Tanpa Naga Banda, Gunakan Bade Tumpang Sia Setinggi 17 Meter
Versi Cok Nindia, palebon Tjokorda Istri Muter tidak menggunakan Naga Banda, karena tak pernah pegang tampuk kekuasaan, meskipun almarhum merupakan putri sulung Raja Peliatan ke-8
Puri Agung Peliatan Siapkan Palebon Tjokorda Istri Muter, Tokoh Perintis Sekolah TK di Bali
GIANYAR, NusaBali
Sameton Puri Agung Peliatan bersama krama Desa Pakraman Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar sedang mempersiapkan upacara palebon almarhum Tjokorda Istri Muter, 94, tokoh perintis sekolah TK yang lebar (meninggal dunia), 9 April 2016 lalu. Palebon akan dilaksanakan di Setra Dalem Puri, Desa Pakraman Peliatan pada Redite Wage Wayang, Minggu (29/5) depan. Bade palebon dirancang tumpang sia (tingkat 9) setinggi 17 meter, tanpa menggunakan Naga Banda.
Selain Bade setinggi 17 meter, palebon Tjok Istri Muter juga menggunakan Lembu Selem (sarana membakar jenazah) dengan tinggi 7 meter dan berat 1 ton. Bade dan Lembu Selem ini sedang digarap puluhan pengayah di jaba sisi selatan Puri Agung Peliatan. Pembuatan Bade dipimpin undagi (arsitek tradisional) Jero Mangku Pasek, 63, asal Banjar Ambengan, Desa Peliatan. Sedangkan pembuatan Lembu Selem dipimpin Tjokorda Bagus Wiranata, 46, undagi dari internal Puri Agung Peliatan.
“Bade dan Lembu Selem ini merupakan pakoleman (sarana pengantar arwah, Red), khas pelebon di Puri Agung Peliatan,’’ ujar Panglingsir Puri Agung Peliatan, Tjokorda Gde Putra Nindia alias Cok Nindia, yang sekaligus Pamucuk Karya Palebon di Puri Agung Peliatan kepada NusaBali, Selasa (24/5).
Cok Nindia menjelaskan, ciri khas pakeloman dimaksud yakni berstandar yang dipakai raja-raja di Puri Agung Peliatan. Antara lain, Bade tumpang sia (tingkat 9) dengan tinggi sekitar 17 meter, serta Lembu Selem dengan tinggi 7 meter dan berat 1 ton. Menurut Cok Nindia, palebon ini tidak menggunakan Naga Banda, karena almarhum Tjok Istri Muter merupakan putri raja, tapi tidak pernah angawa rat (memegang kekuasaan). “Bade dan Lembu Selem nantinya akan diarak sekitar 1.100 krama banjar-banjar di Desa Pakraman Peliatan,” jelas mantan Sekda Kabupaten Gianyar ini.
Sedangkan Cokorda Bagus Wiranata, selaku undagi pamucuk palebon, menyatakan Bade dan Lembu Selem ditargetkan kelar paling lambat Jumat (27/5) sore. Pembuatan Bade melibatkan puluhan pengayah, baik untuk pengawak Bade maupun kodian pada gagunungan Bade.
Untuk kodian Bade (hiasan hingga sayap) digarap secara portable di bawah. Hiasan ini akan dipasang setelah jadi atau selesai digarap di bawah. Hingga saat ini, belasan tukang masih menggarap bagian pengawak Bade dan gagunungan Bade, di Rangki Puri Agung Peliatan. Sedangkan penggarapan Lembu Selem saat ini sudah memasuki tahap finishing. ’Bade dan Lembu Selem sudah digarap sejak tiga pekan lalu.
Sementara itu, sebelum puncak palebon nanti, akan dilaksanakan serangkaian prosesi ritual. Diawali prosesi Mendak Tirta di Pura Kahyangan Tiga Desa Pakraman Peliatan dan tempat suci lainnya pada Wraspati Umanis Ugu, Kamis (26/5). Selanjutnya, prosesi Ngingsirang Layon (memindahkan jenazah dari kamar almarhum ke Sumanggen) dilaksanakan Sukra Pahing Ugu, Jumat (27/5).
Sehari berikutnya, dilaksanakan prosesi Ngendag, Ngening, Ngareka Kajang, Mlaspas Banusa, Plengkungan, Tumpang Salu, dan Nyiramang Layon (memandikan jenazah) pada Saniscara Pon Ugu, Sabtu (28/5), mulai pagi pukul 08.00 Wita hingga siang pukul 14.00 Wita. Tengah malamnya tepat pukul 24.00 Wita, dilaksanakan prosesi Nunas Tirta Panembak. Sedangkan puncak palebon dilaksanakan di Setra Dalem Puri pada Redite Wage Wayang, Minggu. Prosesi palebon akan diakhiri dengan Nganyut ke Segara Masceti, Desa Medahan, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar hari itu juga.
Tjok Istri Muter sendiri lebar pada Saniscara Wage Tambir, Sabtu (9/4) dinihari pukul 04.00Wita di kamar tidurnya di Puri Agung Peliatan. Almarhum berpulang buat selamanya di usia 94 tahun, karena sakit menua. Tjok Istri Muter merupakan anak tertua Raja Peliatan ke-8, Tjokora Gde Rai.
Almarhum Tjok Istri Muter adalah anak sulung dari 11 bersaudara keluarga pasangan Tjokorda Gde Rai (Raja Peliatan ke-8, yang lebar 12 September 1946) dan AA Istri Batuan (lebar tahun 1952). Dari 11 bersaudara itu, termasuk di antaranya Tjokorda Gde Agung (ayah dari Cok Nindia) dan AA Istri Sri (menikah ke Puri Agung Gianyar, dia merupakan ibu kandung Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata). Almarhum juga kakak kandung dari Raja Peliatan ke-9, Ida Dwagung Peliatan.
Selama hidupnya, Tjok Istri Muter yang kelahiran 2 Maret 1922 menyandang status kania (tidak menikah). Menurut Cok Nindia, almarhum merupakan salah seorang tokoh pendidikan karena sebagai perintis sekolah TK pertama di Bali. Saat itu, almarhum jadi pendiri dan guru TK di Yayasan Perguruan Rakyat (PR) Saraswati di kawasan Tainsiat, Denpasar. Almarhum pun mencatatkan diri sebagai guru TK pertama di Bali, sejak tahun 1946.
Disebutkan Cok Nindia, almarhum Tjok Istri Muter memilih jalan kania alias tidak menikah dalam menjalani hidupnya, karena tak terlepas dari tekadnya untuk mengabdikan diri sebagai guru dan memajukan dunia pendidikan di Bali. “Anak-anak didik almarhum banyak jadi guru besar dan pejabat baik di Bali maupun luar Bali,” jelas Cok Nindia. 7 lsa
Komentar