Tawur di Telunwayah, Diwarnai Pengarakan Sapi Jantan
Upacara Tawur Kasanga di Desa Pakraman Telunwayah, Desa Tri Eka Bhuana, Kecamatan Sidemen, Karangasem, Tilem Kasanga, Buda Kliwon Matal, Rabu (6/3), ditandai mengarak sapi jagiran (sapi jantan) keliling desa.
AMLAPURA, NusaBali
Krama sambil mengarak sapi, dipecut ramai-ramai gunakan sebatang kayu hingga mati. Dagingnya dibagi-bagi, sedangkan kulit dan kepala dijadikan kurban banten Pacaruan lan Tawur Kasanga di Setra Desa Pakraman Telunwayah.
Sapi yang dihadirkan seekor sapi jantan berbulu hitam yang tidak cacat, tidak belang, tidak ada luka, bulunya tumbuh rata. Sapi digunakan kurban senilai Rp 16 juta, selanjutnya dihias krama berasal dari Banjar Adat Duuran, Banjar Adat Betenan, Banjar Adat Jasri, Banjar Adat Lambang dan Banjar Adat Pungutan. Seluruh krama yang hadir dikoordinasikan Bendesa Pakraman Telunwayah I Wayan Gede Gunarsa.
Hiasan sapi itu, di bagian kepala dihiasi bunga, tapis (pelepah kelapa), dipasang kain kapan, di bagian leher dipasang kletek (kayu segitiga berlubang), di kedua tanduk juga dipasang kayu segitiga, dan dihiasi daun tenge. Setelah sapi lengkap dengan hiasan, yang bermakna mengusir unsur Bhuta Kala dari wawidangan Desa Pakraman Telunwayah, maka sapi digiring ke Pura Puseh, untuk diupacarai. Jro Mangku Sutarma pamangku di Pura Puseh Desa Pakraman Telunwayah yang mengoordinasikan prosesi itu dengan memercikkan tirha ke sapi untuk kurban, selanjutnya sapi dikelilingkan tiga kali di jaba Pura Puseh, pertanda prani kurban sapi telah dipersembahkan.
Prosesi berikutnya sapi digiring ke luar Pura Puseh, bagian kletek sapi dipegang petugas pecalang agar sapi tidak lari. Dalam perjalanan itu, bagian pantat sapi ditusuk tiga kali gunakan senjata tajam hingga berdarah. Disusul krama seDesa Pakraman Telunwayah ramai-ramai mengejar sapi kurban itu dengan memukul gunakan kayu, proses itu berlangsung cukup melelahkan hingga dua jam. Prosesi itu berhenti setelah sapi yang dipukul sampai mati.
Sapi yang telah mati, kemudian dipotong-potong, dagingnya dibagi-bagikan kepada krama, sedangkan kepala dan kulitnya disisakan untuk pelengkap banten caru dan tawur. Sedangkan upacara Pacaruan lan Tawur Kasanga berlangsung di Setra Desa Pakraman Telunwayah, yang diantarkan Jro Mangku Warta, pamangku di Pura Dalem, Desa Pakraman Telunwayah.
Tokoh Desa Pakraman Telunwayah I Ketut Derka, mengatakan, secara fisik krama memukul sapi beramai-ramai hingga mati. Sebenarnya itu merupakan simbol, melenyapkan sifat-sifat Bhuta Kala dari Desa Pakraman Telunwayah, agar somia, dan tidak lagi mengganggu kehidupan umat. "Tradisi ritual ini kami laksanakan setiap tahun sekali, saat Tilem Kasanga," jelas I Ketut Derka yang juga Perbekel Tri Eka Bhuana. *nan
Sapi yang dihadirkan seekor sapi jantan berbulu hitam yang tidak cacat, tidak belang, tidak ada luka, bulunya tumbuh rata. Sapi digunakan kurban senilai Rp 16 juta, selanjutnya dihias krama berasal dari Banjar Adat Duuran, Banjar Adat Betenan, Banjar Adat Jasri, Banjar Adat Lambang dan Banjar Adat Pungutan. Seluruh krama yang hadir dikoordinasikan Bendesa Pakraman Telunwayah I Wayan Gede Gunarsa.
Hiasan sapi itu, di bagian kepala dihiasi bunga, tapis (pelepah kelapa), dipasang kain kapan, di bagian leher dipasang kletek (kayu segitiga berlubang), di kedua tanduk juga dipasang kayu segitiga, dan dihiasi daun tenge. Setelah sapi lengkap dengan hiasan, yang bermakna mengusir unsur Bhuta Kala dari wawidangan Desa Pakraman Telunwayah, maka sapi digiring ke Pura Puseh, untuk diupacarai. Jro Mangku Sutarma pamangku di Pura Puseh Desa Pakraman Telunwayah yang mengoordinasikan prosesi itu dengan memercikkan tirha ke sapi untuk kurban, selanjutnya sapi dikelilingkan tiga kali di jaba Pura Puseh, pertanda prani kurban sapi telah dipersembahkan.
Prosesi berikutnya sapi digiring ke luar Pura Puseh, bagian kletek sapi dipegang petugas pecalang agar sapi tidak lari. Dalam perjalanan itu, bagian pantat sapi ditusuk tiga kali gunakan senjata tajam hingga berdarah. Disusul krama seDesa Pakraman Telunwayah ramai-ramai mengejar sapi kurban itu dengan memukul gunakan kayu, proses itu berlangsung cukup melelahkan hingga dua jam. Prosesi itu berhenti setelah sapi yang dipukul sampai mati.
Sapi yang telah mati, kemudian dipotong-potong, dagingnya dibagi-bagikan kepada krama, sedangkan kepala dan kulitnya disisakan untuk pelengkap banten caru dan tawur. Sedangkan upacara Pacaruan lan Tawur Kasanga berlangsung di Setra Desa Pakraman Telunwayah, yang diantarkan Jro Mangku Warta, pamangku di Pura Dalem, Desa Pakraman Telunwayah.
Tokoh Desa Pakraman Telunwayah I Ketut Derka, mengatakan, secara fisik krama memukul sapi beramai-ramai hingga mati. Sebenarnya itu merupakan simbol, melenyapkan sifat-sifat Bhuta Kala dari Desa Pakraman Telunwayah, agar somia, dan tidak lagi mengganggu kehidupan umat. "Tradisi ritual ini kami laksanakan setiap tahun sekali, saat Tilem Kasanga," jelas I Ketut Derka yang juga Perbekel Tri Eka Bhuana. *nan
1
Komentar