Generasi Muda Rindukan Warisan Budaya
Desa Panji, tempat Ki Barak Panji Sakti saat diasingkan dari kerajaan Klungkung pada usia 15 tahun.
Tradisi Permainan Magoak-Goakan di Desa Panji
SINGARAJA, NusaBali
Tradisi Magoak-goakan yang diwariskan dari zaman kerajaan Panji Sakti di Buleleng abad ke 17, hingga kini masih lestari. Tak hanya bernilai sejarah, Magoak-goakan menyuguhkan nilai heroisme rakyat Buleleng dalam menghadapi musuh-musuh Raja Ki Barak Panji Sakti. Di dalamnya tentu bermakna ‘api’ perjuangan hidup manusia Bali utara.
Karenanya, tradisi ini tak pernah absen digelar tiap tahun saat Ngembak Gni. Maka tak salah jika permainan tradisional khas Buleleng ini kemudian diusulkan Dinas Kebudayaan Buleleng menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke UNESCO.
Seperti tampak, ribuan warga Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Buleleng menggelar Magoak-goakan, Jumat (8/3) sore lalu. Tampak masyarakat memenuhi beberapa titik keramaian. Salah satunya di Pura Dalem, Desa Pakraman Panji dan Lapangan Panji. Mereka sepertinya penasaran untuk menyaksikan tradisi Magoak-goakan yang dilaksanakan setiap tahun pada Ngembak Gni atau sehari sesudah Nyepi itu.
Ketua STT Desa Panji Wayan Ganesa, di sela-sela Magoak-goakan di depan Pura Dalem Panji, menjelaskan tradisi Magoak-goakan sudah ada sejak kerajaan Ki Barak Panji Sakti. Saat itu pasukan perang Panji Sakti disebut dengan pasukan goak. Panji Sakti sedang berjaya di masa itu menaklukkan sejumlah kerajaan yang ada di sekelilingnya. Salah satunya adalah Blambangan, Jawa Timur. Sebelum itu, raja menguji kecapakan pasukan goaknya melalui permainan Magoak-goakan yang dipimpin oleh sang patih.
Ekor pasukan goak yang berhasil ditangkap patih kemudian akan diberikan hadiah oleh sang raja sebagai bentuk kesetiaan pengabdian serta semangat juang dalam pertempuran. Begitu pula pasukan goak yang ekornya berhasil ditangkap sang patih harus mengikuti seluruh titah raja. “Tradisi ini masih kami lakukan turun temurun dari leluhur kami, sebagai penghormatan kepada Ki BaraK Panji Sakti yang pernah menjadi raja Buleleng,” kata dia.
Tradisi tersebut hingga kini diwarisi oleh masyarakat Desa Panji, tempat Ki Barak Panji Sakti saat diasingkan dari kerajaan Klungkung pada usia 15 tahun. Tradisi Magoak-goakan ini pun disebut sebagai warisan budaya yang sangat kental dengan sejarah Buleleng.
Selain untuk penghormatan kepada Ki Barak Panji Sakti, tradisi ini yang dilaksanakan oleh warga Panji hingga saat ini disebut sebagai pelestarian budaya. Generasi muda Panji bangga dan setia melaksanakan tradisi ini secara turun-temurun. Dipilihnya Ngembak Gni bukan tanpa alasan. Menurutnya, saat akan menaklukkan Blambangan, Ki Barak Panji Sakti dan pasukannya berangkat setelah tahun baru saka.
Meski tidak ada ritual khusus, dalam pementasan tradisi ini, pihak desa tetap melakukan upacara piuning atau permakluman secara niskala, di lokasi acara untuk kelancaran dan keselamatan. Namun jika tarian Magoak-goakan ini dipentaskan dalam kesatuan yang utuh, dalam artian lengkap dengan lelampahan atau cerita, menjelang menggempur Blambnagan, baru akan dilakukan upacara matur piuning di Pura Pajenengan di Desa Panji.
Terkait diajukannya Magoak-goakan menjadi WBTB, Ganesa mengharapkan segera diamini oleh UNESCO. STT Desa Panji, jelas dia, sudah melakukan perekaman video untuk melengkapi persyaratan pengajuan WBTB. “Kami tentu sangat berharap permainan ini bisa jadi ditetapkan jadi warisan budaya. Terlebih permainan ini sudah dilestarikan selama empat abad,” ungkap Ganesa. *k23
Komentar