Tingkatkan Hasil Penjualan, Petani Didorong Jual Gabah
Dinas Pertanian dan Pangan Jembrana belakangan gencar mendorong petani yang terbiasa menjual padi tebasan atau padi yang masih ada batangnya, agar menjual padi yang sudah dalam bentuk gabah ke koperasi unit desa (KUD).
NEGARA, NusaBali
Dorongan tersebut merupakan bagian mengantisipasi permainan harga, dan meningkatkan hasil penjualan di tingkat petani. Kadis Pertanian dan Pangan (PP) Jembrana I Wayan Sutama, mengatakan selama beberapa tahun ini, Jembrana menjadi salah satu daerah dengan produksi gabah tertinggi di Bali. Dari 6.758 hektare lahan sawah yang tersebar di 64 subak basah se-Jembrana, rata-rata hasil produksi gabah petani mencapai sekitar 7-8 ton gabah per hektare.
“Kalau produktivitas gabah sangat tinggi. Setiap tahun, kita bisa surplus 9.000 – 10.000 ton. Produktivitas ini tidak terlepas dengan pemeliharaan, pola tanam, dan bibit padi yang digunakan,” ujar Sutama, Rabu (10/4).
Dari sisi pola tanam, para petani di Jembrana biasa menerapkan pola kerta masa. Di mana dalam satu tahun, petani biasa menanam dua kali padi satu kali menanam palawija. Kemudian untuk varietas padi yang paling dianjurkan untuk meningkatkan produktivitas, adalah varietas padi inpari. “Ada empat jenis varietas inpari yang kami anjurkan ke petani. Varietas ini produksinya sangat bagus. Bahkan untuk produksi yang sudah menjadi gabah kering, bisa mencapai 6,5 ton per hektare,” ungkapnya.
Meski hasil produksi sangat menjanjikan, kata Sutama, kendala yang kerap ditemui adalah sistem pemasaran di tingkat petani. Saat ini, petani lebih banyak menjual padi tebasan kepada pembeli atau yang biasa disebut panebas, karena merasa lebih instan. Padahal untuk harga jual ke panebas, tidak diatur, dan tergantung kesepakatan petani dengan panebas. Beda ketika petani langsung menjual dalam bentuk gabah ke KUD, yang harga gabahnya sudah ditentukan berdasar nilai pasar.
“Sekarang KUD juga mendapat dana talangan dari pemerintah, dan pemasarannya jelas. Beras dari KUD dibeli PNS. Juga sudah ada regulasi, kalau KUD mengambil gabah dari petani, harganya adalah 50 persen dari harga jual beras. Semisal harga jual beras Rp 10.000 per kilogram, gabah petani dibeli Rp 5.000 per kilogram. Tetapi, petani-petani banyak yang lebih memilih ke panebas, dan risiko-risikonya masih belum terlalu diperhatikan. Ini sedang kami dorong, agar petani langsung jual gabah ke KUD,” tandas Sutama.
Selain itu, kebiasaan menjual padi tebasan, juga sangat merugikan ketika terjadi musim hujan angin yang sering membuat tanaman padi rebah. Ketika diketahui tanaman padi rebah, harga jual ke panebas juga akan lebih murah. “Seperti awal-awal tahun ini, banyak tanaman padi yang rebah. Ada sekitar 100-an hektare yang rebah. Kalau saja mau jual sudah dalam bentuk gabah, paling tidak, harganya tidak terlalu anjlok,” ujarnya. *ode
“Kalau produktivitas gabah sangat tinggi. Setiap tahun, kita bisa surplus 9.000 – 10.000 ton. Produktivitas ini tidak terlepas dengan pemeliharaan, pola tanam, dan bibit padi yang digunakan,” ujar Sutama, Rabu (10/4).
Dari sisi pola tanam, para petani di Jembrana biasa menerapkan pola kerta masa. Di mana dalam satu tahun, petani biasa menanam dua kali padi satu kali menanam palawija. Kemudian untuk varietas padi yang paling dianjurkan untuk meningkatkan produktivitas, adalah varietas padi inpari. “Ada empat jenis varietas inpari yang kami anjurkan ke petani. Varietas ini produksinya sangat bagus. Bahkan untuk produksi yang sudah menjadi gabah kering, bisa mencapai 6,5 ton per hektare,” ungkapnya.
Meski hasil produksi sangat menjanjikan, kata Sutama, kendala yang kerap ditemui adalah sistem pemasaran di tingkat petani. Saat ini, petani lebih banyak menjual padi tebasan kepada pembeli atau yang biasa disebut panebas, karena merasa lebih instan. Padahal untuk harga jual ke panebas, tidak diatur, dan tergantung kesepakatan petani dengan panebas. Beda ketika petani langsung menjual dalam bentuk gabah ke KUD, yang harga gabahnya sudah ditentukan berdasar nilai pasar.
“Sekarang KUD juga mendapat dana talangan dari pemerintah, dan pemasarannya jelas. Beras dari KUD dibeli PNS. Juga sudah ada regulasi, kalau KUD mengambil gabah dari petani, harganya adalah 50 persen dari harga jual beras. Semisal harga jual beras Rp 10.000 per kilogram, gabah petani dibeli Rp 5.000 per kilogram. Tetapi, petani-petani banyak yang lebih memilih ke panebas, dan risiko-risikonya masih belum terlalu diperhatikan. Ini sedang kami dorong, agar petani langsung jual gabah ke KUD,” tandas Sutama.
Selain itu, kebiasaan menjual padi tebasan, juga sangat merugikan ketika terjadi musim hujan angin yang sering membuat tanaman padi rebah. Ketika diketahui tanaman padi rebah, harga jual ke panebas juga akan lebih murah. “Seperti awal-awal tahun ini, banyak tanaman padi yang rebah. Ada sekitar 100-an hektare yang rebah. Kalau saja mau jual sudah dalam bentuk gabah, paling tidak, harganya tidak terlalu anjlok,” ujarnya. *ode
1
Komentar