Disabilitas, Namun Jadi Tulang Punggung Keluarga
Dua Bersaudara Asal Banjar Asem, Seririt, Buleleng
SINGARAJA, NusaBali
Putu Agus Setiawan,33, dan Kadek Windari, 28, dua bersaudara penyandang disabilitas asal Desa Yeh Anakan, Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt, Buleleng, yang sangat gigih mempertahankan hidup. Meski terbatas fisik, keduanya yang merupakan anak yatim itu masih menjadi tulang punggung keluarga.
Mereka menyusun buku dan melukis untuk dapat membiayai hidup satu adik dan ibu yang mengurus mereka selama ini. Agus dan Windari adalah anak pertama dan kedua pasangan almarhum Ketut Punia - Komang Warsiki,49. Mereka adalah keluarga asal Desa Keramas, Gianyar yang kemudian memutuskan tinggal di Buleleng sejak tahun 2001. Dua bersaudara ini mengalami kelumpuhan sejak usia anak-anak. Awalnya mereka dilahirkan normal dan bertumbuh kembang layaknya seperti anak-anak umumnya. Keduanya secara tiba-tiba mengalami kelumpuhan.
Agus setiawan sebagai anak sulung sempat menderita seperti luka membusuk pada ubun-ubun sebelum akhirnya lumpuh hingga saat ini. Sedangkan Windari, lumpuh setelah terjatuh di halaman rumah. Bahkan kemalangan yang sama juga menimpa adik ketiga mereka Komang Dimas Wahyu, yang akhirnya meninggal pada usia 11 tahun. Kini dikeluarga mereka hanya tersisa Agus Setiawan, Windari, adik bungsunnya, Bunga Ayu Lestari, 8 dan ibunya, Komang Warsiki.
Setelah ditinggal sang ayah, Ketut Punia, tahun 2014 karena menderita Liver, kehidupan keluarga Agus dan Windari mengalami titik terendah. Ibunya yang harus mengurusi mereka juga harus mencari nafkah. Hingga akhirnya kakak beradik ini memilih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan positif. Agus dan Windari belajar menggambar secara otodidak, hingga lukisan mereka bernilai ekonomis.
Baik Agus maupun Windari sejak masih anak-anak tidak pernah bersekolah. Mereka hanya belajar di rumah dengan ibunya. Dari mulai membaca berhitung mereka sangat pasih meski tak pernah mengenyam bangku sekolah. Begitu pula keterampilan menggambar keduanya, karena sering berlatih dan ada bakat seniman dari sang ayah, lukisannya pun laku terjual cukup mahal.
Hanya saja sejak dua tahun terakhir Agus mulai menggeluti dan mendalami hoby barunya yakni menulis. Hingga kini ia sudah menerbitkan dua buku. Buku pertama yang terbit pada tahun 2017, berjudul ‘Berjuang Menembus Kehidupan’, menceritakan kisah hidup mereka berdua, hingga laku 3.450 eksemplar. Kemudian buku kedua yang dirampungkan Agus diakhir Maret lalu, merupakan buku kumpulan kata-kata motivasi kehidupan berjudul ‘Mengusir Gelap Dengan Cahaya’.
Ia mengaku beralih hobi karena keterbatasan gerak fisik. Ia tak bisa menggambar leluasa seperti adiknya Windari yang masih bisa berpindah tempat sendiri. Agus dalam mengetik kata-kata mutiara yang ia kumpulkan selama dua tahun belakangan itu pun hanya mampu menggunakan satu jari saja. “Bisanya hanya satu jari, sehingga agak lama merampungkan buku ini,” kata dia. Hanya saja, kata-kata mutiara yang muncul mendadak di benaknya selalu ia tulis dalam status facebook, untuk menyimpan.
Dalam peluncuran buku keduanya, Agus sudah mencetak seribu eksemplar. Ia pun berjanji akan mendonasikan 10 persen hasil penjualan bukunya untuk kaum disabilitas lainnya. Sedangkan hasil penjualannya ia juga pakai untuk modal usaha pembuatan baju kaos dan biaya hidup sehari-hari. “Saya hanya ingin memotivasi teman-teman yang lain, untuk tetap semangat hidup. Semoga dengan buku ini mereka menjadi terinspirasi,” katanya.
Adiknya, Windari masih menekuni dunia lukis. Windari yang mulanya hanya menggambar dikertas, sekarangs udah di atas kanvas. Ia banyak mendapatkan pesanan melalui online sama seperti buku kakaknya. Dalam sebulan, Windari dapat menggambar 2 lukisan kanvas ukuran 60 x 90 sentimeter. Satu buah lukisannya pun laku terjual sesuai dengan ukuran. Dari ratusan ribu hingga Rp 5 juta. “Tergantung pesanan, biasanya saya upload karya di FB, nanti ada yang pesen mau temanya apa, hasilnya buat nambah-nambah biaya hidup, ibu soalnya sudah tidak bisa bekerja lagi karena ngurusin kami,” ungkap Windari.
Beruntung selama ini pesanan lukisan karya Windari, serta kaos dan buku karya Agus laris manis dan lancar. Meskipun mereka hanya menjualnya lewat media sosial saja. Bahkan hasil melukis Windari dan Kakaknya Agus, juga cukup untuk memperbaiki rumah untuk lebih layak dihuni. Sejauh ini mereka yang sempat tampil di acara talk show ternama Kick Andi dan Hitam Putih itu, mengaku banyak dibantu pengusaha, yayasan dan pemerintah. Meski demikian mereka tak lantas berpangku tangan dari bantuan yang selama ini diterima. *k23
Putu Agus Setiawan,33, dan Kadek Windari, 28, dua bersaudara penyandang disabilitas asal Desa Yeh Anakan, Desa Banjar Asem, Kecamatan Seririt, Buleleng, yang sangat gigih mempertahankan hidup. Meski terbatas fisik, keduanya yang merupakan anak yatim itu masih menjadi tulang punggung keluarga.
Mereka menyusun buku dan melukis untuk dapat membiayai hidup satu adik dan ibu yang mengurus mereka selama ini. Agus dan Windari adalah anak pertama dan kedua pasangan almarhum Ketut Punia - Komang Warsiki,49. Mereka adalah keluarga asal Desa Keramas, Gianyar yang kemudian memutuskan tinggal di Buleleng sejak tahun 2001. Dua bersaudara ini mengalami kelumpuhan sejak usia anak-anak. Awalnya mereka dilahirkan normal dan bertumbuh kembang layaknya seperti anak-anak umumnya. Keduanya secara tiba-tiba mengalami kelumpuhan.
Agus setiawan sebagai anak sulung sempat menderita seperti luka membusuk pada ubun-ubun sebelum akhirnya lumpuh hingga saat ini. Sedangkan Windari, lumpuh setelah terjatuh di halaman rumah. Bahkan kemalangan yang sama juga menimpa adik ketiga mereka Komang Dimas Wahyu, yang akhirnya meninggal pada usia 11 tahun. Kini dikeluarga mereka hanya tersisa Agus Setiawan, Windari, adik bungsunnya, Bunga Ayu Lestari, 8 dan ibunya, Komang Warsiki.
Setelah ditinggal sang ayah, Ketut Punia, tahun 2014 karena menderita Liver, kehidupan keluarga Agus dan Windari mengalami titik terendah. Ibunya yang harus mengurusi mereka juga harus mencari nafkah. Hingga akhirnya kakak beradik ini memilih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan positif. Agus dan Windari belajar menggambar secara otodidak, hingga lukisan mereka bernilai ekonomis.
Baik Agus maupun Windari sejak masih anak-anak tidak pernah bersekolah. Mereka hanya belajar di rumah dengan ibunya. Dari mulai membaca berhitung mereka sangat pasih meski tak pernah mengenyam bangku sekolah. Begitu pula keterampilan menggambar keduanya, karena sering berlatih dan ada bakat seniman dari sang ayah, lukisannya pun laku terjual cukup mahal.
Hanya saja sejak dua tahun terakhir Agus mulai menggeluti dan mendalami hoby barunya yakni menulis. Hingga kini ia sudah menerbitkan dua buku. Buku pertama yang terbit pada tahun 2017, berjudul ‘Berjuang Menembus Kehidupan’, menceritakan kisah hidup mereka berdua, hingga laku 3.450 eksemplar. Kemudian buku kedua yang dirampungkan Agus diakhir Maret lalu, merupakan buku kumpulan kata-kata motivasi kehidupan berjudul ‘Mengusir Gelap Dengan Cahaya’.
Ia mengaku beralih hobi karena keterbatasan gerak fisik. Ia tak bisa menggambar leluasa seperti adiknya Windari yang masih bisa berpindah tempat sendiri. Agus dalam mengetik kata-kata mutiara yang ia kumpulkan selama dua tahun belakangan itu pun hanya mampu menggunakan satu jari saja. “Bisanya hanya satu jari, sehingga agak lama merampungkan buku ini,” kata dia. Hanya saja, kata-kata mutiara yang muncul mendadak di benaknya selalu ia tulis dalam status facebook, untuk menyimpan.
Dalam peluncuran buku keduanya, Agus sudah mencetak seribu eksemplar. Ia pun berjanji akan mendonasikan 10 persen hasil penjualan bukunya untuk kaum disabilitas lainnya. Sedangkan hasil penjualannya ia juga pakai untuk modal usaha pembuatan baju kaos dan biaya hidup sehari-hari. “Saya hanya ingin memotivasi teman-teman yang lain, untuk tetap semangat hidup. Semoga dengan buku ini mereka menjadi terinspirasi,” katanya.
Adiknya, Windari masih menekuni dunia lukis. Windari yang mulanya hanya menggambar dikertas, sekarangs udah di atas kanvas. Ia banyak mendapatkan pesanan melalui online sama seperti buku kakaknya. Dalam sebulan, Windari dapat menggambar 2 lukisan kanvas ukuran 60 x 90 sentimeter. Satu buah lukisannya pun laku terjual sesuai dengan ukuran. Dari ratusan ribu hingga Rp 5 juta. “Tergantung pesanan, biasanya saya upload karya di FB, nanti ada yang pesen mau temanya apa, hasilnya buat nambah-nambah biaya hidup, ibu soalnya sudah tidak bisa bekerja lagi karena ngurusin kami,” ungkap Windari.
Beruntung selama ini pesanan lukisan karya Windari, serta kaos dan buku karya Agus laris manis dan lancar. Meskipun mereka hanya menjualnya lewat media sosial saja. Bahkan hasil melukis Windari dan Kakaknya Agus, juga cukup untuk memperbaiki rumah untuk lebih layak dihuni. Sejauh ini mereka yang sempat tampil di acara talk show ternama Kick Andi dan Hitam Putih itu, mengaku banyak dibantu pengusaha, yayasan dan pemerintah. Meski demikian mereka tak lantas berpangku tangan dari bantuan yang selama ini diterima. *k23
Komentar