Joged Bukit Jangkrik Tinggal Kenangan
Joged ini sempat diteruskan oleh generasi muda Banjar/Lingkungan Bukit Jangkrik, namun tidak bertahan lama dan akhirnya kandas.
GIANYAR, NusaBali
Sempat jaya pada tahun 1970-an, kondisi Sekaa Joged Semarayasa di Lingkungan Bukit Jangkrik, Kelurahan Samplangan, Gianyar, kini kian meredup. Joged ini jarang, bahkan tidak pernah lagi pentas.
Padahal tahun 1970 – 1983, sekaa joged dengan penari dan penabuh handal ini sangat terkenal. Pakem tariannya sanat digemari masyarakat. Joged ini pun sering mendapat undangan untuk memeriahkan suatu acara baik di hotel-hotel, puri, hingga Istana Presiden Tampaksiring. Tempat-tempat ini menjadi langganan pentas dulu.
Kondisi tersebut disampaikan salah seorang penari Joged Semarayasa Bukit Jangkrik Ni Ketut Muji,57, Jumat (12/4). Muji, saat masih muda sering menarikan joged bersama Sekaa Joged Semarayasa ke hotel-hotel dan tempat lainnya di Bali. "Joged Semarayasa Bukit Jangkrik ini sempat jaya pada tahun 1977 sampai tahun 1983. Seingat saya, waktu itu saya sering nari bersama sekaa ke hotel, puri, istana presiden Tampaksiring, bahkan ke seluruh penjuru Bali," ungkapnya.
Dikatakan Muji, saat ini Sekaa Joged Semarayasa sudah tidak bisa pentas seperti dulu lagi. Karena para penarinya sudah tua-tua. Masyarakat peminat tarian joged pakem saat ini tidak sebanyak dulu. Jelas Muji, joged ini sempat diteruskan oleh generasi muda Banjar/Lingkungan Bukit Jangkrik, namun tidak bertahan lama dan akhirnya kandas.
Waktu masa jaya dulu, kenang Muji, setiap penari Joged Semarayasa harus menggunakan gelungan (mahkota, Red) yang dilinggihkan atau ditaruh di tempat suci di sebuah pura di Bukit Jangkrik, yaitu Pura Puncak Bukit Jangkrik. Bahkan saat pujawali dipentaskan harus menggunakan gelungan tersebut dan dianggap memiliki taksu tersendiri.
Sekaa Joged Semarayasa ini dulunya sangat dikenal oleh masyarakat Bali. Sehingga Bukit Jangkrik dijuluki sebagai Gumin Joged (kampung tari joged). Setiap minggunya, saat masa jaya itu, ada saja permintaan baik hotel-hotel, puri, dan masyarakat untuk minta pentas joged ini. *nvi
Padahal tahun 1970 – 1983, sekaa joged dengan penari dan penabuh handal ini sangat terkenal. Pakem tariannya sanat digemari masyarakat. Joged ini pun sering mendapat undangan untuk memeriahkan suatu acara baik di hotel-hotel, puri, hingga Istana Presiden Tampaksiring. Tempat-tempat ini menjadi langganan pentas dulu.
Kondisi tersebut disampaikan salah seorang penari Joged Semarayasa Bukit Jangkrik Ni Ketut Muji,57, Jumat (12/4). Muji, saat masih muda sering menarikan joged bersama Sekaa Joged Semarayasa ke hotel-hotel dan tempat lainnya di Bali. "Joged Semarayasa Bukit Jangkrik ini sempat jaya pada tahun 1977 sampai tahun 1983. Seingat saya, waktu itu saya sering nari bersama sekaa ke hotel, puri, istana presiden Tampaksiring, bahkan ke seluruh penjuru Bali," ungkapnya.
Dikatakan Muji, saat ini Sekaa Joged Semarayasa sudah tidak bisa pentas seperti dulu lagi. Karena para penarinya sudah tua-tua. Masyarakat peminat tarian joged pakem saat ini tidak sebanyak dulu. Jelas Muji, joged ini sempat diteruskan oleh generasi muda Banjar/Lingkungan Bukit Jangkrik, namun tidak bertahan lama dan akhirnya kandas.
Waktu masa jaya dulu, kenang Muji, setiap penari Joged Semarayasa harus menggunakan gelungan (mahkota, Red) yang dilinggihkan atau ditaruh di tempat suci di sebuah pura di Bukit Jangkrik, yaitu Pura Puncak Bukit Jangkrik. Bahkan saat pujawali dipentaskan harus menggunakan gelungan tersebut dan dianggap memiliki taksu tersendiri.
Sekaa Joged Semarayasa ini dulunya sangat dikenal oleh masyarakat Bali. Sehingga Bukit Jangkrik dijuluki sebagai Gumin Joged (kampung tari joged). Setiap minggunya, saat masa jaya itu, ada saja permintaan baik hotel-hotel, puri, dan masyarakat untuk minta pentas joged ini. *nvi
1
Komentar