Kerangka Tak Utuh, Hanya Ditemukan Sisa Tulang
Krama Banjar Masean, Desa Batuagung, Kecamatan/Kabupaten Jembrana, melaksanakan nangkid watang (mengangkat jenazah) sembilan korban Gerakan 30 September (G30S) yang dikuburkan di sisi jalan seberang SDN 3 Batuagung, pada Wrespati Umanis Ugu, Kamis (29/10).
Mengangkat Jenazah Korban G30S di Masean, Desa Batuagung, Jembrana
NEGARA, NusaBali
Dalam proses pembongkaran menggunakan alat berat ekskavator itu, hanya ditemukan sejumlah bagian kerangka korban yang sudah tidak utuh lagi. Tulang belulang itu akan diaben.
Seperti diketahui, prosesi nangkid watang sekaligus pengabenan ini, bertujuan menyucikan roh kesembilan korban, agar mendapat tempat yang layak. Selain itu juga bertujuan membersihkan leteh atau kekotoran secara niskala di wewidangan (wilayah) banjar setempat. Ini berkaiatan dengan kepercayaan arwah para korban yang masih gentayangan.
Begitu juga dengan tingginya kasus ulah pati berupa gantung diri dari krama di banjar setempat. Selama setengah abad, dari tahun 1965 hingga 2015, sudah ada 50 kasus gantung diri. Jika dirata-ratakan, setiap tahun ada satu krama yang mati gantung diri.
Menurut Ketua Panitia Pembongkaran Jenzah Korban G30S di Masean Ida Bagus Ketut Mariana, 37, sebelumnya, ada 11 jenazah yang dikubur di sekitar lokasi tersebut. Tetapi dua jenazah yang merupakan kakak beradik dari warga sekitar, sudah dibongkar dan diupacarai secara pribadi oleh keluarganya pada 1984. Karena itu, masih tersisa sembilan jenazah. Data atas keberadaaan jenazah tersebut memang didapatkan dari pengumpulan cerita warga, termasuk salah satu saksi hidup, Ida Bagus Ketut Krenda alias Kakiang Krenda, 90, yang juga hadir saat proses pembongkaran. Dimana, sisa kesembilan jenazah tersebut dipetakan tersebar dalam lima lubang sepanjang sekitar 50 meter di sisi jalan yang dibongkar.
Di lubang pertama, yakni Ida Kade Putra, yang keluarganya ada di Banjar Masean. Sedangkan di lubang kedua, diisi dua jenazah, masing-masing Ida Komang Suja dan Ida Putu Sedana, yang keluarganya sama-sama ada di Banjar Pancaseming. Kemudian lubang ketiga juga ada dua jenazah, yakni Gusti Putu Wira yang keluarganya ada di Banjar Pancaseming, dan Gusti Putu Sandra yang keluarganya ada di Banjar Masean.
Selanjutnya pada lubang keempat juga ada dua jenazah, yakni Gusti Kade Wira yang keluarganya ada di Banjar Masean, dan I Ketut Sundia yang keluarganya di Banjar Pancaseming. Sedangkan lubang kelima juga diisi dua jenazah, yang dari data diketahui bernama Pak Pugig dan Wayan Gandra, yang keluarganya masih belum diketahui.
Namun dari cerita, Pak Pugig ini sempat mengaku dari Pandak, Tabanan. Sedangkan Wayan Gandra dari Kelurahan Lelateng, Kecamatan Negara, Jembrana.
Dari penuturan Kakian Krenda yang didampingi Bendesa Batuagung Ida Bagus Mantra, Kamis kemarin, memang banyak korban keganasan G30S di Batuagung. Menurut Mantra, paling tidak ada sekitar 47 korban. Di antaranya juga 11 korban di lokasi yang dibongkar kemarin. “Sebelumnya di sini memang 11, tapi dua sudah diambil dan diupacarai oleh keluargnya, tahun 1984. Kalau yang lainnya, ada yang ditanam di kebunnya, sudah diangkat juga. Beberapa juga tidak jelas di mana dikubur, dan sudah diupacarai. Dan intinya sekarang kami juga mengupacari yang 9 ini, biar mendapat tempat yang layak,” tuturnya.
Dalam nangkid watang ini, menurutnya, juga tidak mesti mencari siapa pemilik kerangka jenazahnya. Mengingat sangat sulit untuk mengidentifikasinya. “Sekarang semisal ketemu juga hanya beberapa tulang, kami akan tetap jalankan prosesi ngaben. Dikumpulkan semua menjadi satu, tidak sampai memilah-milah siapa pemiliknya. Yang terpenting tujuan prosesi jalan, dengan harapan wilayah kami menjadi bersih,” tambah Mantra.
Komentar