Tuntutan Ditunda, Kepala BPMDPKBPD Klungkung Diseret
Kasus Dugaan Korupsi Biogas di Nusa Penida
DENPASAR, NusaBali
Anggota DPRD Klungkung, Gede Gita Gunawan, 42 dan istri Thiarta Ningsih, 35 dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), I Made Catur Adnyana, 56 yang rencananya menjalani sidang tuntutan kasus dugaan korupsi proyek Instalasi Biogas di Nusa Penida, Klungkung di Pengadilan Tipikor Denpasar, Rabu (2/1) batal digelar.
Dalam sidang yang dipimpin hakim I Wayan Sukanila memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Mpu Guanaputra dkk untuk membacakan tuntutannya. Namun agenda tersebut batal karena JPU belum siap. “Kami mohon penundaan karena kami belum siap,” tegas JPU.
Sidang yang mengagendakan pembacaan tuntutan akan kembali digelar pada 24 April mendatang. Sementara itu, kuasa hukum Gita Gunawan dan istri, Agus Sujoko didampingi Pande Made Sugiarta dan I Made Sugiarta menanggapi hasil persidangan sebelumnya yang menghadirkan saksi ahli dari Universitas Cendrawasih.
Dijelaskannya, dalam keterangan saksi ahli tersebut menegaskan jika pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus seperti ini adalah pihak yang menangatangani kontrak kerja. Dalam proyek biogas ini yang menandatangani kontrak yaitu I Putu Widiada selaku Kepala BPMDPKBPD Klungkung.
“Jadi sudah jelas yang bertanggung jawab adalah Pengguna Anggaran (PA) yaitu Kepala BPMDPKBPD,” tegas Pande Made Sugiarta. Ditambahkan, bahwa dari perencanaan awal bahwa penerima bantuan biogas yang ditetapkan oleh I Putu Widiada selaku Kepala BPMDPKBPD adalah tidak memenuhi syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam petunjuk teknis penggunaan DAK Bidang Energi. "Sehingga kami di sini menilai bahwa dari awal perencanaan, penetapan kriteria pemberian bantuan untuk instalasi biogas telah keliru. Dan itu dilakukan pihak lain, bukan terdakwa Gede Gita Gunawan," tandas Agus Sujoko. Karenanya, dia menilai bahwa yang mesti bertanggungjawab dalam perkara ini adalah pihak perencana, pengawas dan pemenang lelang.
Soal pelelangan, di mana dalam pengadaan biogas ini sebagai pemenang adalah CV. Sari Indah Karya dengan Direktur I Nyoman Suartika. Padahal dia tidak pernah menandatangani kontrak dan tidak pernah menerima pembayaran kontrak. Jelas jika melihat konteks itu, bahwa proses lelang cacat hukum. "Itu secara tidak langsung diakui saudara jaksa karena dalam dakwaan disebut bahwa Suartika tidak ada menandatangani dokumen penawaran," jelas Sujoko dalam eksepsinya. Namun fakatnya, sesuai dokumen perjanjian kontrak No. 027/1065/BPMDPKBPD/2014 tertanggal 11 September 2014, bahwa perjanjian kontrak itu ditandatangani oleh Made Catur Adnyana selaku KPA dan I Nyoman Suartika selaku Direktur CV.
Dalam sidang yang dipimpin hakim I Wayan Sukanila memberikan kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Mpu Guanaputra dkk untuk membacakan tuntutannya. Namun agenda tersebut batal karena JPU belum siap. “Kami mohon penundaan karena kami belum siap,” tegas JPU.
Sidang yang mengagendakan pembacaan tuntutan akan kembali digelar pada 24 April mendatang. Sementara itu, kuasa hukum Gita Gunawan dan istri, Agus Sujoko didampingi Pande Made Sugiarta dan I Made Sugiarta menanggapi hasil persidangan sebelumnya yang menghadirkan saksi ahli dari Universitas Cendrawasih.
Dijelaskannya, dalam keterangan saksi ahli tersebut menegaskan jika pihak yang paling bertanggung jawab dalam kasus seperti ini adalah pihak yang menangatangani kontrak kerja. Dalam proyek biogas ini yang menandatangani kontrak yaitu I Putu Widiada selaku Kepala BPMDPKBPD Klungkung.
“Jadi sudah jelas yang bertanggung jawab adalah Pengguna Anggaran (PA) yaitu Kepala BPMDPKBPD,” tegas Pande Made Sugiarta. Ditambahkan, bahwa dari perencanaan awal bahwa penerima bantuan biogas yang ditetapkan oleh I Putu Widiada selaku Kepala BPMDPKBPD adalah tidak memenuhi syarat sebagaimana yang ditetapkan dalam petunjuk teknis penggunaan DAK Bidang Energi. "Sehingga kami di sini menilai bahwa dari awal perencanaan, penetapan kriteria pemberian bantuan untuk instalasi biogas telah keliru. Dan itu dilakukan pihak lain, bukan terdakwa Gede Gita Gunawan," tandas Agus Sujoko. Karenanya, dia menilai bahwa yang mesti bertanggungjawab dalam perkara ini adalah pihak perencana, pengawas dan pemenang lelang.
Soal pelelangan, di mana dalam pengadaan biogas ini sebagai pemenang adalah CV. Sari Indah Karya dengan Direktur I Nyoman Suartika. Padahal dia tidak pernah menandatangani kontrak dan tidak pernah menerima pembayaran kontrak. Jelas jika melihat konteks itu, bahwa proses lelang cacat hukum. "Itu secara tidak langsung diakui saudara jaksa karena dalam dakwaan disebut bahwa Suartika tidak ada menandatangani dokumen penawaran," jelas Sujoko dalam eksepsinya. Namun fakatnya, sesuai dokumen perjanjian kontrak No. 027/1065/BPMDPKBPD/2014 tertanggal 11 September 2014, bahwa perjanjian kontrak itu ditandatangani oleh Made Catur Adnyana selaku KPA dan I Nyoman Suartika selaku Direktur CV.
Sari Indah Karya. "Sehingga sesuai dengan UU, di antaranya Pasal 1313 KUP Perdata, 1338 KUH Perdata, 1315 KUH Perdata dan 1340 KUH Perdata, bahwa perjanjian itu mengikat kedua belah pihak dan menjadi satu UU bagi pembuatnya dan serta para pihak yang mesti bertanggungjawab," sebut pengacara yang berkantor di ARJK Law Office itu. Lebih lanjut disampaikan, bahwa atas perjanjian itu, kemudian pekerjaan biogas itu diserahkan oleh CV. Sari Indah Karya kepada KPA dalam hal itu Made Catur Adnyana. Sedangkan penyerahan proyek bantuan biogas itu kepada masyarakat diserahkan Putu Widiada selaku Kepala BPMDPKBPD Klungkung, di antaranya pada I Made Bhakta, I Nyoman Yasa, I Wayan Rama dll. Nah, berdasarkan fakta itu, jelas bahwa klien kami tidak ada kapasitas dan tidak ada hubungannya dengan proyek biogas tersebut. *rez
Komentar