Pembaruan Kontrak BIFA Gagal
Setahun Tetap Bayar Rp 30 Juta
SINGARAJA, NusaBali
Rencana peninjauan nilai kontrak atas pemanfaatan Lapangan Terbang (Lapter) Letkol Wisnu di Desa Sumberkima, Kecamatan Gerokgak, oleh Bali Internasional Fligt Academy (BIFA) gagal terwujud. Padahal, pihak BIFA sudah sepakat dengan nilai kontrak yang terbaru sebesar Rp 75.605.00 setahun. Kini Lapter Letkol Wisnu hanya menghasilkan sebesar Rp 30.000.000 setahun sesuai kontrak lama.
Rencana peninjauan nilai kontrak itu sudah dilakukan Pemkab Buleleng sebelum batas akhir pembayaran sewa Maret 2018. Dalam peninjauan ini, Pemkab Buleleng menunjuk Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja melakukan appraisal harga atas aset tersebut. Akhirnya muncul harga sewa sebesar Rp 75.605.000. Nilai itu pun telah disepakati antara Pemkab dengan pihak BIFA.
Namun, sampai saat ini kontrak terbaru itu tidak kunjung bisa ditandatangani, lantaran aset di Lapter Letkol Wisnu juga milik Pemprov Bali. Kala itu, Pemprov ingin dalam kontrak tersebut dilibatkan. Hanya saja, Pemprov Bali masih melakukan pengukuran lahan untuk memastikan luas lahan di Lapter Letkol Wisnu.
Dulunya Pemkab Buleleng membangun Lapter di atas lahan Pemprov Bali, atas rekomendasi dan persetujuan Gubernur Bali, kala itu Dewa Made Beratha pada tahun 2000 silam. Mulai dari landasan pacu sepanjang 900 meter dengan lebar 60 meter, pagar, menara air traffic control, serta beberapa bangunan lainnya. Fasilitas itu kemudian disewa oleh sekolah penerbang Bali International Flight Academy (BIFA) sejak tahun 2008, dengan nilai sewa sebesar Rp 30 juta setahun.
“Kami masih menunggu pihak Pemprov Bali, kemungkinan nantinya kerjasama itu melibatkan tiga pihak, Pemkab Buleleng, Pemprov Bali dan BIFA. Tetapi Pemprov Bali saat ini masih membuatkan status hokum (Sertifikat, Red) dari lahan itu. Kami belum tahu perkembangannya,” terang Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kabupaten Buleleng, Gede Gunawan Ap, Minggu (7/4).
Disinggung masalah nilai kontrak? Kadishub Gunawan Ap menyatakan, sewa kontrak pemanfaatan Lapter Letkol Wisnu oleh BIFA masih berlaku kontrak yang lama. Dimana pihak BIFA tetap membayar sewa kontrak sebesar Rp 30 juta. “Karena belum tandatangan, jadi masih berlaku kontrak yang lama. Dan BIFA sudah membayar sewa sebesar Rp 30 juta. Kalau tidak salah Maret 2019 sudah dibayar sewanya itu,” ujar Gunawan. *k19
Rencana peninjauan nilai kontrak itu sudah dilakukan Pemkab Buleleng sebelum batas akhir pembayaran sewa Maret 2018. Dalam peninjauan ini, Pemkab Buleleng menunjuk Kantor Perbendaharaan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Singaraja melakukan appraisal harga atas aset tersebut. Akhirnya muncul harga sewa sebesar Rp 75.605.000. Nilai itu pun telah disepakati antara Pemkab dengan pihak BIFA.
Namun, sampai saat ini kontrak terbaru itu tidak kunjung bisa ditandatangani, lantaran aset di Lapter Letkol Wisnu juga milik Pemprov Bali. Kala itu, Pemprov ingin dalam kontrak tersebut dilibatkan. Hanya saja, Pemprov Bali masih melakukan pengukuran lahan untuk memastikan luas lahan di Lapter Letkol Wisnu.
Dulunya Pemkab Buleleng membangun Lapter di atas lahan Pemprov Bali, atas rekomendasi dan persetujuan Gubernur Bali, kala itu Dewa Made Beratha pada tahun 2000 silam. Mulai dari landasan pacu sepanjang 900 meter dengan lebar 60 meter, pagar, menara air traffic control, serta beberapa bangunan lainnya. Fasilitas itu kemudian disewa oleh sekolah penerbang Bali International Flight Academy (BIFA) sejak tahun 2008, dengan nilai sewa sebesar Rp 30 juta setahun.
“Kami masih menunggu pihak Pemprov Bali, kemungkinan nantinya kerjasama itu melibatkan tiga pihak, Pemkab Buleleng, Pemprov Bali dan BIFA. Tetapi Pemprov Bali saat ini masih membuatkan status hokum (Sertifikat, Red) dari lahan itu. Kami belum tahu perkembangannya,” terang Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kabupaten Buleleng, Gede Gunawan Ap, Minggu (7/4).
Disinggung masalah nilai kontrak? Kadishub Gunawan Ap menyatakan, sewa kontrak pemanfaatan Lapter Letkol Wisnu oleh BIFA masih berlaku kontrak yang lama. Dimana pihak BIFA tetap membayar sewa kontrak sebesar Rp 30 juta. “Karena belum tandatangan, jadi masih berlaku kontrak yang lama. Dan BIFA sudah membayar sewa sebesar Rp 30 juta. Kalau tidak salah Maret 2019 sudah dibayar sewanya itu,” ujar Gunawan. *k19
Komentar