Pandita Mpu Tertua MGPSSR Lebar
Berwasiat Hidupkan Damar Wayang Dekat Layonnya
GIANYAR, NusaBali
Ida Pandita Mpu Nabe Purwanata, 86, yang merupakan sulinggih tertua dari Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi (MGPSSR) atau warga Pasek, lebar (meninggal dunia), 30 Maret 2019 dinihari pukul 03.00 Wita. Ida Pandita Mpu menghembuskan napas terakhir di Gedong Griya Pemacekan, Banjar Selat, Desa Siangan, Kecamatan Gianyar akibat sakit pada bagian anus. Sebelum berpulang, almarhum sempat berwasiat (menyampaikan pesan) agar diterangi dengan damar wayang yang diletakkan dekat jenazahnya.
Menurut putra sulung Ida Pandita Mpu Nabe, yakni Ida Pandita Mpu Siwa Nata Dharma, almarhum menderita sakit bagian anusnya sejak 3 tahun lalu. Belakangan, diketahui terjangkit sel kanker. Semasa awal sakitnya, seluruh badan Ida Pandita Mpu Nabe mulai ringan, sampai akhirnya sangat kurus saat lebar. Bahkan, yang tersisa hanya tulang dan kulit saja. Anehnya, hingga detik-detik terakhir sebelum lebar, almarhum masih bisa berkomunikasi, makan, dan minum seperti biasa.
“Sakitnya itu ada benjolan di atas anus yang dikatakan kanker. Nanak-nanak yang ada juga menyarankan agar diberikan obat herbal, sehingga tidak ada operasi ataupun tindakan medis lainnya,” ujar Ida Pandita Mpu Siwa saat ditemui di rumah duka di Desa Siangan, Minggu (7/4).
Ida Pandita Mpu Nabe memiliki 4 anak biologis dan 14 nanak dalam kesu-linggihan (nanak). Anak biologisnya yang sudah madiksa menjadi sulinggih adalah si sulung Ida Pandita Mpu Siwa. Anak kedua, Ni Made Mudiati, sudah almarhum karena sakit yang sama seperti Ida Pandita Mpu Nabe, di usianya 44 tahun. Anak ketiga, Jero Mangku Nyoman Mudiatmika. Sedangkan anak keempat adalah Ni Ketut Mudiasih. Ida Pandita Mpu Siwa sendiri merupakan nanak ke-13 dari Ida Pandita Mpu Nabe.
Menurut Ida Pandita Mpu Siwa, Ida Pandita Mpu Nabe madiksa tahun 1981. Almarhum pun disebut sebagai sulinggih tertua di internal MGPSSR (warga Pasek). Semasa hidupnya, Ida Pandita Mpu Nabe dikenal sebagai sulinggih yang sangat penyabar, murah senyum, dan adem. Tak heran jika saat diketahui sudah lebar, panjaknya merasa sangat kehilangan.
“Ida Pandita Mpu Nabe hanya tamatan Sekolah Rakyat (SR). Almarhum mengawali ngayah dengan menjadi pamangku di Pura Tegal Wangi Siangan, sampai akhirnya madiksa menjadi sulinggih tahun 1981. Lima keturunan di sini mejadi pemangku di Pura Tegal Wangi Siangan,” papar Ida Pandita Mpu Siwa.
Sementara itu, upacara palebon menuju karang suci jenazah almarhum akan dilaksanakan pada Radita Wage Wayang, Minggu, 14 April 2019 nanti. Prosesi palebon akan diawali dengan ritual ngelelet, dilanjutkan upacara melaspas kajang, tukon, dan lain sebagainya (11 April).
“Untuk proses pembakarannya dilakukan di karang suci pada areal sawah milik griya, yang berjarak sekitar 800 meter dari griya. Nanti akan diusung menggunakan Padmasana yang tingginya sekitar 6 meter dan Lembu Putih untuk sarana pembakarannya,” papar Ida Pandita Mpu Siwa. *nvi
Menurut putra sulung Ida Pandita Mpu Nabe, yakni Ida Pandita Mpu Siwa Nata Dharma, almarhum menderita sakit bagian anusnya sejak 3 tahun lalu. Belakangan, diketahui terjangkit sel kanker. Semasa awal sakitnya, seluruh badan Ida Pandita Mpu Nabe mulai ringan, sampai akhirnya sangat kurus saat lebar. Bahkan, yang tersisa hanya tulang dan kulit saja. Anehnya, hingga detik-detik terakhir sebelum lebar, almarhum masih bisa berkomunikasi, makan, dan minum seperti biasa.
“Sakitnya itu ada benjolan di atas anus yang dikatakan kanker. Nanak-nanak yang ada juga menyarankan agar diberikan obat herbal, sehingga tidak ada operasi ataupun tindakan medis lainnya,” ujar Ida Pandita Mpu Siwa saat ditemui di rumah duka di Desa Siangan, Minggu (7/4).
Ida Pandita Mpu Nabe memiliki 4 anak biologis dan 14 nanak dalam kesu-linggihan (nanak). Anak biologisnya yang sudah madiksa menjadi sulinggih adalah si sulung Ida Pandita Mpu Siwa. Anak kedua, Ni Made Mudiati, sudah almarhum karena sakit yang sama seperti Ida Pandita Mpu Nabe, di usianya 44 tahun. Anak ketiga, Jero Mangku Nyoman Mudiatmika. Sedangkan anak keempat adalah Ni Ketut Mudiasih. Ida Pandita Mpu Siwa sendiri merupakan nanak ke-13 dari Ida Pandita Mpu Nabe.
Menurut Ida Pandita Mpu Siwa, Ida Pandita Mpu Nabe madiksa tahun 1981. Almarhum pun disebut sebagai sulinggih tertua di internal MGPSSR (warga Pasek). Semasa hidupnya, Ida Pandita Mpu Nabe dikenal sebagai sulinggih yang sangat penyabar, murah senyum, dan adem. Tak heran jika saat diketahui sudah lebar, panjaknya merasa sangat kehilangan.
“Ida Pandita Mpu Nabe hanya tamatan Sekolah Rakyat (SR). Almarhum mengawali ngayah dengan menjadi pamangku di Pura Tegal Wangi Siangan, sampai akhirnya madiksa menjadi sulinggih tahun 1981. Lima keturunan di sini mejadi pemangku di Pura Tegal Wangi Siangan,” papar Ida Pandita Mpu Siwa.
Sementara itu, upacara palebon menuju karang suci jenazah almarhum akan dilaksanakan pada Radita Wage Wayang, Minggu, 14 April 2019 nanti. Prosesi palebon akan diawali dengan ritual ngelelet, dilanjutkan upacara melaspas kajang, tukon, dan lain sebagainya (11 April).
“Untuk proses pembakarannya dilakukan di karang suci pada areal sawah milik griya, yang berjarak sekitar 800 meter dari griya. Nanti akan diusung menggunakan Padmasana yang tingginya sekitar 6 meter dan Lembu Putih untuk sarana pembakarannya,” papar Ida Pandita Mpu Siwa. *nvi
1
Komentar