Tim Hubungan Industrial Jembrana Sidak UMK
Satu Perusahaan Tambak Belum Terapkan UMK
NEGARA, NusaBali
Jajaran Bidang Hubungan Industrial pada Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga Kerja (PMPTSPTK) Jembrana gelar monitoring Upah Minimum Kabupaten (UMK) Jembrana 2019 di sejumlah perusahaan di wilayah Kecamatan Negara dan Kecamatan Melaya, Jembrana, Rabu (20/3). Alhasil, ditemukan salah satu perusahaan tambak di Desa Tuwed, Kecamatan Melaya, yang belum menerapkan UMK dengan memberikan upah Rp 1 juta atau hanya sekitar 42 persen dari UMK sebesar Rp 2.356.559.
Dalam kegiatan monitoring UMK bersama tim dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jembrana, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jembrana, termasuk Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (NakerESDM) Bali di Jembrana itu sempat menyasar empat perusahaan. Salah satunya di Kecamatan Negara, yakni sebuah perusahaan kertas di Desa Banyubiru, dan tiga perusahaan lainnya di Kecamatan Melaya. Dari tiga perusahaan di Kecamatan Melaya itu, dua diantaranya merupakan perusahaan dalam bidang usaha telur dan daging ayam di Desa Tukadaya serta Desa Tuwed, dan salah perusahaan tambak di Desa Tuwed.
“Dari empat perusahaan yang kami jajaki tadi, kami hanya dapat bertemu dengan bagian manajemen ketiga perusahaan yang di Kecamatan Melaya. Kalau yang perusahaan kertas di Banyubiru (Kecamatan Negara), tidak ada bagian manajemennya dan kami belum tahu bagaimana pengupahan di sana. Sedangkan khusus tiga perusahaan di Kecamatan Melaya, dua sudah menerapkan UMK. Hanya satu yang usaha tambak yang belum memenuhi UMK,” ujar Kabid Hubungan Industrial pada Dinas PMPTSPTK Jembrana, I Gede Nyoman Suda Asmara, yang memimpin monitoring UMK, Rabu kemarin.
Menurutnya, perusahaan tambak yang mempekerjakan puluhan karyawan dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) itu memberikan gaji Rp 1 juta. Namun untuk beberapa tingkatan di atasnya, di bagian manajemen, sudah digaji melampaui UMK. Bahkan untuk tingkatkan manager digaji hingga Rp 4 juta. “Untuk monitoring, kami tetap berpatokan terhadap gaji terendah. Yang menjadi acuan UMK adalah gaji pokok dan tunjangan tetap. Sedangkan di tambak itu, tidak ada tunjangan tetap. Tetapi mereka ditanggung makan 3 kali sehari, mess, akomodasi ketika pulang kampung maupun kembali kerja, dan bonus ketika panen. Tetapi walaupun begitu, tetap saja sesuai aturan, upahnya masih di bawah UMK, dan kami berikan pembinaan agar disesuaikan dengan UMK,” ucapnya.
Selain Rabu kemarin, sejak bulan Februari lalu, ia pun mengaku sempat empat kali turun melakukan kegiatan serupa di sejumlah perusahaan besar di Jembrana. Dari kegiatan sebelumnya, hampir seluruh perusahaan-perusahaan besar, seperti beberapa hotel di Kecamatan Pekutatan, sudah dapat memberikan gaji di atas UMK.
Rencananya, kegiatan monitoring UMK ini juga akan terus berlanjut dilaksanakan, sekalian mendata kondisi penerapan UMK perusahaan-perusahan besar di Jembrana. “Yang kami sasar, khusus perusahan yang punya karyawan minimal 10 orang. Untuk beberapa perusahaan besar, seperti perusahaan pengalengan ikan di Pengambengan, toko maupun swalayan di Kota Negara, nantinya juga akan kami sasar,” pungkasnya. *ode
Dalam kegiatan monitoring UMK bersama tim dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jembrana, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jembrana, termasuk Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja dan Energi Sumber Daya Mineral (NakerESDM) Bali di Jembrana itu sempat menyasar empat perusahaan. Salah satunya di Kecamatan Negara, yakni sebuah perusahaan kertas di Desa Banyubiru, dan tiga perusahaan lainnya di Kecamatan Melaya. Dari tiga perusahaan di Kecamatan Melaya itu, dua diantaranya merupakan perusahaan dalam bidang usaha telur dan daging ayam di Desa Tukadaya serta Desa Tuwed, dan salah perusahaan tambak di Desa Tuwed.
“Dari empat perusahaan yang kami jajaki tadi, kami hanya dapat bertemu dengan bagian manajemen ketiga perusahaan yang di Kecamatan Melaya. Kalau yang perusahaan kertas di Banyubiru (Kecamatan Negara), tidak ada bagian manajemennya dan kami belum tahu bagaimana pengupahan di sana. Sedangkan khusus tiga perusahaan di Kecamatan Melaya, dua sudah menerapkan UMK. Hanya satu yang usaha tambak yang belum memenuhi UMK,” ujar Kabid Hubungan Industrial pada Dinas PMPTSPTK Jembrana, I Gede Nyoman Suda Asmara, yang memimpin monitoring UMK, Rabu kemarin.
Menurutnya, perusahaan tambak yang mempekerjakan puluhan karyawan dengan sistem perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) itu memberikan gaji Rp 1 juta. Namun untuk beberapa tingkatan di atasnya, di bagian manajemen, sudah digaji melampaui UMK. Bahkan untuk tingkatkan manager digaji hingga Rp 4 juta. “Untuk monitoring, kami tetap berpatokan terhadap gaji terendah. Yang menjadi acuan UMK adalah gaji pokok dan tunjangan tetap. Sedangkan di tambak itu, tidak ada tunjangan tetap. Tetapi mereka ditanggung makan 3 kali sehari, mess, akomodasi ketika pulang kampung maupun kembali kerja, dan bonus ketika panen. Tetapi walaupun begitu, tetap saja sesuai aturan, upahnya masih di bawah UMK, dan kami berikan pembinaan agar disesuaikan dengan UMK,” ucapnya.
Selain Rabu kemarin, sejak bulan Februari lalu, ia pun mengaku sempat empat kali turun melakukan kegiatan serupa di sejumlah perusahaan besar di Jembrana. Dari kegiatan sebelumnya, hampir seluruh perusahaan-perusahaan besar, seperti beberapa hotel di Kecamatan Pekutatan, sudah dapat memberikan gaji di atas UMK.
Rencananya, kegiatan monitoring UMK ini juga akan terus berlanjut dilaksanakan, sekalian mendata kondisi penerapan UMK perusahaan-perusahan besar di Jembrana. “Yang kami sasar, khusus perusahan yang punya karyawan minimal 10 orang. Untuk beberapa perusahaan besar, seperti perusahaan pengalengan ikan di Pengambengan, toko maupun swalayan di Kota Negara, nantinya juga akan kami sasar,” pungkasnya. *ode
1
Komentar