Joged Gandangan Pingit Alas Angker Direkonstruksi Pemkab Klungkung
Kesenian sakral Joged Gandangan Pingit Alas Angker sudah ada di Desa Pakraman Jungut, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung sejak tahun 1897. Namun, joged sakral ini menghilang sejak 1960
Tidak Pernah Dipentaskan Selama 59 Tahun, Gelungnya Masih Tersimpan di Desa Pakraman Jungut
SEMARAPURA, NusaBali
Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disbudpora) Klungkung akan merekonstruksi ‘Joged Gandangan Pingit Alas Angker’, kesenian sakral dari Desa Pakraman Jungut, Desa Bungbungan, Kecamatan Banjarangkan. Joged Gandangan Pingit Alas Angker ini sudah menghilang selama 59 tahun.
Tarian sakral Joged Gandangan Pingit Alas Angker sudah tak pernah dipentaskan lagi sejak tahun 1960. Kendati demikian, gelung (hiasan mahkota) joged sakral ini masih dilinggihkan (disimpan) di Bale Piyasan Pura Griya Sakti Alas Angker, Desa Pakraman Jungut. Gelung tersebut amat disakralkan krama setempat. Sedangkan instrumen gamelan joged sakral ini sudah rusak. Sisa-sisa perangkat gamelannya masih ada di areal Pura Griya Sakti Alas Angker.
Ketika masih eksis, pementasan Joged Gandangan Pingit Alas Angker biasanya memetik cerita Calonarang. Pentas Joged Gandangan Pingit Alas Angker diawali pagelaran Calonarang yang ceritanya ditarikan dalam bentuk aras-arasan, yakni tarian ekspresi cinta. Kemudian, pergulatan Calonarang sebagai simbolik kemenangan dharma melawan adharma.
Karenanya, Joged Gandangan Pingit Alas Angker adalah tarian pergaulan muda-mudi yang sedang bersukaria atas kemenangan dharma melawan adharma, setelah pergulangan Calonarang. Pengibing joged sakral usai pentas Calonarang sudah disiapkan dengan menggunakan pakain adat madya, berjumlah 1-2 orang.
Bendesa Pakraman Jungut, I Nyoman Sudira, 58, mengatakan upaya rekonstruksi Joged Gandangan Pingit Alas Angker ini dilakukan Disbudpora Klungkung serangkaian Peta Kesenian Bali (PKB) 2019 nanti. Upaya Disbudpora Klungkung untuk merekonstruksi Joged Gandangan Pingit Alas Angker ini pun disambut antusias oleh krama Desa Pakraman Jungut.
Hanya saja, kata Nyomnan Sudira, upaya merekonstruksi Joged Gandangan Pingit Alas Angker ini terkendala oleh mepetnya waktu. Masalanya, perangkat gamelan Joged Gandangan Pingit Alas Angker sudah tidak ada sama sekali, hanya tinggal sisa-sisa. “Perangkat gamelan harus dibuat lagi dari awal, dengan bahan sebagian besar tiying petung (bambu),” ungkap Sudira saat ditemui NusaBali di kediamannya, Senin (25/2).
Menurut Sudira, proses pembuatan gamelan Joged Gandangan Pingit Alas Angker saja diperkirakan memakan waktu sampai 2-3 bulan. Demikian pula latihan yang diawali mencari penarinya. Sedangkan PKB sudah harus digelar, Juni 2019 mendatang. "Kami akan berkoordinasikan dengan Disbudpora Klu-ngkung masalah ini. Kami berharap kalau bisa dananya digunakan untuk membuat perangkat gamelan dulu. Tahun berikutnya baru siap dipentaskan, termasuk pentas di PKB," harap Sudira.
Sudira menyatakan, untuk proses pembuatan gamelannya memerlukan waktu sekitar 2-3 bulan. Sebab, perangkat gamelan Joged Gandangan Pingit Alas Angker memiliki kekhasan khusus berbahan tiying petung, dengan proses pengolahan panjang, dimulai dari mencari dewasa ayu (hari baik) memotong bambu, perendaman, pengeringan, hingga menata nadanya.
Sedangkan untuk penari Joged Gandangan Pingit Alas Angker, kata Sudira, harus dicari khusus. Memang masih ada satu penari joged sakral ini, namun usianya sudah sangat usur. Wanita yang jadi penari joged sakral ini juga tidak bisa sembarangan. “Syaratnya harus masih gadis perawan, bisa juga perempuan yang sudah masuk masa menopause, itu pun atas petunjuk niskala,” papar Sudira yang hari itu didampingi Kepala Dusun (Kadus) Jungut Wayan Wilajana, 42, serta dua tokoh masyarakat yang sempat menabuh gamelan Joged Gandangan Pingit Alas Annger di masa silam: I Wayan Sujana, 58, dan I Wayan Sudiarta, 54.
Sementara itu, Kabid Kesenian Disbudpora Klungkung, I Komang Sukarya, mengatakan Joged Gandangan Pingit Alas Angker merupakan kesenian sakral. Pemerintah melalui Disbudpora Klungkung ingin merekonstruksi kesenian sakral ini, setelah menghilang selama 59 tahun. Menurut Sukarya, pihaknya sudah melakukan penjajakan ke Desa Pakraman Jungut untuk bisa merekontruksi kesenian sakral ini dengan anggaran Rp 50 juta.
Anggaran sebesar Rp 50 juta ini, kara Sukarya, kemungkinan hanya cukup untuk membeli pakaian dan sebagian perangkat gambelan Joged Gandangan Pingit Alas Angker. Kalau kesenian sakral ini berhasil direkontruksi, rencananya akan ditampilkan saat PKB Juni 2019 mendatang.
Terkait mepetnya waktu, Sukarya mengaku akan berkoordinasi lebih lanjut dengan prajuru adat Desa Pakraman Jungut. “Nanti akan kita komunikasikan lagi, yang penting ada dulu walau sederhana. Tentu akan kita sampaikan juga saat pentas di PKB terkait kondisinya,” jelas Sukarya saat dikonfirmasi NusaBali secara terpisah di Semarapura.
Kesenian Joged Gandangan Pingit Alas Angker sendiri sudah ada sejak tahun 1897, di masa penjajahan Belanda. Berawal dari peristiwa kerauhan (kesurupan) seorang pamangku. Roh halus yang merasuki raga pamangku saat kerauhan ini kemudian memberikan petunjuk, yang intinya meminta agar krama Desa Pakraman Jungut membuat Tarian Gandangan. Tarian tersebut adalah tarian untuk Ida Batara Sakti Alas Angker, yang bersthana di Pura Griya Alas Angker. Maka, dibentuklah kesenian Joged Gadangan Pingit Alas Angker. *wan
Komentar