan upacara otonan pada mobil padahal banten otonan/ayaban, mestinya diaturkan (disuguhkan) kepada objek yang bernyawa atau berkekuatan niskala atau berjiwa seperti; manusia, binatang, tumbuhan, Dewa pitara/leluhur maupun Hyang Widhi.
Demikian pula dengan Saniscara Kliwon Kuningan yang merupakan turunnya para dewata diiringi oleh para pitara (leluhur) ke dunia untuk menganugerahi kesucian di dunia serta menikmati upacara haturan nikmatnya. Namun, fakta di masyarakat bisa sedikit berbeda. “Karena itu paruman sulinggih ini dapat menjadikan satu rumusan kebersamaan dalam pelaksanaan upacara tumpek bagi umat se-dharma,” tuturnya.
Dalam acara tersebut Bupati Giri Prasta menerima sebuah buku Dharmatula dari Ketua Panitia Gede Rudia Adiputra. *asa
1
Komentar