KMHDI Singgung Dana Desa
Kesatuan Mahasiswa Hindu Indonesia (KMHDI) melakukan audensi dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla.
JAKARTA, NusaBali
Ada tujuh orang ikut serta. Dalam pertemuan tersebut, mereka menyinggung persoalan bangsa, khususnya menyangkut prioritas penggunaan dana desa.
"Kami melihat 186 triliun anggaran dana desa sejak tahun 2015 masih terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur. Padahal, pembangunan SDM melalui pendidikan, usaha dan pengembangan ekonomi desa sangat penting pula," ujar Ketua Presidium Pimpinan Pusat KMHDI I Kadek Andre Nuaba usai pertemuan, Senin (1/4).
Menurut Andre, persoalan mendasar masyarakat desa adalah pemberdayaan. Oleh karenanya, KMHDI ingin ada pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang dikembangkan dari perangkat paling kecil yaitu desa. Sayang, longgarnya pengawasan pemerintah dalam penggunaan dana desa menjadi ladang korupsi baru.
Tercatat ada 181 kasus korupsi dana desa pada 2018 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 40,6 miliar. "Anggaran besar akan sia-sia, apabila tidak diimbangi dengan sistem monitoring akurat. Naiknya anggaran dana desa, seharusnya berimbang dengan naiknya standarisasi kompetensi aparat pemerintah desa, transparansi dan pengawasan," tegas Andre.
Bagi Andre, ada tiga permasalahan dasar dalam pengelolaan dana desa. Yaitu standarisasi kompetensi perangkat desa yang lemah, evaluasi RAPB Desa ditingkat camat yang menjadi peluang korupsi baru dan sistem monitoring yang masih tumpang tindih antara pusat dan daerah.
Menanggapi itu, Wapres Jusuf Kalla mengungkapkan, memang masih banyak yang perlu dievaluasi dan ditingkatkan lagi pengawasannya.
"Memang masih banyak yang perlu ditingkatkan dalam pengawasan anggaran desa, karena setiap tahun naik. Terakhir mencapai Rp. 70 triliun," ucap Andre mengutip perkataan Wapres.
Wapres pun berpesan kepada KMHDI agar turut menjadi putra pembangun desa setelah menyelesaikan tugasnya sebagai kader KMHDI. "Harus berani kembali ke desa dan menjadi pionir pembangunan di desa masing-masing," imbuhnya. *k22
"Kami melihat 186 triliun anggaran dana desa sejak tahun 2015 masih terlalu fokus pada pembangunan infrastruktur. Padahal, pembangunan SDM melalui pendidikan, usaha dan pengembangan ekonomi desa sangat penting pula," ujar Ketua Presidium Pimpinan Pusat KMHDI I Kadek Andre Nuaba usai pertemuan, Senin (1/4).
Menurut Andre, persoalan mendasar masyarakat desa adalah pemberdayaan. Oleh karenanya, KMHDI ingin ada pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang dikembangkan dari perangkat paling kecil yaitu desa. Sayang, longgarnya pengawasan pemerintah dalam penggunaan dana desa menjadi ladang korupsi baru.
Tercatat ada 181 kasus korupsi dana desa pada 2018 yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 40,6 miliar. "Anggaran besar akan sia-sia, apabila tidak diimbangi dengan sistem monitoring akurat. Naiknya anggaran dana desa, seharusnya berimbang dengan naiknya standarisasi kompetensi aparat pemerintah desa, transparansi dan pengawasan," tegas Andre.
Bagi Andre, ada tiga permasalahan dasar dalam pengelolaan dana desa. Yaitu standarisasi kompetensi perangkat desa yang lemah, evaluasi RAPB Desa ditingkat camat yang menjadi peluang korupsi baru dan sistem monitoring yang masih tumpang tindih antara pusat dan daerah.
Menanggapi itu, Wapres Jusuf Kalla mengungkapkan, memang masih banyak yang perlu dievaluasi dan ditingkatkan lagi pengawasannya.
"Memang masih banyak yang perlu ditingkatkan dalam pengawasan anggaran desa, karena setiap tahun naik. Terakhir mencapai Rp. 70 triliun," ucap Andre mengutip perkataan Wapres.
Wapres pun berpesan kepada KMHDI agar turut menjadi putra pembangun desa setelah menyelesaikan tugasnya sebagai kader KMHDI. "Harus berani kembali ke desa dan menjadi pionir pembangunan di desa masing-masing," imbuhnya. *k22
Komentar