Ekspor Kerajinan Kayu Bali Stagnan
Selera pasar yang cenderung berubah harus disiasati dengan memenuhi selera pasar kelompok milenial.
DENPASAR, NusaBali
Pasar ekspor kerajinan kayu Bali stagnan alias jalan di tempat. Perluasan pasar, juga tidak banyak berubah. Meski demikian, kalangan pelaku usaha industri kerajinan mengaku berupaya melebarkan pasar, termasuk mengikuti tren pasar dari generasi milenial.
“Belum ada perubahan, masih belum ada perubahan yang signifikan,” ujar pengusaha Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Handcraft Indonesia (Asephi) Bali I I Ketut Gede Darma Siadja, asal Desa Mas, Ubud, Gianyar, Senin (11/3).
Alasannya tentu saja karena pelaku usaha industri handicraft sangat berkepentingan dengan bisnis handicraft tersebut, karena berkaitan langsung dengan kelangsungan usaha dan perekonomian. Selain itu juga handicraft merupakan salah satu komponen dari industri pariwisata Bali, dengan konsep pariwisata budaya.
Apakah kondisi stagnan penjualan handicraft ke luar negeri, karena pasar sudah jenuh? Tut De-sapaan I Ketut Darma Siadja, menampiknya. Menurutnya, bukan kondisi pasar yang jenuh, tetapi selera konsumen yang bergeser. “Pergeseran dari generasi konvensional ke generasi mileneal di negara-negara tujuan ekspor kita,” jelasnya.
Hal itulah menurut Tut De, yang sedang dicermati, yakni selera generasi milenial. Tegasnya , rumus pemasaran sama, yakni harus mencermati trend atau selera pasar. “Kalau dulu mungkin orang lebih suka mengoleksi, sekarang mungkin lebih ke arah dekoratif,” lanjutnya.
Amerika Serikat, Eropa dan Australia tetap menjadi pasar andalan handicraft Bali. Amerika Latin dan Asia Timur Tengah, menjadi target berikutnya. “Kami dan teman-teman juga berusaha mengikuti event seperti di IFEX (Indonesia’s Biggest Export Funiture Craft Exibition) di Jakarta sekarang,” ungkap Darma Siadja.
Tujuannya memperkenalkan dan melebarkan bisnis furniture dan handicraft Bali. “Sehingga lebih banyak lagi bisa mengakses pasar,” ujarnya.
Sebelumnya indikasi penurunan ekspor produk kerajinan kayu sudah terpapar dari dari Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali. Tahun 2018 lalu, volume ekspor kerajinan kayu dari Bali hanya 27,4 juta pieces. Ini menurun 20,57 persen dari tahun 2017. Walau memang nilainya mengalami kenaikkan dari 82,5 juta dollar AS, menjadi 111 juta dollar AS. Bukan hanya kerajinan kayu saja yang menurun, beberapa jenis kerajinan lain juga menurun. Di antaranya kerajinan kulit, baik volume dan nilainya sama-sama menurun -14 persen. Kerajinan alat music volumenya turun -33 persen, nilainya turun -63,15 persen. Terus kerajinan furniture volumenya turun -20 persen, nilainya turun -15 persen. *k17
“Belum ada perubahan, masih belum ada perubahan yang signifikan,” ujar pengusaha Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Handcraft Indonesia (Asephi) Bali I I Ketut Gede Darma Siadja, asal Desa Mas, Ubud, Gianyar, Senin (11/3).
Alasannya tentu saja karena pelaku usaha industri handicraft sangat berkepentingan dengan bisnis handicraft tersebut, karena berkaitan langsung dengan kelangsungan usaha dan perekonomian. Selain itu juga handicraft merupakan salah satu komponen dari industri pariwisata Bali, dengan konsep pariwisata budaya.
Apakah kondisi stagnan penjualan handicraft ke luar negeri, karena pasar sudah jenuh? Tut De-sapaan I Ketut Darma Siadja, menampiknya. Menurutnya, bukan kondisi pasar yang jenuh, tetapi selera konsumen yang bergeser. “Pergeseran dari generasi konvensional ke generasi mileneal di negara-negara tujuan ekspor kita,” jelasnya.
Hal itulah menurut Tut De, yang sedang dicermati, yakni selera generasi milenial. Tegasnya , rumus pemasaran sama, yakni harus mencermati trend atau selera pasar. “Kalau dulu mungkin orang lebih suka mengoleksi, sekarang mungkin lebih ke arah dekoratif,” lanjutnya.
Amerika Serikat, Eropa dan Australia tetap menjadi pasar andalan handicraft Bali. Amerika Latin dan Asia Timur Tengah, menjadi target berikutnya. “Kami dan teman-teman juga berusaha mengikuti event seperti di IFEX (Indonesia’s Biggest Export Funiture Craft Exibition) di Jakarta sekarang,” ungkap Darma Siadja.
Tujuannya memperkenalkan dan melebarkan bisnis furniture dan handicraft Bali. “Sehingga lebih banyak lagi bisa mengakses pasar,” ujarnya.
Sebelumnya indikasi penurunan ekspor produk kerajinan kayu sudah terpapar dari dari Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Bali. Tahun 2018 lalu, volume ekspor kerajinan kayu dari Bali hanya 27,4 juta pieces. Ini menurun 20,57 persen dari tahun 2017. Walau memang nilainya mengalami kenaikkan dari 82,5 juta dollar AS, menjadi 111 juta dollar AS. Bukan hanya kerajinan kayu saja yang menurun, beberapa jenis kerajinan lain juga menurun. Di antaranya kerajinan kulit, baik volume dan nilainya sama-sama menurun -14 persen. Kerajinan alat music volumenya turun -33 persen, nilainya turun -63,15 persen. Terus kerajinan furniture volumenya turun -20 persen, nilainya turun -15 persen. *k17
Komentar