Mengenal Ilmu Pengeleakan secara Sederhana
Penjelasan Ida Mas Dalem Segara tentang ilmu pengeleakan di Bali.
MANGUPURA, NusaBali.com
Topik ‘pengeleakan’ memang tidak ada habisnya. Ilmu supranatural yang sering dikaitkan dengan berbagai hal negatif oleh kebanyakan orang ini ternyata dapat berbuah positif bila dikenali dengan baik. Bali merupakan pulau yang terkenal dengan ilmu pengeleakannya, namun apakah seluruh masyarakat Bali telah benar-benar mengenal ilmu yang konon diamankan oleh Mpu Bharadah dari Calonarang sejak masa kerajaan Airlangga ini?
Kepada NusaBali.com, seorang Sulinggih muda yakni, Ida Mas Dalem Segara, 24, yang juga praktisi ilmu pengeleakan, memaparkan ilmu pengeleakan secara sederhana. Bahwa, leak yang dikenal sebagai ‘hantunya Bali’ oleh masyarakat awam sebenarnya tidak seperti demikian. Sepengetahuan Ida Mas Dalem Segara dari sastra yang ia pahami, ‘leak’ berasal dari kata ‘le’ yang berarti ‘lelintihan’ dan ‘ak’ yang berarti ‘aksara.’ “Tujuan dari ‘lelintihan aksara’ adalah untuk merusak atau membalikkan Wijaksara Tri Aksara dalam tubuh manusia untuk kemudian disakiti. Tujuan lainnya adalah untuk menakut-nakuti,” ungkap Sulinggih termuda di Bali itu, Senin (11/3) di Griya Mas Dalem Segara, Desa Sading, Mengwi, Badung.
Lontar Aji Pengeleakan yang dikutip oleh Ida Mas Dalem Segara menyebutkan,”’yan sira weruh ring Dasa Bayu, muaang Sastra Sanga, weruh ring Sastra Pralina, weruh ta sira angleak’ yang berarti, siapapun yang memahami Dasa Bayu, Sastra Sanga, dan Sastra Pralina, orang tersebut memahami menjadi Leak.” Leak sejatinya berasal dari manusia yang mempelajari ajian tertentu untuk berubah wujud atau menyakiti dengan sebuah perantara. Jadi, leak tidak bisa menyerang manusia dengan memegang mangsanya.
Selanjutnya, pria kelahiran Singaraja, 24 Oktober 1994, itu juga meluruskan bahwa kepuasan batin dari seorang yang memiliki ilmu pengeleakan adalah merasakan bahwa dirinya berubah seperti seekor anjing, misalnya. Padahal, sebenarnya orang tersebut tidak berubah menjadi seperti wujud itu. Hanya saja, manusia dengan pikiran buruk dan yang memiliki ilmu agama yang rendahlah yang dapat melihat wujud-wujud menyeramkan dari seorang yang menekuni ilmu pengeleakan tersebut. Orang suci akan melihat orang ngeleak sebagai manusia biasa, hanya saja wujud manusia dengan penampilan rambut yang awur-awuran atau terurai.
Setelah memahami pengertian leak, maka masyarakat juga mesti paham bahwa ada banyak sekali jenis-jenis sastra ilmu pengeleakan di Bali. “Pengeleakan kan sebenarnya adalah budaya kita. Budaya leluhur yang harus kita lestarikan. Di Bali atau di Indonesia pun semua sama, tetapi sastra terakhir berada di Bali. Lontar pengeleakan ada banyak jenisnya, kisah-kisahnya pun ada banyak, ada Calonarang, Ratu Gede Mas Mecaling, Dukuh Suladri, Ki Balian Batur, Canting Mas, Tanting Rat, dan masih banyak lagi. Banyak orang mengetahui Calonarang karena itu yang melegenda dan populer di telinga masyarakat, padahal sebenarnya banyak sekali dan ilmu pengeleakan pun banyak,” beber Sulinggih yang didiksa pada Maret 2018 lalu itu.
Sebagai seorang Sulinggih yang berada di jalan Siwa, Ida Mas Dalem Segara pun mendapat panugrahan untuk menekuni salah satu ilmu pengeleakan, yakni Brahma Maya Murti, yang berarti seseorang yang bisa melepas sukmanya sendiri dari badan kasar. Brahma Maya Murti bukan ilmu Aji Wegig yang bisa berubah wujud. Kepuasan batin seorang yang melakukan Brahma Maya Murti adalah orang tersebut dapat mencapai tempat-tempat yang dikehendakinya. Ilmu tersebut dapat diperoleh dengan mempelajari atau memang mendapat panugrahan dari Tuhan. “Tujuan ilmu pengeleakan Brahma Maya Murti atau yang bisa disebut Ilmu Pengeleakan Leak Sari adalah untuk membantu umat, dalam hal mengobati seseorang yang disakiti dengan ilmu Aji Wegig atau Desti Trangjana (teluh),” sambungnya.
Ngeleak bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja, asal lokasi itu sepi karena sifat dari pengeleakan adalah rahasia. Orang yang baru belajar ngeleak akan pergi ke setra untuk minta panugrahan pada Sang Hyang Bhairawa dan Bhairawi dalam wujud Bhatari Durga. Dasar dari ilmu pengeleakan adalah sastra dan aksara. Ilmu pengeleakan bisa diturunkan ke cucu atau anak si penekun dengan cara mengajarkannya. Penurunannya pun tidak dengan jalan instan, melainkan dengan mempelajari sastra. “Hal yang menarik dari ilmu pengeleakan adalah, seseorang bisa merasakan hal yang tidak bisa dirasakan oleh manusia pada umumnya dan itu pun harus dilestarikan, agar ilmu kita tidak diakui di sana sini. Masak, di luar negeri ilmu kita diakui, kita yang di Bali tidak bisa mengakui ilmu kita,” tegas ayah satu anak itu.
Menurut Ida Mas Dalem Segara, sebenarnya ilmu pengeleakan tidak ada yang baik atau yang buruk, hanya saja itu kembali ke penekunnya sendiri dan mantra yang berbeda karena setiap mantra memiliki tujuan masing-masing. Ada pun efek positif dari ilmu pengeleakan, di antaranya, seseorang dapat membaca sastra-sastra yang baik, contohnya, untuk mengobati seseorang karena medis bisa diobati dengan non medis, tetapi non medis tidak bisa diobati dengan medis, melestarikan budaya, dan menjaga warisan leluhur. Sedangkan dampak negatifnya berupa, oknum-oknum yang menyakiti seseorang dan keluarga, hingga salah mengartikan ilmu yang berasal dari kekecewaan, sakit hati, dan kecemburuan sosial.
“Pahami sebelum menghakimi. Kita harus tahu dulu sudut pandangnya seperti apa. Kenapa? Karena hal baik pun dalam sudut pandang yang buruk akan terlihat buruk. Itulah yang dinamakan Rwa Bhineda, seperti leluhur pernah mengajarkan, seberapa pun putih hidup kita akan sepeti itu pula hitam kita,” tandas Ida Mas Dalem Segara tersenyum simpul. *cr41
1
Komentar