Rest Area Mbah Temon Kembali Ditumbuhi Semak Belukar
Keberadaan rest area Mbah Temon di pinggir Jalan Umum Denpasar – Gilimanuk, Kelurahan Gilimanuk, Kecamatan Melaya, Jembrana, di kawasan hutan produksi terbatas wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Bali Barat pada Dinas Kehutanan Provinsi Bali, belakangan tampak terbengkalai.
NEGARA, NusaBali
Rest area yang dibuat sekelompok masyarakat dengan merabas kawasan setempat, kini kembali ditumbuhi semak belukar, dan terkesan kurang layak untuk rest area.
Berdasar informasi warga, Senin (15/4), kawasan hutan di dekat makam keramat Mbah Temon itu sebelumnya dibersihkan oleh sekelompok warga pada sekitar September 2018 lalu, atas seizin pihak RPH Bali. Selain membersihkan semak belukar, sejumlah pepohonan juga ditebang, yang kemudian dimanfaatkan untuk menata areal setempat. Seperti membuat bangku kayu termasuk papan nama di rest area tersebut.
“Waktu awal-awal dirabas dan dibersihkan, tempatnya memang terlihat lebih bersih. Tetapi sekarang kembali seperti hutan biasa,” ujar salah seorang warga pedagang di dekat tugu pertigaan Cekik, Kelurahan Gilimanuk.
Sejak ditata hingga dipasangi papan nama, menurutnya tidak pernah dilihatnya ada pengguna jalan yang beristirahat di rest area tersebut. Kemungkinan, pengguna jalan memang tidak begitu tertarik lantaran kondisi rest area yang hanya seperti hutan biasa, dan tidak dilengkapi sejumlah fasilitas selayaknya rest area.
“Kalau informasi yang saya dengar sebelumnya, katanya di sana memang akan dibangun fasilitas seperti toilet, sama tempat jualan kopi. Tetapi sampai sekarang belum ada penataan lanjutan. Yang bersih-bersih juga tidak ada,” ucapnya.
Kepala Seksi Perencanaan dan Pengelolaan Hutan RPH Bali Barat Agus Sugianto, saat dikonfirmasi Senin kemarin, mengatakan pemanfaatan hutan produksi terbatas di areal hutan Mbah Temon dengan luas sekitar 1 hektare sebagai rest area itu, merupakan bentuk program kemitraan kehutanan dengan masyarakat. Melalui program tersebut, masyarakat diharapkan tidak lagi mencari kayu bakar ataupun menebang pepohonan secara liar, dan ikut menjaga kelestarian hutan.
“Pengelolaannya dilakukan secara swadaya oleh kelompok masyarakat. Selain yang di Gilimanuk, kemitraan kehutanan ini sudah berjalan seperti yang dimanfaatkan menjadi objek wisata Puncak JR (hutan di Banjar Panca Seming, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana), objek wisata Puncak Mawar (hutan di Lingkungan Dewasana, Kelurahan Pendem, Kecamatan Jembrana), dan beberapa kawasan lainnya,” ujarnya.
Terkait rest area Mbah Temon tersebut dikelola sekitar 20 orang warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Maju Mapan. Agus Sugianto mengatakan, penataan rest area tersebut belum rampung. Rencananya ada beberapa fasilitas seperti wahana rumah pohon, warung, toilet, hingga tempat ibadah kecil di rest area tersebut. Namun beberapa fasilitas untuk penunjang rest area itu, sementara belum dilanjutkan lantaran ada pergantian pengurus di kelompok masyarakat yang telah diberikan izin pemanfaatan kawasan hutan.
“Kami tetap mendorong supaya dilanjutkan penataannya, agar menjadi tempat yang lebih menarik, dengan tetap mempertahankan kondisi alam di sana. Nanti selesai pemilu, baru dimulai lagi penataanya, dan akan kami genjot,” tandas Agus Sugianto. *ode
Berdasar informasi warga, Senin (15/4), kawasan hutan di dekat makam keramat Mbah Temon itu sebelumnya dibersihkan oleh sekelompok warga pada sekitar September 2018 lalu, atas seizin pihak RPH Bali. Selain membersihkan semak belukar, sejumlah pepohonan juga ditebang, yang kemudian dimanfaatkan untuk menata areal setempat. Seperti membuat bangku kayu termasuk papan nama di rest area tersebut.
“Waktu awal-awal dirabas dan dibersihkan, tempatnya memang terlihat lebih bersih. Tetapi sekarang kembali seperti hutan biasa,” ujar salah seorang warga pedagang di dekat tugu pertigaan Cekik, Kelurahan Gilimanuk.
Sejak ditata hingga dipasangi papan nama, menurutnya tidak pernah dilihatnya ada pengguna jalan yang beristirahat di rest area tersebut. Kemungkinan, pengguna jalan memang tidak begitu tertarik lantaran kondisi rest area yang hanya seperti hutan biasa, dan tidak dilengkapi sejumlah fasilitas selayaknya rest area.
“Kalau informasi yang saya dengar sebelumnya, katanya di sana memang akan dibangun fasilitas seperti toilet, sama tempat jualan kopi. Tetapi sampai sekarang belum ada penataan lanjutan. Yang bersih-bersih juga tidak ada,” ucapnya.
Kepala Seksi Perencanaan dan Pengelolaan Hutan RPH Bali Barat Agus Sugianto, saat dikonfirmasi Senin kemarin, mengatakan pemanfaatan hutan produksi terbatas di areal hutan Mbah Temon dengan luas sekitar 1 hektare sebagai rest area itu, merupakan bentuk program kemitraan kehutanan dengan masyarakat. Melalui program tersebut, masyarakat diharapkan tidak lagi mencari kayu bakar ataupun menebang pepohonan secara liar, dan ikut menjaga kelestarian hutan.
“Pengelolaannya dilakukan secara swadaya oleh kelompok masyarakat. Selain yang di Gilimanuk, kemitraan kehutanan ini sudah berjalan seperti yang dimanfaatkan menjadi objek wisata Puncak JR (hutan di Banjar Panca Seming, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana), objek wisata Puncak Mawar (hutan di Lingkungan Dewasana, Kelurahan Pendem, Kecamatan Jembrana), dan beberapa kawasan lainnya,” ujarnya.
Terkait rest area Mbah Temon tersebut dikelola sekitar 20 orang warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Maju Mapan. Agus Sugianto mengatakan, penataan rest area tersebut belum rampung. Rencananya ada beberapa fasilitas seperti wahana rumah pohon, warung, toilet, hingga tempat ibadah kecil di rest area tersebut. Namun beberapa fasilitas untuk penunjang rest area itu, sementara belum dilanjutkan lantaran ada pergantian pengurus di kelompok masyarakat yang telah diberikan izin pemanfaatan kawasan hutan.
“Kami tetap mendorong supaya dilanjutkan penataannya, agar menjadi tempat yang lebih menarik, dengan tetap mempertahankan kondisi alam di sana. Nanti selesai pemilu, baru dimulai lagi penataanya, dan akan kami genjot,” tandas Agus Sugianto. *ode
Komentar