Mengapa Women's March Penting di Bali?
Women’s March kembali digelar untuk keduakalinya.
DENPASAR, NusaBali.com
Kampanye global bertajuk ‘Women’s March’ kembali digelar di tahun 2019. Kegiatan yang berbasis di Washington DC sejak 21 Januari 2017 ini juga dilakukan di kurang lebih 32 negara di 5 benoa, termasuk di Indonesia. Di Bali sendiri, kegiatan yang diinisiasi oleh GSHR (Gender, Sexuality, and Human Rights) Udayana, digelar sejak 2018 dan kini merupakan tahun kedua diselenggarakannya Women’s March.
Menurut Devy Cendana, selaku Koordinator Humas dan Media Sosial di Women’s March Bali 2019, saat ditemui di acara Pre-Event Women’s March 2019, bahwa kegiatan yang melangsungkan Pre-Eventnya yang pertama di Rumah Sanur Creative Hub, Denpasar, tersebut menjadi wadah untuk menampung suara perempuan dan kaum minoritas perihal kesetaraan hak yang jarang disadari.
“Kita mengikuti global framework-nya Women’s March sendiri karena Women’s March merupakan gerakan sosial yang internasional yang pertama diinisiasikan di Amerika, setelah Donald Trump naik jadi Presiden. Setelah itu, kota-kota di negara lain juga mengikuti untuk mengadakan Women’s March ini karena mereka rasa itu perlu, bahwa kita mengadakan sebuah wadah yang mana semua orang bisa mengeluarkan suara mereka tentang kesetaraan hak, kekerasan seksual, dan isu apa pun yang menumbulkan ketidakseimbangan di komunitas kita,” papar Devy, Sabtu (6/4).
Dalam kegiatan yang mengusung tema #BeraniBersuara untuk melawan kekerasan seksual ini, pihak GSHR Udayana mengundang sejumlah narasumber berpengalaman yang kali ini akan khusus membahas mengenai ‘Kekerasan Seksual.’ Beberapa narasumber tersebut di antaranya, dr AA Sri Wahyuni SpKJ, Ida Bagus Surya Prabhawa M, dan Ni Komang Sariadi, yang akan berbicara menegnai kekerasan seksual yang berdampak pada kesehatan mental, perlindungan dari segi hukum, serta sekelumit pengalaman pribadi dan pengalaman membantu penyintas secara langsung.
Sedikitnya, 100 orang ditargetkan hadir dalam acara yang berpuncak pada Minggu (28/4) di acara Car Free Day, Renon, tersebut. Selain talkshow dan seminar, pemutaran film bertemakan perempuan dan pembuatan poster juga akan mewarnai Women’s March kali ini. Target peserta sendiri dari usia 15 tahun ke atas dan kaum pria juga dapat ikut serta meramaikan. “Women’s March ini bukan hanya untuk perempuan, tapi juga untuk anak-anak, dan kaum minoritas. Kalau kita berbicara tentang kekerasan seksual, ada juga kok pria yang mengalami kekerasan seksual,” sambung Devy.
Meski gerakan ini terbilang baru, namun di negeri asalnya, yakni Amerika, para peserta Women’s March telah mencapai lebih dari 800 ribu orang, hingga dipromosikan oleh selebritas dunia. Hal tersebut dilakukan sebagai wujud perlawanan dari pernyaataan Donald Trump yang cenderung menyudutkan kaum perempuan saat dirinya dilantik menjadi Presiden AS pada 20 Januari 2017 silam.
Mengapa kegiatan ini penting di Bali? Karena agar lebih banyak perempuan Bali yang sadar tentang hak-hak mereka. Tentang di mana mereka bisa mencari perlindungan saat menjadi korban. Menurut Devy, antusias peserta di Bali masih kurang mengingat sebagian perempuan Bali lebih pasif akibat menerapkan sistem patriarki. “Banyak perempuan di Bali yang belum tahu bahwa mereka memiliki hak yang seharusnya didapatkan tetapi mereka cenderung menganggap hak itu wajar jika tidak didapatkan,” tutup Devy. *cr41
1
Komentar