Alumni Aktivis 1998 Dukung Jokowi-Ma’ruf
Kubu Prabowo Minta Buktikan Pelanggaran HAM di Pengadilan
DENPASAR, NusaBali
Persatuan Nasional Aktivis 1998 (Pena 98) telah menentukan sikap politiknya untuk pesta gong demokrasi Pilpres, 17 April 2019. Mereka secara tegas menyatakan menolak Calon Presiden (Capres) yang melanggar HAM, dan pilih dukung pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin (Capres-Cawapres nomor urut 01 yang diusung PDIP-Golkar-PKB-PPP-NasDem-Hanura-PKPI-Perindo-PSI).
Pernyataan sikap tersebut disampaikan Pena 98 dalam jumpa pers di Jalan Kaliasem Denpasar kawasan Desa Dangin Puri, Kecamatan Denpasar Timur, Kamis (14/3) siang. Dalam penyampaian pernyataan sikap untuk Pilpres 2019 tersebut, Ketua Presidium Nasional Alumni 98, Oktaviansyah, hadir bersama sejumlah pentolan Pena 98, seperti Daniar Sasongko, Anggie Casella, Koko Sujatmiko, Gede Ngurah Hartawan, Yanni Nainggolan, Hannah Siregar, Nyoman Sutana, Willie Swardana, Heru Praptono, dan Jemima Mulyandari.
Ada 3 poin pernyataan sikap yang disampaikan Pena 98. Pertama, menolak Capres pelanggar HAM. Kedua, menolak kebangkitan keluarga Cendana. Ketiga, menolak Capres tuan tanah. Pernyataan sikap berisikan 3 poin tersebut disampaikan secara bergantian.
Oktanviansyah menyaatakan, Alumni Aktivis 1998 melontarkan sikap politiknya, karena Pilpres 2019 akan menentukan arah bangsa 5 tahun ke depan. Disebutkan, saat ini muncul ancaman terhadap kebhinnekaan di Indonesia, ada pula ancaman terhadap demokrasi di Indonesia. “Ada juga ancaman terhadap hak azasi manusia (HAM),” ujar Oktavianus uang juga aktivis Posko Perjuangan Rakyat (Pospera).
Sementara, dalam pernyataan sikap yang dibacakan Anggie Casella, disebutkan Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran HAM dan dosa-dosa masa lalu. “Sebab, keterkaitan bahkan keterlibatan Capres dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, akan menjadi contoh buruk dan ancaman bagi masa depan demokrasi, negara, dan rakyat Indonesia. Kami menolak Capres pelanggar HAM,” ujar Anggie Casella.
Anggie menegaskan tidak ingin generasi Indonesia mengalami kasus-kasus seperti di masa lalu. “Kami tidak ingin anak-anak kami harus mengalami peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror, dan penindasan serta pelanggaran-pelanggaran HAM lainnya sebagaimana terjadi di masa lalu,” katanya.
Anggie tak ingin bangsa ini mengotori sejarahnya dengan membenarkan pelanggar HAM terbebas dari hukuman, bahkan dibiarkan menjadi pemimpin di negeri ini. “Kami tidak mau masa depan bangsa ini harus diserahkan ke tangan orang yang berlumuran darah saudaranya sendiri. Kami ingin anak-anak kami, generasi muda saat ini, bisa mewarisi negeri yang mampu memberikan keadilan, menegakkan HAM, dan terbebas dari mimpi buruk masa lalu,” tegas Anggie.
Sedangkan pentolan Pena 98 lainnya, Daniar Sasongko, menegaskan alumni 98 menolak tegas Capres tuan tanah. Menurut Daniar, pemimpin Indonesia bukanlah dari segelintir orang yang menguasai lahan untuk kepentingan sendiri di tengah kemiskinan jutaan orang lainnya. Tuan-tuan tanah yang mengkooptasi lahan negara dan menguasainya untuk kepentingan pribadi, kata dia, tidaklah layak menjadi Capres di negeri ini.
“Kami yakin ketika seorang tuan tanah dibiarkan menjadi pemimpin di Republik Indonesia, maka ketamakan dan kehausannya akan harta dan kekuasaan bakal semakin merajalela,” ujar advokat senior ini.
Daniar juga menegaskan penolakan aktivis terhadap kebangkitan keluarga Cendana (Presiden ke-2 RI, Soeharto). Menurut Daniar, kontestasi politik pada Pilpres 2019 sejatinya pertarungan politik masa lalu vs masa kini. Masa lalu menampilkan orang-orang yang terkait erat dengan Orde Baru dari trah Cendana sampai menantu. “Mereka ingin mengembalikan kejayaan Orde Baru dengan mengusung jargon-jargon Orde Baru.”
Sementara ‘masa kini. Kata Daniar, adalah generasi milenial yang anti Orde Baru. “Mereka yang menumbangkan Orde Baru dengan segala sistem yang pernah dijalankannya, mulai KKN, otoriter, hingga menghalalkan segala cara demi kekuasaan. Cara itu yang kini sedang dipertontonkan oleh calon pengusung jargon Orde Baru melalui kampanye hitam, menebar hoaks, menebar ketakutan, menebar kebohongan data demi data, hingga memainkan isu agama dan RAS,” papar Daniar.
“Untuk itu, kami Pena 98 sepakat untuk tetap mendukung Capres-Cawapres yang bukan bagian dari masa lalu, bukan pelanggar HAM, bukan penebar hoaks, dan berkomitmen terhadap cita-cita perjuangan kami dalam agenda Reformasi 98. Calon pemimpin itu ada pada pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin,” tegas Daniar.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Daerah (BPD) Provinsi Bali Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Capres-Cawapres nomor urut 02 yang diusung Gerindra-Demokrat-PAN-PKS-Partai Berkarya), I Made Gede Ray Misno, yang dikonfirmasi NusaBali terkait pernyataan sikap Pena 98, mengatakan pernyataan sikap itu sudah merupakan tuduhan. “Kalau membuat pernyataan, jangan berupa tuduhan. Buktikanlah di pengadilan kalau memang ada pelanggaran HAM,” ujar Ray Misno di Denpasar, Kamis kemarin.
Menurut Ray Misno, walaupun tidak menyebutkan salah satu Capress secara tegas, namun pernyataan Pena 98 sudah jelas siapa yang dimaksudkannya. Makanya, kubu Prabowo-Sandi juga mempertanyakan balik para aktivis Pena 98. “Apakah di lingkaran Capres-Cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin tidak ada pelanggar HAM? Apakah tidak ada pelaku pelanggar HAM? Ada itu orangnya. Sementara Pak Prabowo tidak pernah terbukti di pengadilan, melanggar HAM,” tandas mantan Ketua KPU Kota Denpasar ini. *nat
Pernyataan sikap tersebut disampaikan Pena 98 dalam jumpa pers di Jalan Kaliasem Denpasar kawasan Desa Dangin Puri, Kecamatan Denpasar Timur, Kamis (14/3) siang. Dalam penyampaian pernyataan sikap untuk Pilpres 2019 tersebut, Ketua Presidium Nasional Alumni 98, Oktaviansyah, hadir bersama sejumlah pentolan Pena 98, seperti Daniar Sasongko, Anggie Casella, Koko Sujatmiko, Gede Ngurah Hartawan, Yanni Nainggolan, Hannah Siregar, Nyoman Sutana, Willie Swardana, Heru Praptono, dan Jemima Mulyandari.
Ada 3 poin pernyataan sikap yang disampaikan Pena 98. Pertama, menolak Capres pelanggar HAM. Kedua, menolak kebangkitan keluarga Cendana. Ketiga, menolak Capres tuan tanah. Pernyataan sikap berisikan 3 poin tersebut disampaikan secara bergantian.
Oktanviansyah menyaatakan, Alumni Aktivis 1998 melontarkan sikap politiknya, karena Pilpres 2019 akan menentukan arah bangsa 5 tahun ke depan. Disebutkan, saat ini muncul ancaman terhadap kebhinnekaan di Indonesia, ada pula ancaman terhadap demokrasi di Indonesia. “Ada juga ancaman terhadap hak azasi manusia (HAM),” ujar Oktavianus uang juga aktivis Posko Perjuangan Rakyat (Pospera).
Sementara, dalam pernyataan sikap yang dibacakan Anggie Casella, disebutkan Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran HAM dan dosa-dosa masa lalu. “Sebab, keterkaitan bahkan keterlibatan Capres dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, akan menjadi contoh buruk dan ancaman bagi masa depan demokrasi, negara, dan rakyat Indonesia. Kami menolak Capres pelanggar HAM,” ujar Anggie Casella.
Anggie menegaskan tidak ingin generasi Indonesia mengalami kasus-kasus seperti di masa lalu. “Kami tidak ingin anak-anak kami harus mengalami peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror, dan penindasan serta pelanggaran-pelanggaran HAM lainnya sebagaimana terjadi di masa lalu,” katanya.
Anggie tak ingin bangsa ini mengotori sejarahnya dengan membenarkan pelanggar HAM terbebas dari hukuman, bahkan dibiarkan menjadi pemimpin di negeri ini. “Kami tidak mau masa depan bangsa ini harus diserahkan ke tangan orang yang berlumuran darah saudaranya sendiri. Kami ingin anak-anak kami, generasi muda saat ini, bisa mewarisi negeri yang mampu memberikan keadilan, menegakkan HAM, dan terbebas dari mimpi buruk masa lalu,” tegas Anggie.
Sedangkan pentolan Pena 98 lainnya, Daniar Sasongko, menegaskan alumni 98 menolak tegas Capres tuan tanah. Menurut Daniar, pemimpin Indonesia bukanlah dari segelintir orang yang menguasai lahan untuk kepentingan sendiri di tengah kemiskinan jutaan orang lainnya. Tuan-tuan tanah yang mengkooptasi lahan negara dan menguasainya untuk kepentingan pribadi, kata dia, tidaklah layak menjadi Capres di negeri ini.
“Kami yakin ketika seorang tuan tanah dibiarkan menjadi pemimpin di Republik Indonesia, maka ketamakan dan kehausannya akan harta dan kekuasaan bakal semakin merajalela,” ujar advokat senior ini.
Daniar juga menegaskan penolakan aktivis terhadap kebangkitan keluarga Cendana (Presiden ke-2 RI, Soeharto). Menurut Daniar, kontestasi politik pada Pilpres 2019 sejatinya pertarungan politik masa lalu vs masa kini. Masa lalu menampilkan orang-orang yang terkait erat dengan Orde Baru dari trah Cendana sampai menantu. “Mereka ingin mengembalikan kejayaan Orde Baru dengan mengusung jargon-jargon Orde Baru.”
Sementara ‘masa kini. Kata Daniar, adalah generasi milenial yang anti Orde Baru. “Mereka yang menumbangkan Orde Baru dengan segala sistem yang pernah dijalankannya, mulai KKN, otoriter, hingga menghalalkan segala cara demi kekuasaan. Cara itu yang kini sedang dipertontonkan oleh calon pengusung jargon Orde Baru melalui kampanye hitam, menebar hoaks, menebar ketakutan, menebar kebohongan data demi data, hingga memainkan isu agama dan RAS,” papar Daniar.
“Untuk itu, kami Pena 98 sepakat untuk tetap mendukung Capres-Cawapres yang bukan bagian dari masa lalu, bukan pelanggar HAM, bukan penebar hoaks, dan berkomitmen terhadap cita-cita perjuangan kami dalam agenda Reformasi 98. Calon pemimpin itu ada pada pasangan nomor urut 01, Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin,” tegas Daniar.
Sementara itu, Juru Bicara Badan Pemenangan Daerah (BPD) Provinsi Bali Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Capres-Cawapres nomor urut 02 yang diusung Gerindra-Demokrat-PAN-PKS-Partai Berkarya), I Made Gede Ray Misno, yang dikonfirmasi NusaBali terkait pernyataan sikap Pena 98, mengatakan pernyataan sikap itu sudah merupakan tuduhan. “Kalau membuat pernyataan, jangan berupa tuduhan. Buktikanlah di pengadilan kalau memang ada pelanggaran HAM,” ujar Ray Misno di Denpasar, Kamis kemarin.
Menurut Ray Misno, walaupun tidak menyebutkan salah satu Capress secara tegas, namun pernyataan Pena 98 sudah jelas siapa yang dimaksudkannya. Makanya, kubu Prabowo-Sandi juga mempertanyakan balik para aktivis Pena 98. “Apakah di lingkaran Capres-Cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin tidak ada pelanggar HAM? Apakah tidak ada pelaku pelanggar HAM? Ada itu orangnya. Sementara Pak Prabowo tidak pernah terbukti di pengadilan, melanggar HAM,” tandas mantan Ketua KPU Kota Denpasar ini. *nat
Komentar