'Pertanian Bali Harus Dibangun dari Hulu ke Hilir'
Bali akan fokus membangun sektor pertanian dari hulu hingga ke hilir. Alasannya Bali punya potensi besar dan pasar yang besar untuk itu.
DENPASAR, NusaBali
Potensi pasar tersebut terkait dengan kenyataan Bali sebagai daerah wisata dengan target 7-8 juta wisman dan 9-10 wisatawan domestik/nusantara.
Hal tersebut terungkap dari pernyataan Gubernur Bali I Wayan Koster dalam acara pelepasan perdana ekspor salak gula pasir dan produk unggulan pertanian Bali lainnya, senilai Rp 17,4 miliar di Packing House di Packing House PT Buah Angkasa Bali di Jalan Ikan Tuna IV Pelabuhan Benoa Denpasar, Kamis (22/3). “Dari dulu produk pertanian kita (Bali) sudah punya merk sudah terkenal,” lontar Gubernur Koster.
Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula Buleleleng ini, menyebut sejumlah komoditas lawas unggulan Bali yang memang sudah dikenal. Mulai dari salak Bali, jeruk, manggis, sapi, babi, ayam, hingga arak. Semua ada embel-embel Bali-nya. “Kita sudah cukup punya merk yang sudah cukup dikenal baik nasional maupun internasional,” ujarnya.
Hanya saja, Gubernur Koster menilai penanganannya yang kurang serius. Hal dia pastikan setelah menjabat sebagai orang nomor satu di Pemprov Bali. “ Dari program APBD-nya, nampak kurang serius,” tandasnya. Di hulu katanya, ada sedikit usaha (keseriusan), tetapi di hilir betul-betul tidak fokus. Tidak ada komitmen untuk menyelesaikan di hilir. Dia mencontohkan, bagaimana sejumlah komoditi produk pertanian seperti jeruk harganya jeblok pada musim panen. Hal itu karena penanganan di hilir yang parah, tidak serius.
Untuk Gubernur Koster memastikan, APBD 2020 Pemprov akan fokus untuk membangun sektor pertanian dari hulu ke hilir. Mulai dari penyediaan lahan, petani, hingga melibatkan tenaga ahli /riset di perguruan tinggi serta teknologi. Tidak saja untuk peningkatan budidaya dan produktivitas, namun juga untuk membentuk produk yang punya taste yang khas, sehingga menjadi produk unggulan. Dia mencontohkan, produk pertanian jenis sayur asparagus yang dibudidayakan di Desa Plaga, Kecamatan Petang Badung, yang produknya laku ekspor ke Filipina. “ Kita ada tenaga ahli untuk itu. Namun orang lain yang memakai,” ujar Koster. Konyolnya, kata Koster Bali yang tidak memanfaatkannya.
Koster juga menyorot ‘kemewahan’ Bali dengan kunjungan wisatawan yang begitu banyak setiap tahun ,namun tak berdaya untuk memberdayakan petani. Apa artinya? Itu berarti pertanian dan pariwisata jalan sendiri-sendiri. Mestinya kata Gubernur itu harus dipertemukan, antara produsen (pertanian) dan pariwisata sebagai konsumen. Itulah salah satu yang mendasari keluarnya Pergub 99/2018, tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian , Perikanan dan Industri Lokal Bali. “Maka akan saya wajibkan hotel untuk memasukkan memanfaatkan produk buah lokal, kalau memang musimnya,” tegasnya.
Harapannya, jika antara pertanian dan pariwisata ketemu, tidak ada cerita lagi produk pertanian anjlok.Dalam konteks pembangunan pertanian dari hulu ke hilir itu, Gubernur Koster menyatakan perlunya pembangunan industri pengolahan untuk pembangunan pertanian, untuk meningkatkan daya saing pertanian. *k17
Potensi pasar tersebut terkait dengan kenyataan Bali sebagai daerah wisata dengan target 7-8 juta wisman dan 9-10 wisatawan domestik/nusantara.
Hal tersebut terungkap dari pernyataan Gubernur Bali I Wayan Koster dalam acara pelepasan perdana ekspor salak gula pasir dan produk unggulan pertanian Bali lainnya, senilai Rp 17,4 miliar di Packing House di Packing House PT Buah Angkasa Bali di Jalan Ikan Tuna IV Pelabuhan Benoa Denpasar, Kamis (22/3). “Dari dulu produk pertanian kita (Bali) sudah punya merk sudah terkenal,” lontar Gubernur Koster.
Gubernur asal Desa Sembiran, Tejakula Buleleleng ini, menyebut sejumlah komoditas lawas unggulan Bali yang memang sudah dikenal. Mulai dari salak Bali, jeruk, manggis, sapi, babi, ayam, hingga arak. Semua ada embel-embel Bali-nya. “Kita sudah cukup punya merk yang sudah cukup dikenal baik nasional maupun internasional,” ujarnya.
Hanya saja, Gubernur Koster menilai penanganannya yang kurang serius. Hal dia pastikan setelah menjabat sebagai orang nomor satu di Pemprov Bali. “ Dari program APBD-nya, nampak kurang serius,” tandasnya. Di hulu katanya, ada sedikit usaha (keseriusan), tetapi di hilir betul-betul tidak fokus. Tidak ada komitmen untuk menyelesaikan di hilir. Dia mencontohkan, bagaimana sejumlah komoditi produk pertanian seperti jeruk harganya jeblok pada musim panen. Hal itu karena penanganan di hilir yang parah, tidak serius.
Untuk Gubernur Koster memastikan, APBD 2020 Pemprov akan fokus untuk membangun sektor pertanian dari hulu ke hilir. Mulai dari penyediaan lahan, petani, hingga melibatkan tenaga ahli /riset di perguruan tinggi serta teknologi. Tidak saja untuk peningkatan budidaya dan produktivitas, namun juga untuk membentuk produk yang punya taste yang khas, sehingga menjadi produk unggulan. Dia mencontohkan, produk pertanian jenis sayur asparagus yang dibudidayakan di Desa Plaga, Kecamatan Petang Badung, yang produknya laku ekspor ke Filipina. “ Kita ada tenaga ahli untuk itu. Namun orang lain yang memakai,” ujar Koster. Konyolnya, kata Koster Bali yang tidak memanfaatkannya.
Koster juga menyorot ‘kemewahan’ Bali dengan kunjungan wisatawan yang begitu banyak setiap tahun ,namun tak berdaya untuk memberdayakan petani. Apa artinya? Itu berarti pertanian dan pariwisata jalan sendiri-sendiri. Mestinya kata Gubernur itu harus dipertemukan, antara produsen (pertanian) dan pariwisata sebagai konsumen. Itulah salah satu yang mendasari keluarnya Pergub 99/2018, tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian , Perikanan dan Industri Lokal Bali. “Maka akan saya wajibkan hotel untuk memasukkan memanfaatkan produk buah lokal, kalau memang musimnya,” tegasnya.
Harapannya, jika antara pertanian dan pariwisata ketemu, tidak ada cerita lagi produk pertanian anjlok.Dalam konteks pembangunan pertanian dari hulu ke hilir itu, Gubernur Koster menyatakan perlunya pembangunan industri pengolahan untuk pembangunan pertanian, untuk meningkatkan daya saing pertanian. *k17
Komentar