Dominan dari Tiongkok, Impor Bali Anjlok
Impor Bali anjlok cukup dalam yakni -26,22 persen, pada Februari lalu dibanding bulan sebelumnya, Januari. Nilai impor Bali 16 juta dollar AS, sedang pada Januari nilai impor Bali 21,8 juta dollar AS.
DENPASAR, NusaBali
Berdasarkan negara asalnya, penurunan impor Bali pada Februari berasal dari Tiongkok, yakni turunnya impor komoditas mainan dan mesin peralatan listrik.
Kabid Statistik Distribusi BPS Bali I Gede Nyoman Subadri, menjelaskan selain dari Tiongkok, penurunan impor juga berasal dari Amerika Serikat. “Amerika Serikat juga turut andil dalam penurunan impor di bulan Februari lalu,” ujar Subadri. Komoditas impor yang mendominasi penurunan impor dari Amerika Serikat, kata Subadri adalah produk lonceng, arloji dan bagiannya.
Total dari 10 negara utama asal impor Bali, 5 negara mengalami penurunan impor. Kelimanya, Tiongkok (-69,09 persen), Amerika Serikat (-41,55 persen). Australia (-40,96 persen) , Jerman (-26,01 persen) dan Singapura (-5,67 persen). Sebaliknya ada 5 negara asal impor yang mengalami kenaikan. Antara lain Vietnam, Belanda, Hongkong, Thailand dan Prancis.
Sementara secara kumulatif, impor Bali Januari-Februari 2019, mengalami peningkatan dibanding Januari-Februari 2018 year on year (yoy) sebesar 113,61 persen. Dari 17,7 juta dollar Januari-Februari 2018, menjadi 37,9 juta dollar pada Januari-Februari 2019.
Pengamat ekonomi dari Undiknas Denpasar, Prof Ida Bagus Raka Suardana, menyatakan penurunan impor memang menunjukkan berkurangnya pengeluaran atau penghematan devisa. Namun demikian, penurunan impor tidak serta merta disimpulkan secara sederhana kondisi ekonomi baik atau tidak baik. “Karena harus dilihat kasus per kasus,” jelasnya.
Kalau produk impor tersebut sudah ada barang substitusinya, itu berarti positif atau bagus, demikian menurut Raka Suardana-sapaan guru besar Undiknas ini. Sebaliknya, jika bukan tidak ada barang subtitusi, namun kemudian impor menurun itu berarti permintaan produk akhir, juga menurun. Barang atau produk ini khususnya barang atau bahan baku impor yang dimanfaatkan untuk ekspor. “Jadi tidak bisa digeneralisir,” jelasnya. Namun demikian, tandas Raka Suardana, makin kecil impor perbandingan dengan ekspor, tentu itu yang diharapkan. *k17
Berdasarkan negara asalnya, penurunan impor Bali pada Februari berasal dari Tiongkok, yakni turunnya impor komoditas mainan dan mesin peralatan listrik.
Kabid Statistik Distribusi BPS Bali I Gede Nyoman Subadri, menjelaskan selain dari Tiongkok, penurunan impor juga berasal dari Amerika Serikat. “Amerika Serikat juga turut andil dalam penurunan impor di bulan Februari lalu,” ujar Subadri. Komoditas impor yang mendominasi penurunan impor dari Amerika Serikat, kata Subadri adalah produk lonceng, arloji dan bagiannya.
Total dari 10 negara utama asal impor Bali, 5 negara mengalami penurunan impor. Kelimanya, Tiongkok (-69,09 persen), Amerika Serikat (-41,55 persen). Australia (-40,96 persen) , Jerman (-26,01 persen) dan Singapura (-5,67 persen). Sebaliknya ada 5 negara asal impor yang mengalami kenaikan. Antara lain Vietnam, Belanda, Hongkong, Thailand dan Prancis.
Sementara secara kumulatif, impor Bali Januari-Februari 2019, mengalami peningkatan dibanding Januari-Februari 2018 year on year (yoy) sebesar 113,61 persen. Dari 17,7 juta dollar Januari-Februari 2018, menjadi 37,9 juta dollar pada Januari-Februari 2019.
Pengamat ekonomi dari Undiknas Denpasar, Prof Ida Bagus Raka Suardana, menyatakan penurunan impor memang menunjukkan berkurangnya pengeluaran atau penghematan devisa. Namun demikian, penurunan impor tidak serta merta disimpulkan secara sederhana kondisi ekonomi baik atau tidak baik. “Karena harus dilihat kasus per kasus,” jelasnya.
Kalau produk impor tersebut sudah ada barang substitusinya, itu berarti positif atau bagus, demikian menurut Raka Suardana-sapaan guru besar Undiknas ini. Sebaliknya, jika bukan tidak ada barang subtitusi, namun kemudian impor menurun itu berarti permintaan produk akhir, juga menurun. Barang atau produk ini khususnya barang atau bahan baku impor yang dimanfaatkan untuk ekspor. “Jadi tidak bisa digeneralisir,” jelasnya. Namun demikian, tandas Raka Suardana, makin kecil impor perbandingan dengan ekspor, tentu itu yang diharapkan. *k17
Komentar