16 Ekor Hewan Disucikan
Mapepada Persiapan Tawur Kasanga
SINGARAJA, NusaBali
Desa Pakraman Buleleng pada Anggara Wage Matal, Selasa (5/3), melakukan upacara Mapepada, serangkaian Tawur Kasanga Nyepi tahun baru saka 1941. Mapepada di Pura Desa Pakraman Buleleng, sediktinya 16 ekor hewan disucikan.
Hewan itu nantinya akan dipakai sarana pacaruan Tawur Balik Sumpah, di catu pata Buleleng, pada Buda Kliwon Matal yang bertepatan dengan Tilem Kasanga, Rabu (6/3) ini. Ketua Umum Tawur Kasanga, Made Wirtana menjelaskan upacara Mapepade merupakan rangkaian upacara Tawur Kasanga. Hewan yang akan dipakai caru, sebelumnya dibersihkan melalui upacara Mapepade. “Upacara ini adalah untuk membersihkan hewan yang akan digunakan dalam sarana caru Tawur Kasanga,” jelas dia. Belasan ekor hewan yang nantinya akan disembelih dan digunakan caru meliputi, ayam putih. Ayam waangkas, bebek bulu sikep, ayam biing, godel, ayam biing gading, asu bang bungkem, ayam putih siungan, ayam ijo, kambing, ayam hitam, babi hitam butuhan, ayam klawu, angsa dan ayam brumbun.
Upacara pesucian hewan kurban ini dipuput langsung oleh Ida pandita Mpu Putra Dwija Kerta dari Taman Badrika Asram Seririt. Setelah menjalani prosesi pembersihan secara niskala belasan ekor hewan yang disiapkan menjadi caru itu kemudian diarak dari Pura Desa Pakraman Buleleng sampai Catus Pata Desa Pakraman Buleleng.
Kelian Desa Pakraman Buelleng Nyoman Sutrisna mengaku mengkoordinasikan pelaksanaan Nyepi tahun ini kepada Dinas Perhubungan, Polres Buleleng dan Danramil, untuk pengawasan keamanan. Sehingga pelaksanaan Hari Raya Nyepi dengan penerapan Catur Brata Penyepiannya dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Tawur Kasanga di Catus Pata Desa Pakraman Buleleng, Rabu ini, akan dipuput tiga sulinggih. Di antaranya Ida Pedanda Made Telaga Manu Putra dari Griya Kineten Telaga Jumpung, Desa/Kecamatan Banjar, Ida Sri Bhagawan Rama Sogata dari Griya Satria Dalem Cili Ularan, Kelurahan/Kecamatan Sukasada dan Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Kemenuh dari Griya Taman Wangining, Desa Temkus Kecamatan Banjar.
Sementara itu, Desa Pakraman Busungbiu, Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng, melaksanakan upacara Melasti serangkaian perayaan Nyepi tahun baru saka 1941, pada Anggara Wage Matal, Selasa (5/3) pagi. Melasti dilaksanakan di aliran Tukad (sungai) Saba di perbatasan Desa Busungbiu - Desa Mayong, Kecamatan Seririt. Krama Desa Pakramam Busungbiu menyakini tempat Melasti itu sebagai Segara Alit, yang kemudian dinamai sebagai tempat Pakiisan.
Ribuan krama terlihat mengiringi Ida Bhatara yang sebelumnya berkumpul di Pura Puseh Pakraman Busungbiu, menuju Segara Alit, sejauh 2 kilometer dengan berjalan kaki. Kelian Desa Pakraman Busungbiu, Jero I Nyoman Dekter menyebut, tradisi Melasti ke Segara Alit sudah dilaksanakan turun temurun. Selain karena faktor Desa Busungbiu jauh dari laut, pertimbangan melaksanakan Melasti ke Segara Alit juga dinyakni karena ada faktor niskala. “Bagi kami, air sungai ini juga akan bermuara ke laut. Secara alami, air sungai berhulu di danau dan bermuara di laut. Dengan demikian ini (sungai) juga bisa menghanyutkan leteh (kotoran) menuju laut,” jelasnya.
Masih ungkap Jero Dekter, upacara Melasti diawali dengan mendak Serajeg Duwe Ida Bhatara (Pralingga) yang berstana di Pura Kahyangan Tiga, dan Pura Penawing – beberapa Pura yang ada di wewidangan Desa Pakraman Busungbiu, untuk di stanakan di Pura Puseh, sebelum menuju Segara Alit. “Yang mendak itu para teruna teruni. Setelah itu dilaksanakan upacara Biakala Dewa, baik untuk Pralingga Ida Bhatara dari Kahyangan Tiga dan Penawing, maupun dari masing-masing Merajan di Pura Puseh sebelum memargi (menuju,red) ke Segara Alit,” terangnya.
Jumlah Taenan – simbolisasi dari pengiring dari masing-masing Merajan sendiri diperkirakan mencapai lebih dari 75 buah. Itu berasal dari seluruh Merajan yang ada di wewidangan Desa Pakraman Busungbiu. Setelah Pengogongan atau Palinggihan Pratima sampai di Pura Segara Alit, pengusung wajib mencuci kakinya terlebih dulu di sungai sebelum akhirnya pengogongan dimaksud diletakan pada altar yang sudah disediakan.
Dulunya, di sekitaran Pura Segara Alit ini hanya ada satu buah batu besar sebagai tempat menghaturkan sesaji. Barulah sekitar 2 tahun yang lalu dibangun Pura Segara Alit dengan satu buah Padma sebagai pelinggih utama. *ik,k19
Hewan itu nantinya akan dipakai sarana pacaruan Tawur Balik Sumpah, di catu pata Buleleng, pada Buda Kliwon Matal yang bertepatan dengan Tilem Kasanga, Rabu (6/3) ini. Ketua Umum Tawur Kasanga, Made Wirtana menjelaskan upacara Mapepade merupakan rangkaian upacara Tawur Kasanga. Hewan yang akan dipakai caru, sebelumnya dibersihkan melalui upacara Mapepade. “Upacara ini adalah untuk membersihkan hewan yang akan digunakan dalam sarana caru Tawur Kasanga,” jelas dia. Belasan ekor hewan yang nantinya akan disembelih dan digunakan caru meliputi, ayam putih. Ayam waangkas, bebek bulu sikep, ayam biing, godel, ayam biing gading, asu bang bungkem, ayam putih siungan, ayam ijo, kambing, ayam hitam, babi hitam butuhan, ayam klawu, angsa dan ayam brumbun.
Upacara pesucian hewan kurban ini dipuput langsung oleh Ida pandita Mpu Putra Dwija Kerta dari Taman Badrika Asram Seririt. Setelah menjalani prosesi pembersihan secara niskala belasan ekor hewan yang disiapkan menjadi caru itu kemudian diarak dari Pura Desa Pakraman Buleleng sampai Catus Pata Desa Pakraman Buleleng.
Kelian Desa Pakraman Buelleng Nyoman Sutrisna mengaku mengkoordinasikan pelaksanaan Nyepi tahun ini kepada Dinas Perhubungan, Polres Buleleng dan Danramil, untuk pengawasan keamanan. Sehingga pelaksanaan Hari Raya Nyepi dengan penerapan Catur Brata Penyepiannya dapat berjalan dengan lancar dan aman.
Tawur Kasanga di Catus Pata Desa Pakraman Buleleng, Rabu ini, akan dipuput tiga sulinggih. Di antaranya Ida Pedanda Made Telaga Manu Putra dari Griya Kineten Telaga Jumpung, Desa/Kecamatan Banjar, Ida Sri Bhagawan Rama Sogata dari Griya Satria Dalem Cili Ularan, Kelurahan/Kecamatan Sukasada dan Ida Rsi Bhujangga Waisnawa Kemenuh dari Griya Taman Wangining, Desa Temkus Kecamatan Banjar.
Sementara itu, Desa Pakraman Busungbiu, Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng, melaksanakan upacara Melasti serangkaian perayaan Nyepi tahun baru saka 1941, pada Anggara Wage Matal, Selasa (5/3) pagi. Melasti dilaksanakan di aliran Tukad (sungai) Saba di perbatasan Desa Busungbiu - Desa Mayong, Kecamatan Seririt. Krama Desa Pakramam Busungbiu menyakini tempat Melasti itu sebagai Segara Alit, yang kemudian dinamai sebagai tempat Pakiisan.
Ribuan krama terlihat mengiringi Ida Bhatara yang sebelumnya berkumpul di Pura Puseh Pakraman Busungbiu, menuju Segara Alit, sejauh 2 kilometer dengan berjalan kaki. Kelian Desa Pakraman Busungbiu, Jero I Nyoman Dekter menyebut, tradisi Melasti ke Segara Alit sudah dilaksanakan turun temurun. Selain karena faktor Desa Busungbiu jauh dari laut, pertimbangan melaksanakan Melasti ke Segara Alit juga dinyakni karena ada faktor niskala. “Bagi kami, air sungai ini juga akan bermuara ke laut. Secara alami, air sungai berhulu di danau dan bermuara di laut. Dengan demikian ini (sungai) juga bisa menghanyutkan leteh (kotoran) menuju laut,” jelasnya.
Masih ungkap Jero Dekter, upacara Melasti diawali dengan mendak Serajeg Duwe Ida Bhatara (Pralingga) yang berstana di Pura Kahyangan Tiga, dan Pura Penawing – beberapa Pura yang ada di wewidangan Desa Pakraman Busungbiu, untuk di stanakan di Pura Puseh, sebelum menuju Segara Alit. “Yang mendak itu para teruna teruni. Setelah itu dilaksanakan upacara Biakala Dewa, baik untuk Pralingga Ida Bhatara dari Kahyangan Tiga dan Penawing, maupun dari masing-masing Merajan di Pura Puseh sebelum memargi (menuju,red) ke Segara Alit,” terangnya.
Jumlah Taenan – simbolisasi dari pengiring dari masing-masing Merajan sendiri diperkirakan mencapai lebih dari 75 buah. Itu berasal dari seluruh Merajan yang ada di wewidangan Desa Pakraman Busungbiu. Setelah Pengogongan atau Palinggihan Pratima sampai di Pura Segara Alit, pengusung wajib mencuci kakinya terlebih dulu di sungai sebelum akhirnya pengogongan dimaksud diletakan pada altar yang sudah disediakan.
Dulunya, di sekitaran Pura Segara Alit ini hanya ada satu buah batu besar sebagai tempat menghaturkan sesaji. Barulah sekitar 2 tahun yang lalu dibangun Pura Segara Alit dengan satu buah Padma sebagai pelinggih utama. *ik,k19
1
Komentar