Dr Sri Subawa Gantikan Sang Kakak Menjadi Rektor Undiknas
Dr Nyoman Sri Subawa ST SSos MM ditetapkan sebagai Rektor Undiknas pengganti Prof Gede Sri Darma berdasar hasil rapat Pendiri Perdiknas, 1 Februari 2019, karena hanya dia yang memenuhi syarat telah jabat Lektor Kepala
Canangkan Tekad untuk Membawa Undiknas Denpasar Unggul sebagai Universitas Riset
DENPASAR, NusaBali
Dr Nyoman Sri Subawa ST SSos MM, 48, dilantik menjadi Rektor Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar 2019-2024, Selasa (12/3). Dia naik menggantikan kakaknya, Prof Ir Gede Sri Darma DBA, yang sudah selama tiga periode menjadi Rektor Undiknas. Setelah jadi Rektor, Dr Nyoman Sri Subawa bertekad untuk membawa Undiknas Denpasar unggul sebagai universitas riset.
Pelantikan Dr Nyoman Sri Subawa sebagai Rektor Undiknas 2019-2024, Selasa kemarin, dilakukan oleh Ketua Perdiknas Denpasar, Dr AA Ngurah Eddy Supriyadinatha Gorda SSos Msi. Pelantikan yang digelar di Auditorium Dwi Tunggal Undiknas, Jalan Bedugul Nomor 39 Sidakarya, Denpasar Selatan, dihadiri Kepala LLDIKTI Wilayah VIII Prof Dr Nengah Dasi Astawa, Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry, Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Sedta Provinsi Bali TIA Kusuma Wardhani, perwakilan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompida) Provinsi Bali, pimpinan PTN dan PTS se-Bali, sejumlah pimpinan media, hingga Ketua KPU Bali Dewa Agung Gede Lidartawan.
Dr Sri Subawa ditetapkan sebagai Rektor Undiknas pengganti Prof Gede Sri Darma berdasarkan hasil rapat Pendiri Perkumpulan Pendidikan Nasional (Perdiknas), 1 Februari 2019 lalu. Ketua Perdiknas (demisioner), Dr AAA Ngurah Tini Rusmini Gorda alias Gung Tini, mengatakan meskipun calon Rektor tunggal, namun proses pemilihan dilaksanakan sebagaimana mestinya untuk menjaga kualitas. Menurut Gung Tini, hanya Dr Sri Subawa yang saat itu memenuhi kriteria menjadi Rektor, antara lain, karena sudah memiliki jabatan fungsional sebagai Lektor Kepala.
“Saya sebagai Ketua Perdiknas saat itu sudah melayangkan surat kepada Rektor sekitar Oktober 2018 untuk mengingatkan agar mengajukan calon Rektor. Seleksi calon Rektor hanya dari dua keluarga Pendiri Utama saja, karena sudah tertuang dalam Statuta,” ungkap Gung Tini yang baru saja lengser dari jabatan Ketua Perdiknas.
Setelah dilayangkannya surat tersebut, kata Gung Tini, Rektor lama kemudian merespons melalui senat universitas yang berjumlah 17 orang. Ada pun Ketua Senat Undiknas adalah Prof Dr Nyoman Budiana. Dari delapan putra-putri Pendiri Utama, yakni empat putra-putri dari Prof Dr IGN Gorda MS dan empat putra-putri Drs I Ketut Sambereg MM, yang memenuhi kriteria sudah menjabat Lektor Kepala hanyalah Dr Sri Subawa. Maka, Dr Sri Subawa---putra keempat dari Ketut Sambereg---pun menjadi calon tunggal dalam perebutan kursi Rektor Undiknas 2019-2024.
“Prof Sri Darma sudah 3 periode menjabat Rektor, sehingga sudah tidak bisa ikut seleksi lagi. Dan, syarat calon Rektor yang tertuang dalam Statuta kami salah satunya harus punya jabatan fungsional Lektor Kepala. Nah, kami 4 bersaudara putra-putri Prof Gorda belum ada yang Lektor Kepala saat Surat Perdiknas kami layangkan ke Rektor. Akhirnya, kami berempat tidak masuk dalam kriteria tersebut. Satu-satunya calon adalah Dr Sri Subawa,” jelas aktivis perempuan ini.
Kendati demikian, Gung Tini menegaskan proses pemilihan Rektor Undiknas sangat memperhatikan kualitas. Proses pergantian Rektor tetap melalui berbagai proses sebagaimana yang dilakukan dalam sebuah organisasi. Sebelum ditetapkan, Dr Sri Subawa menjalani berbagai rangkaian, termasuk presentasi visi misi dan didebat oleh 17 anggota senat. Dr Sri Subawa telah mempresentasikan visi dan misi di hadapan Senat Akademik Undiknas, 7 Januari 2019. “Setelah lolos uji visi misi, Rektor kemudian mengajukan ke Ketua Perdiknas. Akhirnya, karena semua tercukupi sesuai Statuta, maka kami tetapkan (Dr Sri Subawa),” katanya.
Sementara itu, Dr Sri Subawa selaku Rektor Undiknas 2019-2024 memiliki tanggung jawab untuk membuat Undiknas lebih besar dan diperhitungkan ke depan. Saat ini, Undiknas Denpasar meraih ranking 1 PTS se-Indonesia bagian timur, dan ranking 24 dari PTS seluruh Indonesia. Undiknas juga telah meraih akreditasi unggul (A) dari BAN-PT Kementerian Ristek Dikti untuk lima program studi, dan enam program studi terakreditasi baik (B), serta segera mewujudkan akreditasi internasional.
Dalam pidatonya, Dr Sri Subawa bertekad untuk membawa Undiknas unggul sebagai universitas riset. “Publikasi karya ilmiah, riset, ide dan gagasan terutama dalam jurnal internasional terindeks dan bereputasi, harus terus ditingkatkan,” ujar Dr Sri Subawa.
Menurut akademisi kelahiran 28 Agustus 1970 asal Banjar Buayang, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung ini, dari hasil riset menunjukkan bahwa riset dalam aspek bisnis yang diintegrasikan dengan teknologi, model, dan proses bisnis memberikan kontribusi terbesar dalam aspek riset yang dilakukan saat ini, diikuti smart factory, aspek teknologi, dan aspek lainnya.
“Selain itu, kemampuan membaca, menganilisis, dan menggunakan informasi dalam dunia digital (big data), pemahaman cara kerja dan aplikasi teknologi sangat diperlukan dalam sistem pendidikan. Hal ini sebagai respons terhadap industri 4.0,” tandas suami dari mantan Komisioner Divisi Sosialisasi KPU Bali 2013-2018, Dr Ni Wayan Widhiastini SSos Msi ini.
Terkait dengan tantangan dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0, menurut Dr Sri Subawa, diperlukan penguatan kurikulum yang lebih dinamis dan adaptif. Menurut dia, Undiknas telah menyelaraskan model pembelajaran dengan perkembangan kekinian dengan menerapkan secara online atau dalam jaringan (daring), e-learning atau hybrid learning untuk mengurangi pembelajaran dengan model tatap muka.
Smentara, Rektor periode sebelumnya, Prof Gede Sri Darma, berpesan bahwa tugas Rektor saat ini tidak lagi membangun infrastruktur kampus, namun mulai bergerak untuk menata sistem online. Undiknas harus menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. “Sekarang daya tampung Undiknas dari gedungnya baru 6.000 sampai 8.000. Tapi, ke depan dapat menampung 40.000 hingga 50.000 mahasiswa, karena mereka tidak harus datang ke kampus. Online inilah magnetnya sekarang,” kata kakak dari Dr Sri Subawa ini.
Ke depan, lanjut Prof Sri Darma, SPP bisa menjadi semakin murah dan orang miskin bisa kuliah. Gelar tidak akan lagi dipakai syarat untuk mendapatkan pekerjaan atau menunjukkan jatidiri, tapi sertifikasi atau kompetensi. “Kalau dia bergelar, tapi ketika dilakukan uji kompetensi tidak memiliki kompetensi, maka tidak akan diterima. Perusahaan tidak akan lagi meminta mana ijazahnya, tapi kompetensi apa yang dimiliki. Ini menjadi tantangan Rektor yang baru,” tegas Prof Sri Darma. *ind
1
Komentar