Ngembak Gni, Krama Munduktemu Saling Memaafkan di Pura Desa
Sejumlah krama di Desa Pakraman Munduktemu, Kecamatan Pupuan, Tabanan padfa hari Ngembak Gni atau sehari setelah perayaan Nyepi Tahun Caka 1941, berbaris saling bersalaman di Pura Desa, Jumat (8/3).
TABANAN, NusaBali
Mereka melaksanakan tradisi Simakrama Ngembak Gni. Tradisi yang sudah dilaksanakan sejak 1960 tersebut bertujuan untuk saling memaafkan supaya krama Desa Pakraman Munduktemu tetap bersatu.
Sebelum rradisi Simakrama itu dilaksanakan, Jumat pagi sekitar pukul 07.30 Wita, seluruh krama Desa Pakraman Mundutemu yang terdiri dari tiga banjar yakni Banjar Munduktemu Kaja, Munduktemu Tengah, dan Munduktemu Kelod, bersembahyang di Pura Puseh dan Pura Desa setempat. Sembahyang dipimpin langsung oleh pamangku Pura Desa Pakraman Munduktemu.
Selesai itu, krama yang terdiri dari seluruh lapisan, anak-anak, remaja, dan orang tua, seperti biasa nunas tirta. Kemudian dilanjutkan dengan Dharma Wacana dari pamangku, kedinasan, maupun prajuru adat dengam topik yang berkaitan dengan Nyepi ataupun materi umum. Selanjutnya, tradisi Simakrama Ngembak Gni dilakukan.
Seluruh krama dengan antusias langsung berdiri dan berbaris di jeroan (utama mandala) Pura Puseh dan Pura Desa Desa Pakraman Munduktemu. Krama satu per satu meminta maaf ke seluruh krama dilanjutkan dengan baris krama berikutnya. Suasana ini pun dilakukan dengan penuh senyum dan suka cita. Bahkan ada yang sampai berpelukan.
Perbekel Desa Munduktemu I Nyoman Wintara menjelaskan tradisi tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1960 atau saat Desa Pakraman Munduktemu ada. Meskipun demikian tidak pernah tradisi tersebut ditiadakan baik sebagai rentetan upacara dan kegiatan lainnya. "Tiang nak sampun napet tradisi niki (saya sudah menerima tradisi ini begini,Red). Namun sesuai cerita sudah berlangsung sejak tahun 1960 berbarengan dengan Desa Pakraman Munduktemu berdiri," ujarnya.
Lanjut Wintara, tradisi Simakrama Ngembak Gni bertujuan untuk saling memaafkan. Bila ada krama yang punya salah satu sama lain, ada ketersinggungan selama setahun ini lewat tradisi ini agar tidak saling dendam dihati. Sehingga diharapkan tetap terjalin persatuan di desa pakraman.
Tak hanya itu, lewat tradisi ini diharapkan pasca Nyepi agar seluruh krama benar-benar mulat sarira (introspeksi diri) menjelma menjadi masyarakat yang baru dan bersih tanpa ada dendam ketika pernah saling salah. "Tidak dipungkiri yang sebelumnya sempat bermusuhan pun ikut saling memaafkan karena seluruh krama ikut, baik tua, kecil dan remaja kecuali yang berhalangan," aku Wintara.
Menurutnya, tradisi ini terus dijalankan sejak tahun 1960. Seperti biasa pada saat Ngembak Gni masyarakat sembahyang usai sembahyang dilanjutkan dengan Dharma Wacana setelah itu baru tradisi Simakrama dilaksanakan. "Intinya rutin kami gelar, setelah selesai barsalaman dan saling minta maaf krama bisa langsung pulang. Namun ada yang masih di pura sekadar bercengkrama membahas tentang adat maupun desa," tandasnya. *de
Sebelum rradisi Simakrama itu dilaksanakan, Jumat pagi sekitar pukul 07.30 Wita, seluruh krama Desa Pakraman Mundutemu yang terdiri dari tiga banjar yakni Banjar Munduktemu Kaja, Munduktemu Tengah, dan Munduktemu Kelod, bersembahyang di Pura Puseh dan Pura Desa setempat. Sembahyang dipimpin langsung oleh pamangku Pura Desa Pakraman Munduktemu.
Selesai itu, krama yang terdiri dari seluruh lapisan, anak-anak, remaja, dan orang tua, seperti biasa nunas tirta. Kemudian dilanjutkan dengan Dharma Wacana dari pamangku, kedinasan, maupun prajuru adat dengam topik yang berkaitan dengan Nyepi ataupun materi umum. Selanjutnya, tradisi Simakrama Ngembak Gni dilakukan.
Seluruh krama dengan antusias langsung berdiri dan berbaris di jeroan (utama mandala) Pura Puseh dan Pura Desa Desa Pakraman Munduktemu. Krama satu per satu meminta maaf ke seluruh krama dilanjutkan dengan baris krama berikutnya. Suasana ini pun dilakukan dengan penuh senyum dan suka cita. Bahkan ada yang sampai berpelukan.
Perbekel Desa Munduktemu I Nyoman Wintara menjelaskan tradisi tersebut sudah dilakukan sejak tahun 1960 atau saat Desa Pakraman Munduktemu ada. Meskipun demikian tidak pernah tradisi tersebut ditiadakan baik sebagai rentetan upacara dan kegiatan lainnya. "Tiang nak sampun napet tradisi niki (saya sudah menerima tradisi ini begini,Red). Namun sesuai cerita sudah berlangsung sejak tahun 1960 berbarengan dengan Desa Pakraman Munduktemu berdiri," ujarnya.
Lanjut Wintara, tradisi Simakrama Ngembak Gni bertujuan untuk saling memaafkan. Bila ada krama yang punya salah satu sama lain, ada ketersinggungan selama setahun ini lewat tradisi ini agar tidak saling dendam dihati. Sehingga diharapkan tetap terjalin persatuan di desa pakraman.
Tak hanya itu, lewat tradisi ini diharapkan pasca Nyepi agar seluruh krama benar-benar mulat sarira (introspeksi diri) menjelma menjadi masyarakat yang baru dan bersih tanpa ada dendam ketika pernah saling salah. "Tidak dipungkiri yang sebelumnya sempat bermusuhan pun ikut saling memaafkan karena seluruh krama ikut, baik tua, kecil dan remaja kecuali yang berhalangan," aku Wintara.
Menurutnya, tradisi ini terus dijalankan sejak tahun 1960. Seperti biasa pada saat Ngembak Gni masyarakat sembahyang usai sembahyang dilanjutkan dengan Dharma Wacana setelah itu baru tradisi Simakrama dilaksanakan. "Intinya rutin kami gelar, setelah selesai barsalaman dan saling minta maaf krama bisa langsung pulang. Namun ada yang masih di pura sekadar bercengkrama membahas tentang adat maupun desa," tandasnya. *de
Komentar