Puluhan Hektare Sawah 'Asah' Tersapu Banjir
Tiga Tahun Tanpa Ada Solusi
SINGARAJA, NusaBali
Sebanyak puluhan hektare sawah petani di Desa Banjarasem dan Kalisada, Kecamatan Seririt, Buleleng, ‘asah’ (rata) tersapu banjir pada Sabtu (23/3). Belasan hektare di antaranya pun mengalami erosi dua tahun terakhir. Hamparan sawah terdampak bencana yang terbentang di sepanjang Sungai Banyuraras itu pun memerlukan waktu pemulihan cukup lama untuk bisa ditanami kembali pasca bencana. Petani dua desa itu pun pasrah, bencana yang rutin terjadi sejak tiga tahun terakhir belum mendapat jalan keluar hingga saat ini.
Seperti yang dialami puluhan petani Subak Kalisada dan Subak Tegalenge, Desa Kalisada, Kecamatan Seririt, Buleleng. Perbekel Kalisada, Nyoman Bagiarta, Senin (25/3) kemarin menjelaskan sekitar 20 hektare lahan pertanian petaninya terdampak banjir akibat luapan sungai Banyuraras.
Bebatuan dan pasir meratakan petak sawah yang ditanami padi, buah naga, pepaya dan cabai siap panen. Sejumlah hewan ternak dan mesin pompa air yang dismpan di gubuk dilaporkan hilang. “Senderan sungai sedikit demi sedikit jebol, belum lagi galian yang di atas (Banjarasem) kerap kali ke saluran irigasi membuat pendangkalan saat hujan-hujan begini. Petani kami padahal baru buat petak-petak dan siap memanen hasil pertaniannya, pemerintah sudah banyak bantu tapi 3-4 bulan saja kembali lagi seperti semula, kecuali BWS segera turun tangan,” kata Bagiarta.
Masalah pendangkalan saat musim hujan pun berdampak pada musim tanam padi di Kalisada. Dari total 200 hektare lahan sawahnya hanya 100 hektar yang bisa ditanami padi 3 kali setahun. Setengah sisanya nasibnya menggantung, panen padi pun tak tentu, kecuali memanfaatkan tadah hujan dna beralih ke palawija dan pertanian lainnya yang tidak memerlukan air banyak.
Hal serupa pun disebutkan Kelian Subak Pangkung Kunyit, Banjar Dinas Munduk, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Buleleng, Made Darmawan. Bahkan di wilayah subaknya tercatat ada 8 hektare sawah yang terdampak banjir serta 15 hektar lainnya mengalami erosi sejak tahun 2018 kemarin. Kondisi itu pun terbilang parah karena 15 hektare sawah petani tergerus dan hilang terbawa arus Sungai Banyuraras.
Erosi sedikit demi sedikit menelan sawah warga diawali dengan jebolnya senderan sungai Banyuraras dan dam Kalisada, sudah sempat diusulkan beberapa kali ke pemerintah, namun sampai saat ini belum ada penanganan. “Petani itu kan awam masalah surat menyurat, menghadap pun kami sudah beberapa kali BWS tapi sampai sekarang belum ada penanganan. Kami pun hanya bisa mengharap,” kata dia.
Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Buleleng hingga Senin (25/3) kemarin terus mengupdate data dampak bencana banjir yang disebut-sebut dampak dari Topan Australia. Kalak BPBD Ida Bagus Suadnyana, ditemui terpisah di kantornya dari penanganan bencana akibat hujan deras tanggal 22-23 Maret berdampak pada lima kecamatan. Kelimanya yakni Kecamatan Gerokgak, Busungbiu, Seririt, Banjar dan Buleleng. “Kami masih menunggu laporan lengkap dari kecamatan, tetapi yang jelas kerugiannya cukup besar sekitaran ratusan juta,” ungkap mantan Kasat Pol-PP Bueleng itu.
Bencana banjir dan tanah longsor sementara hingga Senin (25/3) sudah tuntas ditangani, dengan mengutamakan fasilitas umum. Selanjutnya setelah ada estimasi kerugian akan diajukan ke BPBD Provinsi untuk mendapatkan bantuan perbaikan. “Dampaknya sangat luar biasa, karena lima kecamatan dari sembilan yang ada di Buleleng terdampak, menurut informasi BMKG ada pengaruhhnya dari Topan Australia, dengan kecepatan tinggi,” jelasnya.
Namun diperkirakan dampak Topan Australia itu yang mengakibatkan hujan deras disertai kilat dan petir sudah berakhir pada tanggal 24 Maret malam. “Setelah ini memasuki pertengahan April mendatang wilayah Jawa-Bali sudah memasuki musim kemarau dan juga diperkirakan sudah mulai ada kekeringan,” kata Suadnyana.*k23
Sebanyak puluhan hektare sawah petani di Desa Banjarasem dan Kalisada, Kecamatan Seririt, Buleleng, ‘asah’ (rata) tersapu banjir pada Sabtu (23/3). Belasan hektare di antaranya pun mengalami erosi dua tahun terakhir. Hamparan sawah terdampak bencana yang terbentang di sepanjang Sungai Banyuraras itu pun memerlukan waktu pemulihan cukup lama untuk bisa ditanami kembali pasca bencana. Petani dua desa itu pun pasrah, bencana yang rutin terjadi sejak tiga tahun terakhir belum mendapat jalan keluar hingga saat ini.
Seperti yang dialami puluhan petani Subak Kalisada dan Subak Tegalenge, Desa Kalisada, Kecamatan Seririt, Buleleng. Perbekel Kalisada, Nyoman Bagiarta, Senin (25/3) kemarin menjelaskan sekitar 20 hektare lahan pertanian petaninya terdampak banjir akibat luapan sungai Banyuraras.
Bebatuan dan pasir meratakan petak sawah yang ditanami padi, buah naga, pepaya dan cabai siap panen. Sejumlah hewan ternak dan mesin pompa air yang dismpan di gubuk dilaporkan hilang. “Senderan sungai sedikit demi sedikit jebol, belum lagi galian yang di atas (Banjarasem) kerap kali ke saluran irigasi membuat pendangkalan saat hujan-hujan begini. Petani kami padahal baru buat petak-petak dan siap memanen hasil pertaniannya, pemerintah sudah banyak bantu tapi 3-4 bulan saja kembali lagi seperti semula, kecuali BWS segera turun tangan,” kata Bagiarta.
Masalah pendangkalan saat musim hujan pun berdampak pada musim tanam padi di Kalisada. Dari total 200 hektare lahan sawahnya hanya 100 hektar yang bisa ditanami padi 3 kali setahun. Setengah sisanya nasibnya menggantung, panen padi pun tak tentu, kecuali memanfaatkan tadah hujan dna beralih ke palawija dan pertanian lainnya yang tidak memerlukan air banyak.
Hal serupa pun disebutkan Kelian Subak Pangkung Kunyit, Banjar Dinas Munduk, Desa Banjarasem, Kecamatan Seririt, Buleleng, Made Darmawan. Bahkan di wilayah subaknya tercatat ada 8 hektare sawah yang terdampak banjir serta 15 hektar lainnya mengalami erosi sejak tahun 2018 kemarin. Kondisi itu pun terbilang parah karena 15 hektare sawah petani tergerus dan hilang terbawa arus Sungai Banyuraras.
Erosi sedikit demi sedikit menelan sawah warga diawali dengan jebolnya senderan sungai Banyuraras dan dam Kalisada, sudah sempat diusulkan beberapa kali ke pemerintah, namun sampai saat ini belum ada penanganan. “Petani itu kan awam masalah surat menyurat, menghadap pun kami sudah beberapa kali BWS tapi sampai sekarang belum ada penanganan. Kami pun hanya bisa mengharap,” kata dia.
Sementara itu Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Buleleng hingga Senin (25/3) kemarin terus mengupdate data dampak bencana banjir yang disebut-sebut dampak dari Topan Australia. Kalak BPBD Ida Bagus Suadnyana, ditemui terpisah di kantornya dari penanganan bencana akibat hujan deras tanggal 22-23 Maret berdampak pada lima kecamatan. Kelimanya yakni Kecamatan Gerokgak, Busungbiu, Seririt, Banjar dan Buleleng. “Kami masih menunggu laporan lengkap dari kecamatan, tetapi yang jelas kerugiannya cukup besar sekitaran ratusan juta,” ungkap mantan Kasat Pol-PP Bueleng itu.
Bencana banjir dan tanah longsor sementara hingga Senin (25/3) sudah tuntas ditangani, dengan mengutamakan fasilitas umum. Selanjutnya setelah ada estimasi kerugian akan diajukan ke BPBD Provinsi untuk mendapatkan bantuan perbaikan. “Dampaknya sangat luar biasa, karena lima kecamatan dari sembilan yang ada di Buleleng terdampak, menurut informasi BMKG ada pengaruhhnya dari Topan Australia, dengan kecepatan tinggi,” jelasnya.
Namun diperkirakan dampak Topan Australia itu yang mengakibatkan hujan deras disertai kilat dan petir sudah berakhir pada tanggal 24 Maret malam. “Setelah ini memasuki pertengahan April mendatang wilayah Jawa-Bali sudah memasuki musim kemarau dan juga diperkirakan sudah mulai ada kekeringan,” kata Suadnyana.*k23
1
Komentar