Datangkan Spritualis, Pindahkan 'Pasutri' Penghuni Pohon
Di Balik Penebangan Pohon Karet ‘Angker’ di Gedung DPRD Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Salah satu pohon karet yang ditanam belasan tahun lalu di areal parkir sisi barat Gedung DPRD Buleleng, di Jalan Veteran Singaraja, kini telah ditebang dengan alasan kenyamanan dan keselamatan. Sebelum ditebang, ada upaya niskala yang ditempuh pihak Sekretariatan DPRD (Setwan) Buleleng.
Pasalnya pohon karet yang tumbuh sebagai perindang, telah dihuni dua sosok mahluk halus yang diketahui sebagai pasangan suami-Istri bernama Ratu Gede Poleng dan istrinya bernama Ratu Mas Manik. Ratu Gede Poleng menghuni pohon karet yang ada di sisi Utara, sedangkan Ratu Mas Manik menghuni pohon karet disebelah Utara. Kini, pasutri dari mahluk halus itu telah dibuatkan palinggih sebagai ‘rumahnya’. Dalam prosesi pemindahan pasutri penghuni pohon karet itu, pihak Setwan melibatkan dua penekun spiritual.
Dua pohon karet yang tumbuh berjejer di sisi utara dan selatan di areal parkir sisi barat Gedung Dewan diperkirakan telah berumur 18 tahun. Pohon karet dengan tinggi mencapai 12 meter dengan diameter keliling 5 meter, belakangan ini dianggap membayakan orang-orang yang beraktivitas di DPRD, terutama di musim penghujan karena dahannya rawan patah. Di samping itu, akar dari pohon karet dikhawatirkan merusak pondasi bangunan gedung, karena beberapa akar telah merusak pasangan paving lantai areal parkir hingga terlepas.
Kini salah satu dari pohon karet yang di Selatan mulai ditebang. Pemotongan telah dimulai sejak Kamis (21/3) lalu. Pohon karet yang ditebang ini hanya berjarak 1 meter dari pintu masuk gedung dewan yang ada di sebelah barat. Sedangkan satu pohon lagi dibiarkan sebagai perindang karena posisinya agak jauh dengan bangunan gedung.
Sebelum ditebang, pihak Setwan menempuh upaya niskala dengan mendatangkan dua tokoh spiritual, yakni Jero Mangku Arya Adnyana, asal Buleleng dan Jero Tapakan Ayu Amerthasari asal Bangli. Kedua tokoh spiritual sudah saling kenal. Pihak Setwan ingin dalam penebangan berjalan lancar, karena selama ini pohon karet tersebut cukup angker. “Kami tidak mau gegabah menebangnya, apalagi di Bali, sesuatu itu harus melalui proses upacara. Karena itu kami minta bantuan pada Jero Mangku dan Jero Tapakan, apa yang harus kami lakukan sebelum pohon itu ditebang,” kata Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Buleleng, Dewa Ketut Manuaba.
Kedua tokoh spiritual ini sempat mengadakan ritual komunikasi di bawah pohon karet. Dalam komunikasi itu, diketahuai Ratu Gede Poleng menempati pohon karet yang akan ditebang. Sedangkan Ratu Manik Mas menempati pohon karet di sebelahnya – tidak ditebang namun cukup dipanggkas. Karena akan ditebang, kedua tokoh spiritual sempat berkomunikasi memohon izin kepada Ratu Gede Poleng. Dalam komunikasi itu, Ratu Gede Poleng mengizinkan pohon karet (rumahnya,Red) ditebang, asalkan dibuatkan palinggih. “Kami sudah buatkan palinggih di samping dekat pohon karet yang satunya, agar mereka (Ratu Gede Poleng dan Ratu Mas Manik,Red) tidak terpisah, karena keduanya itu adalah suami istri,” terang Sekwan Manuaba.
Proses nuntun dan ngelinggihan (pemindahan,Red) Ratu Gede Poleng dari pohon karet ke Palinggih dilakukan pada Buda Wage Menail, Rabu (20/3) pekan lalu. Prosesi tersebut langsung dipimpin oleh Jero Mangku Arya Adnyana bersama Jero Tapakan Ayu Amerthasari.
Sementara, Jero Mangku Arya Adnyana yang sempat ditemui mengungkapkan, sebelum proses pemindahan, dirinya sudah sempat berkomunukasi dengan Ratu Gede Poleng yang menghuni pohon karet yang ditebang. Namun saat itu, dirinya mengaku belum mengetahui ada Ratu Mas Manik, karena Ratu Gede Poleng tidak memberitahu jika sudah memiliki istri. “Tadinya saya mau sendiri saja, tetapi setelah beberapa hari setelah komunikasi awal, Ida (Ratu Gede Poleng,Red) meminta agar mengajak Jero Tapakan Ayu. Karena terus diminta, saya ajak beliaunya (Jero Tapakan Ayu Amerthasar,red). Nah, di situ baru terungkap, kalau yang malinggih (menghuni,Red) kedua pohon karet itu adalah suami istri,” terangnya.
Keberadaan Ratu Mas Manik diketahui saat prosesi Ngelinggihan Ratu Gede Poleng ke Palinggih yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Saat itu, Jero Tapakan Ayu Amerthasari yang ikut hadir, sempat berkomunikasi di bawah pohon karet yang akan ditebang. “Dalam komunikasi itulah, Ratu Gede Poleng menyampaikan dirinya sudah punya istri bernama Ratu Mas Manik yang menghuni pohon karet lagi satunya,” tutur Jero Mangku Arya Adnyana.
Setelah prosesi nuntun dan ngelinggihan usai, pelaksanaan penebangan baru dilakukan keesokan harinya yakni Kamis (21/3). Hingga Minggu (24/3) proses penebangan hingga mencabut seluruh akar-akar dari pohon karet masih berlangsung. Sekitar lima orang tenaga pemotong asal Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar terlibat dalam pemotongan tersebut. *k19
Pasalnya pohon karet yang tumbuh sebagai perindang, telah dihuni dua sosok mahluk halus yang diketahui sebagai pasangan suami-Istri bernama Ratu Gede Poleng dan istrinya bernama Ratu Mas Manik. Ratu Gede Poleng menghuni pohon karet yang ada di sisi Utara, sedangkan Ratu Mas Manik menghuni pohon karet disebelah Utara. Kini, pasutri dari mahluk halus itu telah dibuatkan palinggih sebagai ‘rumahnya’. Dalam prosesi pemindahan pasutri penghuni pohon karet itu, pihak Setwan melibatkan dua penekun spiritual.
Dua pohon karet yang tumbuh berjejer di sisi utara dan selatan di areal parkir sisi barat Gedung Dewan diperkirakan telah berumur 18 tahun. Pohon karet dengan tinggi mencapai 12 meter dengan diameter keliling 5 meter, belakangan ini dianggap membayakan orang-orang yang beraktivitas di DPRD, terutama di musim penghujan karena dahannya rawan patah. Di samping itu, akar dari pohon karet dikhawatirkan merusak pondasi bangunan gedung, karena beberapa akar telah merusak pasangan paving lantai areal parkir hingga terlepas.
Kini salah satu dari pohon karet yang di Selatan mulai ditebang. Pemotongan telah dimulai sejak Kamis (21/3) lalu. Pohon karet yang ditebang ini hanya berjarak 1 meter dari pintu masuk gedung dewan yang ada di sebelah barat. Sedangkan satu pohon lagi dibiarkan sebagai perindang karena posisinya agak jauh dengan bangunan gedung.
Sebelum ditebang, pihak Setwan menempuh upaya niskala dengan mendatangkan dua tokoh spiritual, yakni Jero Mangku Arya Adnyana, asal Buleleng dan Jero Tapakan Ayu Amerthasari asal Bangli. Kedua tokoh spiritual sudah saling kenal. Pihak Setwan ingin dalam penebangan berjalan lancar, karena selama ini pohon karet tersebut cukup angker. “Kami tidak mau gegabah menebangnya, apalagi di Bali, sesuatu itu harus melalui proses upacara. Karena itu kami minta bantuan pada Jero Mangku dan Jero Tapakan, apa yang harus kami lakukan sebelum pohon itu ditebang,” kata Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Buleleng, Dewa Ketut Manuaba.
Kedua tokoh spiritual ini sempat mengadakan ritual komunikasi di bawah pohon karet. Dalam komunikasi itu, diketahuai Ratu Gede Poleng menempati pohon karet yang akan ditebang. Sedangkan Ratu Manik Mas menempati pohon karet di sebelahnya – tidak ditebang namun cukup dipanggkas. Karena akan ditebang, kedua tokoh spiritual sempat berkomunikasi memohon izin kepada Ratu Gede Poleng. Dalam komunikasi itu, Ratu Gede Poleng mengizinkan pohon karet (rumahnya,Red) ditebang, asalkan dibuatkan palinggih. “Kami sudah buatkan palinggih di samping dekat pohon karet yang satunya, agar mereka (Ratu Gede Poleng dan Ratu Mas Manik,Red) tidak terpisah, karena keduanya itu adalah suami istri,” terang Sekwan Manuaba.
Proses nuntun dan ngelinggihan (pemindahan,Red) Ratu Gede Poleng dari pohon karet ke Palinggih dilakukan pada Buda Wage Menail, Rabu (20/3) pekan lalu. Prosesi tersebut langsung dipimpin oleh Jero Mangku Arya Adnyana bersama Jero Tapakan Ayu Amerthasari.
Sementara, Jero Mangku Arya Adnyana yang sempat ditemui mengungkapkan, sebelum proses pemindahan, dirinya sudah sempat berkomunukasi dengan Ratu Gede Poleng yang menghuni pohon karet yang ditebang. Namun saat itu, dirinya mengaku belum mengetahui ada Ratu Mas Manik, karena Ratu Gede Poleng tidak memberitahu jika sudah memiliki istri. “Tadinya saya mau sendiri saja, tetapi setelah beberapa hari setelah komunikasi awal, Ida (Ratu Gede Poleng,Red) meminta agar mengajak Jero Tapakan Ayu. Karena terus diminta, saya ajak beliaunya (Jero Tapakan Ayu Amerthasar,red). Nah, di situ baru terungkap, kalau yang malinggih (menghuni,Red) kedua pohon karet itu adalah suami istri,” terangnya.
Keberadaan Ratu Mas Manik diketahui saat prosesi Ngelinggihan Ratu Gede Poleng ke Palinggih yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Saat itu, Jero Tapakan Ayu Amerthasari yang ikut hadir, sempat berkomunikasi di bawah pohon karet yang akan ditebang. “Dalam komunikasi itulah, Ratu Gede Poleng menyampaikan dirinya sudah punya istri bernama Ratu Mas Manik yang menghuni pohon karet lagi satunya,” tutur Jero Mangku Arya Adnyana.
Setelah prosesi nuntun dan ngelinggihan usai, pelaksanaan penebangan baru dilakukan keesokan harinya yakni Kamis (21/3). Hingga Minggu (24/3) proses penebangan hingga mencabut seluruh akar-akar dari pohon karet masih berlangsung. Sekitar lima orang tenaga pemotong asal Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar terlibat dalam pemotongan tersebut. *k19
Komentar