Fragmentari Brahmana Keling Meriahkan Klungkung Menari
Pemkab Klungkung melalui Dinas Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga (Disbudpora) Klungkung, menggelar program rutin ‘Klungkung Menari’ setiap akhir bulan
SEMARAPURA, NusaBali
Pementasan digelar di depan Monumen Puputan Klungkung, Sabtu (30/3) malam, menampilkan fragmentari Lampahing Brahmana Keling.
Pentas ini dibawakan seniman dari Pesraman Pradnya Sita Asrama, di Desa Tegak, Kecamatan Klungkung. Garapan seni ini melibatkan puluhan penari dan penabuh, dengan dalang I Gede Adinata, penata tari Ketut Sukasmawan, penata tabuh I Gede Tresna, koordinator I Putu Goya dan Putu Suastika Kajeng, serta penanggungjawab Bendesa Pakraman Tegak Komang Sumarjaya.
Ikut menonton, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, Ny Ayu Suwirta, Sekda Klungkung Gde Putu Winastra, istansi dan masyarakat.
Brahmana Keling mengisahkan tentang perjalanan suci seorang brahmana putra Dang Hyang Kayu Manis asal Jawa ke Bali, hingga tiba di Puri Swecapura di Desa Gelgel, Klungkung.
Dalang I Gede Ardinata menjelaskan, Brahmana ini ingin bertemu Ida Dalem Waturenggong yang sedang berada di Pura Besakih, untuk mempersiapkan upacara Eka Dasa Ludra. Sayang Sang Brahamana Keling tidak diakui sebagai saudara, karena melihat pakaiannya yang compang-camping dikira orang gila. “Bahkan beliau diusir paksa areal Pura Besakih,” katanya.
Pada saat itu Brahamana Keling sempat mengucapkan Kutuk Pastu yang isinya “Wastu Tata Astu, Karya yang dilaksanakan Tan Sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kegeringan, sarwa gumatat-gumitit ngrubeda. Setelah mengucapkan kutuk tersebut, Brahama Keling menuju Desa Bedanda Negara. Fragmentari ini menyiratkan pesan agar umat Hindu dalam mayadnya harus berdasarkan tiga kerangka agama Hindu yakni Tatwa, Susila, dan Upacara.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan, pertunjukan kesenian ini merupakan salah satu program ‘Klungkung Menari’. Program ini bertujuan untuk melestarikan seni dan budaya dikalangan generasi muda hingga ke pelosok desa. Klungkung Menari diadakan sebulan sekali yakni Sabtu di akhir bulan. Melalui program ini agar dapat membantu menjaga serta melestarikan segala bentuk kesenian di Klungkung. *wan
Pentas ini dibawakan seniman dari Pesraman Pradnya Sita Asrama, di Desa Tegak, Kecamatan Klungkung. Garapan seni ini melibatkan puluhan penari dan penabuh, dengan dalang I Gede Adinata, penata tari Ketut Sukasmawan, penata tabuh I Gede Tresna, koordinator I Putu Goya dan Putu Suastika Kajeng, serta penanggungjawab Bendesa Pakraman Tegak Komang Sumarjaya.
Ikut menonton, Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta, Ny Ayu Suwirta, Sekda Klungkung Gde Putu Winastra, istansi dan masyarakat.
Brahmana Keling mengisahkan tentang perjalanan suci seorang brahmana putra Dang Hyang Kayu Manis asal Jawa ke Bali, hingga tiba di Puri Swecapura di Desa Gelgel, Klungkung.
Dalang I Gede Ardinata menjelaskan, Brahmana ini ingin bertemu Ida Dalem Waturenggong yang sedang berada di Pura Besakih, untuk mempersiapkan upacara Eka Dasa Ludra. Sayang Sang Brahamana Keling tidak diakui sebagai saudara, karena melihat pakaiannya yang compang-camping dikira orang gila. “Bahkan beliau diusir paksa areal Pura Besakih,” katanya.
Pada saat itu Brahamana Keling sempat mengucapkan Kutuk Pastu yang isinya “Wastu Tata Astu, Karya yang dilaksanakan Tan Sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kegeringan, sarwa gumatat-gumitit ngrubeda. Setelah mengucapkan kutuk tersebut, Brahama Keling menuju Desa Bedanda Negara. Fragmentari ini menyiratkan pesan agar umat Hindu dalam mayadnya harus berdasarkan tiga kerangka agama Hindu yakni Tatwa, Susila, dan Upacara.
Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta mengatakan, pertunjukan kesenian ini merupakan salah satu program ‘Klungkung Menari’. Program ini bertujuan untuk melestarikan seni dan budaya dikalangan generasi muda hingga ke pelosok desa. Klungkung Menari diadakan sebulan sekali yakni Sabtu di akhir bulan. Melalui program ini agar dapat membantu menjaga serta melestarikan segala bentuk kesenian di Klungkung. *wan
Komentar