Konsumsi Gayo di Karangasem Rendah
Konsumsi gayo (garam beryodium) di Karangasem masih rendah, jauh di bawah target 80 persen.
AMLAPURA, NusaBali
Berdasarkan survei, capaian tahun 2019 hanya 62,69 persen. Capaian terendah di Kecamatan Bebandem yakni 18,75 persen. Kebanyakan masyarakat membeli garam di warung, sementara pedagang menjual garam biasa. Alasan warga garam non yodium lebih enak sementara gayam beryodium pahit.
Kepala Dinas Kesehatan Karangasem, I Gusti Bagus Putra Pertama, mengakui hasil survei masih di bawah target. Masyarakat cenderung mengonsumsi garam tidak beryodium akibat kurangnya sosialisasi dan pemahaman masyarakat. Kebanyakan masyarakat membeli garam di warung, sementara pedagang menjual garam biasa. “Alasan masyarakat, garam non yodium rasanya lebih gurih dan harganya murah,” ungkap Gusti Putra Pertama, Kamis (14/3).
Dikatakan, gayo sangat baik untuk kesehatan, walau rasanya lebih pahit. Manfaat gayo yakni untuk pemeliharaan kelenjar tiroid. Mencegah penyakit gondok, gangguan pendengaran, tubuh cebol (stunting), dan semangat rendah. Gayo juga berfungsi menghilangkan racun dari tubuh, membantu proses pertumbuhan rambut, dan memaksimalkan metabolisme tubuh dalam memanfaatkan kalsium. “Gayo juga membantu kenormalan proses pertumbuhan dan kematangan organ reproduksi. Membantu meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi sakit gigi dan bau mulut,” ungkap Gusti Putra Pertama.
Menurutnya, perlu terus kerja keras meyakinkan masyarakat pentingnya mengonsumsi garam beryodium. Dikatakan, ada beberapa kecamatan telah melampaui target seperti Kecamatan Sidemen 88 persen, Kecamatan Manggis 85 persen, dan di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I sebesar 82 persen. Di Kecamatan Selat dengan capaian 56,25 persen. Dari survei 80 rumah tangga ditemukan 45 rumah tangga mengonsumsi garam beryodium. Capaian itu justru mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017 sebesar 71 persen.
Di Desa Sebudi salah satunya yang tidak memenuhi target. Perbekel Desa Sebudi, Jro Mangku Tinggal, mengakui rendahnya masyarakat mengonsumsi garam beryodium. Sementara Perbekel Desa Amerta Bhuana, I Wayan Suara, mengatakan hasil survei tahun 2017 sebesar 15,3 persen, langsung mencuat di tahun 2019 jadi 60 persen. “Di tahun 2017, warga desa mengungsi, sehingga tidak ada warga yang diberi bantuan garam beryodium. Sekarang warga mulai mengerti manfaat garam beryodium,” jelas I Wayan Suara. *k16
Kepala Dinas Kesehatan Karangasem, I Gusti Bagus Putra Pertama, mengakui hasil survei masih di bawah target. Masyarakat cenderung mengonsumsi garam tidak beryodium akibat kurangnya sosialisasi dan pemahaman masyarakat. Kebanyakan masyarakat membeli garam di warung, sementara pedagang menjual garam biasa. “Alasan masyarakat, garam non yodium rasanya lebih gurih dan harganya murah,” ungkap Gusti Putra Pertama, Kamis (14/3).
Dikatakan, gayo sangat baik untuk kesehatan, walau rasanya lebih pahit. Manfaat gayo yakni untuk pemeliharaan kelenjar tiroid. Mencegah penyakit gondok, gangguan pendengaran, tubuh cebol (stunting), dan semangat rendah. Gayo juga berfungsi menghilangkan racun dari tubuh, membantu proses pertumbuhan rambut, dan memaksimalkan metabolisme tubuh dalam memanfaatkan kalsium. “Gayo juga membantu kenormalan proses pertumbuhan dan kematangan organ reproduksi. Membantu meningkatkan kekebalan tubuh, mengurangi sakit gigi dan bau mulut,” ungkap Gusti Putra Pertama.
Menurutnya, perlu terus kerja keras meyakinkan masyarakat pentingnya mengonsumsi garam beryodium. Dikatakan, ada beberapa kecamatan telah melampaui target seperti Kecamatan Sidemen 88 persen, Kecamatan Manggis 85 persen, dan di wilayah kerja Puskesmas Karangasem I sebesar 82 persen. Di Kecamatan Selat dengan capaian 56,25 persen. Dari survei 80 rumah tangga ditemukan 45 rumah tangga mengonsumsi garam beryodium. Capaian itu justru mengalami penurunan dibandingkan tahun 2017 sebesar 71 persen.
Di Desa Sebudi salah satunya yang tidak memenuhi target. Perbekel Desa Sebudi, Jro Mangku Tinggal, mengakui rendahnya masyarakat mengonsumsi garam beryodium. Sementara Perbekel Desa Amerta Bhuana, I Wayan Suara, mengatakan hasil survei tahun 2017 sebesar 15,3 persen, langsung mencuat di tahun 2019 jadi 60 persen. “Di tahun 2017, warga desa mengungsi, sehingga tidak ada warga yang diberi bantuan garam beryodium. Sekarang warga mulai mengerti manfaat garam beryodium,” jelas I Wayan Suara. *k16
Komentar