Aneh, Sungai Dimohonkan Sertifikat
Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Kalibukbuk, Kecamatan Buleleng, dimasalahkan.
SINGARAJA, NusaBali
Pasalnya, lahan yang dimohonkan sertifikat, sebagian objeknya adalah sungai yang di atasnya telah dirabat beton sebagai akses jalan. Konon, permohonan sertifikat itu diajukan oleh oknum mantan prajuru Desa Pakraman Banyualit, Desa Kalibukbuk.
Informasi di lapangan, sungai yang kini telah ditutup dengan rabatan beton merupakan akses pintu masuk milik Banyualit Spa and Resort di Desa Kalibukbuk. Perabatan beton sungai itu dilakukan oleh pihak Banyualit Spa and Resort tahun 1998, berdasarkan izin Bupati Buleleng Nomor 622.6/270/PUK.Ek/98. Sungai tersebut memiliki lebar kurang dari 2 meter.
Nah, kini lokasi akses keluar masuk dari Banyualit Spa and Resort menjadi sengketa, karena ikut dimohonkan sebagai hak milik ketika ada PTSL di Desa Kalibukbuk tahun 2018. “Yang memohon sertifikat itu adalah oknum mantan prajuru Desa Pakraman Banyualit. Itu dimohonkan sebagai tanah pelaba Pura Segara, Desa Pakraman Banyualit. Dari permohonan itu, telah terbit sertifikat dengan luas lahan 1,65 are,” ungkap sumber di Desa Kalibukbuk, Jumat (29/3).
Sementara, owner Banyualit Spa and Resort, Wira Sanjaya, yang ditemui NusaBali di lokasi sengketa, Jumat kemarin, mengungkapkan pihaknya telah mengajukan keberatan kepada Badan Pertanahan Negara (BPN) Buleleng atas terbitnya sertifikat lahan sungai tersebut. Dengan keberatannya tersebut, sertifikat pun urung dibagikan. “BPN Buleleng sudah mengecek ulang, yang dimohonkan itu ternyata bahu jalan, sungai, dan jembatan (rabat beton akses pintu masuk, Red),” papar Wira Sanjaya.
Wira Sanjaya mengaku telah menempuh jalur hukum dengan mengadukan oknum mantan parjuru Desa Pakraman Banyualit ke Polres Buleleng, terkait persoalan ini. Pengaduan itu dilakukan, karena permohonan sertifikat tersebut diduga menyertakan surat pernyataan dan keterangan palsu.
“Awalnya, kami ingin laporkan secara pidana. Namun, disarankan membuat pengaduan. Karena menurut kami, pemanggilan terhadap yang berkaitan dalam laporan bisa dilakukan pemanggilan secara pro justitia, yang wajib dipenuhi demi keadilan. Kalau pengaduan sifatnya hanya permintaan,” jelas Wira Sanjaya.
Sementara itu, Kepala BPN Buleleng, I Gusti Ngurah Pariatna Jaya, mengakui pihaknya telah melakukan penelitian awal dengan mendatangi lokasi tanah sengketa tersebut. Hasilnya, ternyata tanah yang dimohonkan untuk disertifikat adalah jembatan dan sungai.
Selama proses berlangsung, kata Patriatna Jaya, BPN memang tidak terjun langsung ke lapangan. Alasannya, jumlah permohonan cukup banyak, sementara personel yang ada di BPN Buleleng terbatas. “Memang tidak ada yang menyebutkan jembatan, tapi dibilang tanahm” kata Pariatna Jaya saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Jumat kemarin.
Pariatna Jaya mengakui memang terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam proses pen-sertifikatan sungai tersebut. Makanya, BPN Buleleng akan membentuk tim untuk mengkaji secara lengkap, termasuk melakukan komunikasi dengan beberapa pihak terutama Desa Pakraman Banyualit sebagai tertanda pemohon.
Menurut Pariatna Jaya, pengkajian ini pun harus dilakukan secara resmi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga nantinya mendapatkan sebuah hasil yang akan dituangkan dalam berita acara penelitian. Bukan hanya itu, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali.
Priatna Jaya pun tidak memungkiri jika sertifikat yang telah diterbitkan oleh BPN Buleleng akan dibatalkan, sesuai dengan hasil turun ke lapangan belum lama ini. “Ya, jelas ada kemungkinan sertifikat harus dibatalkan. Sebab, kelihatannya itu kan jembatan. Kalau yang bersangkutan memberikan keterangan tidak sesuai dengan kenyataan, kan kesalahan ada di pihak yang memohon,” tandas Pariatna Jaya. *k19
Pasalnya, lahan yang dimohonkan sertifikat, sebagian objeknya adalah sungai yang di atasnya telah dirabat beton sebagai akses jalan. Konon, permohonan sertifikat itu diajukan oleh oknum mantan prajuru Desa Pakraman Banyualit, Desa Kalibukbuk.
Informasi di lapangan, sungai yang kini telah ditutup dengan rabatan beton merupakan akses pintu masuk milik Banyualit Spa and Resort di Desa Kalibukbuk. Perabatan beton sungai itu dilakukan oleh pihak Banyualit Spa and Resort tahun 1998, berdasarkan izin Bupati Buleleng Nomor 622.6/270/PUK.Ek/98. Sungai tersebut memiliki lebar kurang dari 2 meter.
Nah, kini lokasi akses keluar masuk dari Banyualit Spa and Resort menjadi sengketa, karena ikut dimohonkan sebagai hak milik ketika ada PTSL di Desa Kalibukbuk tahun 2018. “Yang memohon sertifikat itu adalah oknum mantan prajuru Desa Pakraman Banyualit. Itu dimohonkan sebagai tanah pelaba Pura Segara, Desa Pakraman Banyualit. Dari permohonan itu, telah terbit sertifikat dengan luas lahan 1,65 are,” ungkap sumber di Desa Kalibukbuk, Jumat (29/3).
Sementara, owner Banyualit Spa and Resort, Wira Sanjaya, yang ditemui NusaBali di lokasi sengketa, Jumat kemarin, mengungkapkan pihaknya telah mengajukan keberatan kepada Badan Pertanahan Negara (BPN) Buleleng atas terbitnya sertifikat lahan sungai tersebut. Dengan keberatannya tersebut, sertifikat pun urung dibagikan. “BPN Buleleng sudah mengecek ulang, yang dimohonkan itu ternyata bahu jalan, sungai, dan jembatan (rabat beton akses pintu masuk, Red),” papar Wira Sanjaya.
Wira Sanjaya mengaku telah menempuh jalur hukum dengan mengadukan oknum mantan parjuru Desa Pakraman Banyualit ke Polres Buleleng, terkait persoalan ini. Pengaduan itu dilakukan, karena permohonan sertifikat tersebut diduga menyertakan surat pernyataan dan keterangan palsu.
“Awalnya, kami ingin laporkan secara pidana. Namun, disarankan membuat pengaduan. Karena menurut kami, pemanggilan terhadap yang berkaitan dalam laporan bisa dilakukan pemanggilan secara pro justitia, yang wajib dipenuhi demi keadilan. Kalau pengaduan sifatnya hanya permintaan,” jelas Wira Sanjaya.
Sementara itu, Kepala BPN Buleleng, I Gusti Ngurah Pariatna Jaya, mengakui pihaknya telah melakukan penelitian awal dengan mendatangi lokasi tanah sengketa tersebut. Hasilnya, ternyata tanah yang dimohonkan untuk disertifikat adalah jembatan dan sungai.
Selama proses berlangsung, kata Patriatna Jaya, BPN memang tidak terjun langsung ke lapangan. Alasannya, jumlah permohonan cukup banyak, sementara personel yang ada di BPN Buleleng terbatas. “Memang tidak ada yang menyebutkan jembatan, tapi dibilang tanahm” kata Pariatna Jaya saat dikonfirmasi terpisah di Singaraja, Jumat kemarin.
Pariatna Jaya mengakui memang terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam proses pen-sertifikatan sungai tersebut. Makanya, BPN Buleleng akan membentuk tim untuk mengkaji secara lengkap, termasuk melakukan komunikasi dengan beberapa pihak terutama Desa Pakraman Banyualit sebagai tertanda pemohon.
Menurut Pariatna Jaya, pengkajian ini pun harus dilakukan secara resmi, sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga nantinya mendapatkan sebuah hasil yang akan dituangkan dalam berita acara penelitian. Bukan hanya itu, pihaknya juga akan melakukan koordinasi dengan Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali.
Priatna Jaya pun tidak memungkiri jika sertifikat yang telah diterbitkan oleh BPN Buleleng akan dibatalkan, sesuai dengan hasil turun ke lapangan belum lama ini. “Ya, jelas ada kemungkinan sertifikat harus dibatalkan. Sebab, kelihatannya itu kan jembatan. Kalau yang bersangkutan memberikan keterangan tidak sesuai dengan kenyataan, kan kesalahan ada di pihak yang memohon,” tandas Pariatna Jaya. *k19
1
Komentar