BNN Soroti Vonis Ganjil MA
Balikin aset milik bandar shabu senilai Rp 142 miliar
JAKARTA, NusaBali
Badan Narkotika Nasional (BNN) kecewa terhadap keputusan majelis hakim MA (Mahkamah Agung) mengenai kasasi yang dilayangkan seorang bandar narkotika kelas kakap Murtala Ilyas. Pasalnya, hakim vonis mengembalikan aset Murtala sebesar Rp 142 miliar. BNN meyakini banyak keganjilan di vonis itu.
"Dalam hal kasus Murtala ini, kami memang melihat ada sedikit keganjilan dan mungkin ini kurang memenuhi masalah keadilan masyarakat," kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Arman Depari, di Kantor BNN, Jl Letjen MT Haryono No 11, Cawang, Kramatjati, Kota Jakarta Timur, Selasa (16/4) seperti dilansir detik.
Keganjilan itu seperti vonis yang berubah-ubah. Di tingkat pertama dihukum 19 tahun penjara, di banding dihukum 4 tahun penjara dan di kasasi menjadi 8 tahun penjara. Adapun hartanya yang mencapai Rp 142 miliar, awalnya dirampas negara. Tetapi oleh majelis tinggi dan MA malah dikembalikan ke Murtala.
"Nah, saya pikir ini adalah satu hal yang ganjil. Karena dia terbukti bersalah, baik dalam kasus tindak pidana asalnya, itu narkotika, maupun dalam kasus tindak pidana pencucian uang ya, divonis," ujar Arman.
"Namun, mengapa aset dan hartanya dikembalikan? Dan yang lebih ganjil lagi, pada saat diputus hari itu juga, supaya aset dan harta uang yang disita dikembalikan. Pada saat itu juga juga, uang itu sudah ditransfer keluar semua dari rekening," sambung Arman.
Yang lebih mencengangkan, Murtala masih bisa melakukan transaksi perbankan, padahal di LP Nusakambangan.
"Nah oleh karena itu, mungkin ini perlu menjadi perhatian kita semua. Apakah memang kasus narkotika ini bukan suatu hal yang perlu kita perhatikan? Sehingga vonis dan hukumannya berubah-ubah dan bahkan barang buktinya yang jelas-jelas berasal dari transaksi jual-beli dan penyalahgunaan narkoba yang cukup banyak, Rp 142 miliar, dikembalikan lagi kepada tersangka," cetus Arman. Arman juga membeberkan siapa Murtala sebenarnya.
"Padahal kita tahu bahwa yang bersangkutan tidak punya pekerjaan sama sekali. Boleh dikatakan pengangguran. Nah dari pikiran logis saja, tidak mungkin yang bersangkutan mempunyai harta dan uang sebanyak itu, ratusan miliar. Dan itu adalah uang dari rakyat kita, masyarakat kita, yang sudah menjadi pecandu narkoba. Ini menjadi perhatian kita," papar Arman.
Namun Arman belum bisa mencium apakah ada oknum hakim yang bermain dalam perkara itu. "Kalau masalah itu saya belum melihat ke arah sana. Tapi saya pikir, dan semua kita mengharapkan ini supaya bisa ditinjau dan dilihat kembali. Apakah memang benar putusan itu sudah adil bagi masyarakat dan bagi kita juga para penegak hukum?" pungkas Arman.
Sebagaimana dikutip dari sipp.pn-bireuen.go.id, Senin (15/4), komplotan Murtala terlibat bisnis narkoba di Bireun, Aceh. Dari mandi uang itu ia membeli aset dari rumah, tanah, kendaraan, tabungan hingga mencapai Rp 142 miliar.
BNN yang mengendus aliran dana Murtala kemudian mendudukkannya di kursi pesakitan. Pada 28 Juli 2017, Murtana dihukum 19 tahun penjara. Aset senilai Rp 142 miliar dirampas negara. Di tingkat banding, hukuman Murtala disunat menjari 4 tahun penjara. *
"Dalam hal kasus Murtala ini, kami memang melihat ada sedikit keganjilan dan mungkin ini kurang memenuhi masalah keadilan masyarakat," kata Deputi Pemberantasan BNN, Irjen Arman Depari, di Kantor BNN, Jl Letjen MT Haryono No 11, Cawang, Kramatjati, Kota Jakarta Timur, Selasa (16/4) seperti dilansir detik.
Keganjilan itu seperti vonis yang berubah-ubah. Di tingkat pertama dihukum 19 tahun penjara, di banding dihukum 4 tahun penjara dan di kasasi menjadi 8 tahun penjara. Adapun hartanya yang mencapai Rp 142 miliar, awalnya dirampas negara. Tetapi oleh majelis tinggi dan MA malah dikembalikan ke Murtala.
"Nah, saya pikir ini adalah satu hal yang ganjil. Karena dia terbukti bersalah, baik dalam kasus tindak pidana asalnya, itu narkotika, maupun dalam kasus tindak pidana pencucian uang ya, divonis," ujar Arman.
"Namun, mengapa aset dan hartanya dikembalikan? Dan yang lebih ganjil lagi, pada saat diputus hari itu juga, supaya aset dan harta uang yang disita dikembalikan. Pada saat itu juga juga, uang itu sudah ditransfer keluar semua dari rekening," sambung Arman.
Yang lebih mencengangkan, Murtala masih bisa melakukan transaksi perbankan, padahal di LP Nusakambangan.
"Nah oleh karena itu, mungkin ini perlu menjadi perhatian kita semua. Apakah memang kasus narkotika ini bukan suatu hal yang perlu kita perhatikan? Sehingga vonis dan hukumannya berubah-ubah dan bahkan barang buktinya yang jelas-jelas berasal dari transaksi jual-beli dan penyalahgunaan narkoba yang cukup banyak, Rp 142 miliar, dikembalikan lagi kepada tersangka," cetus Arman. Arman juga membeberkan siapa Murtala sebenarnya.
"Padahal kita tahu bahwa yang bersangkutan tidak punya pekerjaan sama sekali. Boleh dikatakan pengangguran. Nah dari pikiran logis saja, tidak mungkin yang bersangkutan mempunyai harta dan uang sebanyak itu, ratusan miliar. Dan itu adalah uang dari rakyat kita, masyarakat kita, yang sudah menjadi pecandu narkoba. Ini menjadi perhatian kita," papar Arman.
Namun Arman belum bisa mencium apakah ada oknum hakim yang bermain dalam perkara itu. "Kalau masalah itu saya belum melihat ke arah sana. Tapi saya pikir, dan semua kita mengharapkan ini supaya bisa ditinjau dan dilihat kembali. Apakah memang benar putusan itu sudah adil bagi masyarakat dan bagi kita juga para penegak hukum?" pungkas Arman.
Sebagaimana dikutip dari sipp.pn-bireuen.go.id, Senin (15/4), komplotan Murtala terlibat bisnis narkoba di Bireun, Aceh. Dari mandi uang itu ia membeli aset dari rumah, tanah, kendaraan, tabungan hingga mencapai Rp 142 miliar.
BNN yang mengendus aliran dana Murtala kemudian mendudukkannya di kursi pesakitan. Pada 28 Juli 2017, Murtana dihukum 19 tahun penjara. Aset senilai Rp 142 miliar dirampas negara. Di tingkat banding, hukuman Murtala disunat menjari 4 tahun penjara. *
Komentar