Ekspor Kopi Belum Sentuh Petani Pupuan
Meskipun saat ini ada BUMDes yang ikut membeli kopi petani dengan harga lebih mahal dari tengkulak, namun tidak bisa mengambil dalam cakupan besar.
Akibat Informasi Ekspor Kopi ke Petani Tak Merata
TABANAN, NusaBali
Ekspor kopi robusta yang telah dilakukan Pemkab Tabanan bulan Februari lalu rupanya tidak terinformasi merata ke sejumlah petani di Pupuan, khususnya di Desa Munduktemu dan Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Tabanan. Akibatnya sampai saat ini mereka belum pernah merasakan ekspor kopi. Padahal kopi para petani dari segi kualitas sangat bagus dan mereka siap menyediakan bahan baku sesuai permintaan ekspor.
Seperti yang diungkapkan Perbekel Munduktemu, I Nyoman Wintara. Meskipun ia mendengar adanya ekspor kopi Pupuan lewat surat kabar, tetapi sampai saat ini belum pernah petani di desanya ikut merasakan ekspor.
Padahal sebelumnya pernah Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti menyanggrai kopi di desa hingga foto tersebut masuk MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia). Saat itu ada wacana jika kopi robusta di Desa Munduktemu rencananya akan difasilitasi ekspor. "Entah saya yang tidak mendengar informasi atau saya tidak diinformasikan sampai saat ini petani kami belum terdampak, padahal sesuai berita di koran bahwa kemarin Kopi Pupuan dieksport, dan itu kopi Pupuan mana?," tanyanya.
Terlebih diakui Wintara di Desa Munduktemu sendiri ada 15 kelompok petani kopi. Bahkan saat ini ada satu kelompok tani bernama Wana Lestari yang sudah mulai terapkan sistem perkebunan organik dan mereka telah mendapatkan sertifikat organik.
"Saya sudah tanya ke subak, para kelompok tani dan kelian dusun tidak ada informasi mengajak ataupun produk kami diminta ekspor. Jangan-jangan itu tengkulak yang diuntungkan, bukan petani Pupuan," duganya.
Meskipun saat ini adanya BUMDes yang ikut membeli kopi petani dan membeli dengan harga lebih mahal dari tengkulak, namun tidak bisa mengambil dalam cakupan besar. Karena BUMDes menjual kopi yang sudah menjadi bubuk tentu banyak saingan dalam pemasaran.
"Terlebih juga sekarang sudah ada Perusda (Perusahaan Daerah), harapan kami juga Perusda yang memfasilitasi untuk eksport sehingga akan lebih terarah," ujar Wintara.
Menurut Wintara di Desa Munduktemu saat ini ada 15.000 hektare kebun kopi. Per hektar bisa menghasilkan satu ton. Dan saat ini harga jual kopi mentah per kilogram Rp 23.000. Hal senada disampaikan oleh Perbekel Desa Padangan, I Wayan Wardita. Jika selama ini petani di Padangan belum pernah merasakan ekspor padahal seringkali adanya ekspor kopi Pupuan. "Memang kemarin ada wacana bahwa kopi salah satu subak kami akan diekspor bahkan sudah MoU dengan eksportir, tetapi di tengah jalan dibatalkan dengan berbagai alasan," jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas Pertanian Tabanan, I Nyoman Budana menjelaskan ekspor yang dilakukan sudah diinformasikan ke kelompok-kelompok petani. Jika melakukan ekspor harus membentuk kelompok dan ada pelatihan agar kualitasnya terjamin. "Dalam ekspor tentu yang dijaga adalah mutu dan kualitas," tegasnya.
Pada dasarnya pihaknya berharap semua petani lakukan ekspor. Biasanya ada petani yang tidak bisa ekspor karena butuh dana cepat sehingga dilepas ke tengkulak. "Kalau ekspor itu harus tunggu matang, tidak boleh cepat-cepat dan ini pengepulnya yang mengetahui," jelasnya seraya menyebutkan dalam informasi ekspor sudah disampaikan kepada kelompok-kelompok petani. *de
TABANAN, NusaBali
Ekspor kopi robusta yang telah dilakukan Pemkab Tabanan bulan Februari lalu rupanya tidak terinformasi merata ke sejumlah petani di Pupuan, khususnya di Desa Munduktemu dan Desa Padangan, Kecamatan Pupuan, Tabanan. Akibatnya sampai saat ini mereka belum pernah merasakan ekspor kopi. Padahal kopi para petani dari segi kualitas sangat bagus dan mereka siap menyediakan bahan baku sesuai permintaan ekspor.
Seperti yang diungkapkan Perbekel Munduktemu, I Nyoman Wintara. Meskipun ia mendengar adanya ekspor kopi Pupuan lewat surat kabar, tetapi sampai saat ini belum pernah petani di desanya ikut merasakan ekspor.
Padahal sebelumnya pernah Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti menyanggrai kopi di desa hingga foto tersebut masuk MURI (Museum Rekor Dunia Indonesia). Saat itu ada wacana jika kopi robusta di Desa Munduktemu rencananya akan difasilitasi ekspor. "Entah saya yang tidak mendengar informasi atau saya tidak diinformasikan sampai saat ini petani kami belum terdampak, padahal sesuai berita di koran bahwa kemarin Kopi Pupuan dieksport, dan itu kopi Pupuan mana?," tanyanya.
Terlebih diakui Wintara di Desa Munduktemu sendiri ada 15 kelompok petani kopi. Bahkan saat ini ada satu kelompok tani bernama Wana Lestari yang sudah mulai terapkan sistem perkebunan organik dan mereka telah mendapatkan sertifikat organik.
"Saya sudah tanya ke subak, para kelompok tani dan kelian dusun tidak ada informasi mengajak ataupun produk kami diminta ekspor. Jangan-jangan itu tengkulak yang diuntungkan, bukan petani Pupuan," duganya.
Meskipun saat ini adanya BUMDes yang ikut membeli kopi petani dan membeli dengan harga lebih mahal dari tengkulak, namun tidak bisa mengambil dalam cakupan besar. Karena BUMDes menjual kopi yang sudah menjadi bubuk tentu banyak saingan dalam pemasaran.
"Terlebih juga sekarang sudah ada Perusda (Perusahaan Daerah), harapan kami juga Perusda yang memfasilitasi untuk eksport sehingga akan lebih terarah," ujar Wintara.
Menurut Wintara di Desa Munduktemu saat ini ada 15.000 hektare kebun kopi. Per hektar bisa menghasilkan satu ton. Dan saat ini harga jual kopi mentah per kilogram Rp 23.000. Hal senada disampaikan oleh Perbekel Desa Padangan, I Wayan Wardita. Jika selama ini petani di Padangan belum pernah merasakan ekspor padahal seringkali adanya ekspor kopi Pupuan. "Memang kemarin ada wacana bahwa kopi salah satu subak kami akan diekspor bahkan sudah MoU dengan eksportir, tetapi di tengah jalan dibatalkan dengan berbagai alasan," jelasnya.
Dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas Pertanian Tabanan, I Nyoman Budana menjelaskan ekspor yang dilakukan sudah diinformasikan ke kelompok-kelompok petani. Jika melakukan ekspor harus membentuk kelompok dan ada pelatihan agar kualitasnya terjamin. "Dalam ekspor tentu yang dijaga adalah mutu dan kualitas," tegasnya.
Pada dasarnya pihaknya berharap semua petani lakukan ekspor. Biasanya ada petani yang tidak bisa ekspor karena butuh dana cepat sehingga dilepas ke tengkulak. "Kalau ekspor itu harus tunggu matang, tidak boleh cepat-cepat dan ini pengepulnya yang mengetahui," jelasnya seraya menyebutkan dalam informasi ekspor sudah disampaikan kepada kelompok-kelompok petani. *de
1
Komentar