Tirta Panglebar, Pembuka Jalan Atma
Saniscara Pon Ugu, Sabtu (13/4), umat Hindu menggelar upacara Ngembak Setra. Upacara ini ditandai dengan ritual pokok memercikkan tirta Panglebar di setra (kuburan).
AMLAPURA, NusaBali
KARYA Agung Panca Wali Krama di Pura Besakih, Karangasem, Tilem Kasanga, Buda Kliwon Matal, Rabu, 6 Maret 2019, telah usai. Ia Ida Batara telah Masineb, Sukra Pahing Ugu, Jumat (12/4). Guna menjaga kesucian karya, PHDI Bali memberlakukan pelarangan pelaksanaan Ngaben, Redite Kliwon Pujut atau Minggu, 20 Januari – Sukra Pahing Ugu, 12 April 2019.
Krama yang memiliki anggota keluarga meninggal pada rentang waktu tersebut, diimbau agar jenasahnya makingsan ring pertiwi (dikubur) pada sore hari, tanpa tirta pangentas. Jika yang meninggal sulinggih (dwijati), pamangku atau orang yang menurut dresta tidak boleh dipendem, agar secepatnya dikremasi dan juga diperkenankan untuk ngelelet sawa. Bagi yang masih berstatus walaka tidak sampai munggah tumpang salu. Untuk jenasah yang belum diaben agar dimohonkan Tirta Pamarisudha dari Pura Dalem Puri Besakih. Tirta ini sebelumnya sudah dibagikan kepada seluruh umat Hindu di Bali, kemudian dipercikkan ke jenasah dengan terlebih dahulu menghaturkan upacara. Umat Hindu di luar Bali pun melaksanakan Yasa Kerti sesuai kondisi masing-masing.
Pada Saniscara Pon Ugu, Sabtu (13/4), umat Hindu menggelar upacara Ngembak Setra. Upacara ini ditandai dengan ritual pokok memercikkan tirta Panglebar di setra (kuburan). Fungsi tirta Panglebar tiada lain untuk sarana membuka sengker setra (pemagaran kuburan) secara niskala. Sebelum sang roh yang belum diaben, hanya berada di wawidangan setra.
Sesuai surat edaran PHDI Bali Nomor : 071/PHDI-Bali/IV/2019, per 4 April 2019, ditandatangani Ketua PHDI Bali Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi dan Sekretaris Ir Putu Wirata Dwikora SH, tirta Panglebar mesti didapatkan di Pura Dalem Puri Besakih.
Tirta ini selanjutnya dipercikkan di setra dengan sarana upakara pejati, soda putih kuning dan canang burat wangi. Selanjuttnya, mencabut penjor karya Panca Wali Krama yang dipasang sebelumnya. Sisa-sisa upakara dalam penjor dan sanggah penjor dibakar, abunya dimasukkan ke dalam klungah nyuh gading dan dipendem di belakang palinggih rong tiga.
Tirta Panglebar ini telah dimohon krama dari 1.488 desa adat se-Bali. Tirta ini diimohon di Pura Dalem Puri Besakih, Banjar Kedundung, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Sukra Paing Ugu, Jumat (12/4), bertepatan nyineb Karya Agung Panca Walikrama lan Ida Bhatara Turun Kabeh. Perwakilan kabupaten, kecamatan dan desa se-Bali yang mohon tirta ini yakni dari Badung 122 (desa adat), Bangli 168, Buleleng 170, Denpasar 35, Gianyar 272, Jembrana 64, Karangasem 190, Klungkung 119 dan Tabanan 348 desa adat.
Pangayah di Pura Dalem Puri Besakih yang dikoordinasikan I Gusti Mangku Ngurah Kubayan mengatakan, pinunas (permohonan) tirta Panglebar melalui persembahyangan dimulai ngaturang (mempersembahkan) banten pabangkit, banten guling lengkap dengan sayut guru piduka, suci, jauman, sayut sidha karya, rayunan dan pelengkap lainnya. Pamangku dari Banjar Besakih Kangin, Desa Besakih, ini menjelaskan tirta Panglebar yang dimohon itu diawali dengan penyucian toya anyar (air bersih). Selanjutnya melalui puja sulinggih memohon kepada Ida Bhatara di Pura Dalem Puri agar toya anyar menjadi suci.
Setelah persembahyangan umat, dilanjutkan dengan mohon tirta Panglebar. Tirta kemudian dibagi-bagikan kepada utusan delapan kabupaten/kota. Selanjutnya para utusan kabupaten/kota ini membagi-bagikan kepada perwakilan kecamatan dan desa, untuk digunakan membuka sengker setra di wilayah desa masing-masing. "Tirta Panglebar mesti didapatkan di Pura Dalem Puri Besakih guna membuka sengker setra," jelas I Gusti Mangku Ngurah Kubayan.
Seksi Sulinggih Panitia Karya Panca Walikrama lan Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih, Jro Mangku Suyasa mengatakan, pembukaan sengker setra harus dilakukan karena selama karya sang atma terkurung di setra. Maka dari itu, setelah berakhir Karya Agung Panca Walikrama lan Ida Bhatara Turun Kabeh, maka dilakukan upacara ngembak dengan membuka sengker. ‘’Salah satu sarana terpentingnya adalah tirta Panglebar," jelas Jro Mangku Suyasa. Sejak pemercikan tirta Panglebar di setra, jelas Jro Mangku Suyasa, sejak itulah mulai diperbolehkan umat menggelar upacara atiwa-tiwa.*nant
Krama yang memiliki anggota keluarga meninggal pada rentang waktu tersebut, diimbau agar jenasahnya makingsan ring pertiwi (dikubur) pada sore hari, tanpa tirta pangentas. Jika yang meninggal sulinggih (dwijati), pamangku atau orang yang menurut dresta tidak boleh dipendem, agar secepatnya dikremasi dan juga diperkenankan untuk ngelelet sawa. Bagi yang masih berstatus walaka tidak sampai munggah tumpang salu. Untuk jenasah yang belum diaben agar dimohonkan Tirta Pamarisudha dari Pura Dalem Puri Besakih. Tirta ini sebelumnya sudah dibagikan kepada seluruh umat Hindu di Bali, kemudian dipercikkan ke jenasah dengan terlebih dahulu menghaturkan upacara. Umat Hindu di luar Bali pun melaksanakan Yasa Kerti sesuai kondisi masing-masing.
Pada Saniscara Pon Ugu, Sabtu (13/4), umat Hindu menggelar upacara Ngembak Setra. Upacara ini ditandai dengan ritual pokok memercikkan tirta Panglebar di setra (kuburan). Fungsi tirta Panglebar tiada lain untuk sarana membuka sengker setra (pemagaran kuburan) secara niskala. Sebelum sang roh yang belum diaben, hanya berada di wawidangan setra.
Sesuai surat edaran PHDI Bali Nomor : 071/PHDI-Bali/IV/2019, per 4 April 2019, ditandatangani Ketua PHDI Bali Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi dan Sekretaris Ir Putu Wirata Dwikora SH, tirta Panglebar mesti didapatkan di Pura Dalem Puri Besakih.
Tirta ini selanjutnya dipercikkan di setra dengan sarana upakara pejati, soda putih kuning dan canang burat wangi. Selanjuttnya, mencabut penjor karya Panca Wali Krama yang dipasang sebelumnya. Sisa-sisa upakara dalam penjor dan sanggah penjor dibakar, abunya dimasukkan ke dalam klungah nyuh gading dan dipendem di belakang palinggih rong tiga.
Tirta Panglebar ini telah dimohon krama dari 1.488 desa adat se-Bali. Tirta ini diimohon di Pura Dalem Puri Besakih, Banjar Kedundung, Desa Besakih, Kecamatan Rendang, Karangasem, Sukra Paing Ugu, Jumat (12/4), bertepatan nyineb Karya Agung Panca Walikrama lan Ida Bhatara Turun Kabeh. Perwakilan kabupaten, kecamatan dan desa se-Bali yang mohon tirta ini yakni dari Badung 122 (desa adat), Bangli 168, Buleleng 170, Denpasar 35, Gianyar 272, Jembrana 64, Karangasem 190, Klungkung 119 dan Tabanan 348 desa adat.
Pangayah di Pura Dalem Puri Besakih yang dikoordinasikan I Gusti Mangku Ngurah Kubayan mengatakan, pinunas (permohonan) tirta Panglebar melalui persembahyangan dimulai ngaturang (mempersembahkan) banten pabangkit, banten guling lengkap dengan sayut guru piduka, suci, jauman, sayut sidha karya, rayunan dan pelengkap lainnya. Pamangku dari Banjar Besakih Kangin, Desa Besakih, ini menjelaskan tirta Panglebar yang dimohon itu diawali dengan penyucian toya anyar (air bersih). Selanjutnya melalui puja sulinggih memohon kepada Ida Bhatara di Pura Dalem Puri agar toya anyar menjadi suci.
Setelah persembahyangan umat, dilanjutkan dengan mohon tirta Panglebar. Tirta kemudian dibagi-bagikan kepada utusan delapan kabupaten/kota. Selanjutnya para utusan kabupaten/kota ini membagi-bagikan kepada perwakilan kecamatan dan desa, untuk digunakan membuka sengker setra di wilayah desa masing-masing. "Tirta Panglebar mesti didapatkan di Pura Dalem Puri Besakih guna membuka sengker setra," jelas I Gusti Mangku Ngurah Kubayan.
Seksi Sulinggih Panitia Karya Panca Walikrama lan Ida Bhatara Turun Kabeh di Pura Besakih, Jro Mangku Suyasa mengatakan, pembukaan sengker setra harus dilakukan karena selama karya sang atma terkurung di setra. Maka dari itu, setelah berakhir Karya Agung Panca Walikrama lan Ida Bhatara Turun Kabeh, maka dilakukan upacara ngembak dengan membuka sengker. ‘’Salah satu sarana terpentingnya adalah tirta Panglebar," jelas Jro Mangku Suyasa. Sejak pemercikan tirta Panglebar di setra, jelas Jro Mangku Suyasa, sejak itulah mulai diperbolehkan umat menggelar upacara atiwa-tiwa.*nant
1
Komentar